25

99 20 2
                                    

Dinda memandang kosong jalanan gang di depannya, memori di malam saat Matthew menciumnya tidak bisa lepas di otak, selalu bergentayangan sampai ia tidak bisa berpikir logis tentang kejahatan yang telah ia lakukan kepada wanita lain yang sekarang masih menjadi tunangan Matthew. Tapi Dinda tidak bisa mengelak kalau ia memang merindukan Matthew, apalagi saat pria itu mengelus pipinya, menyatukan dahi mereka sambil bertatapan dalam remang-remang cahaya lampu. Mengingatkan Dinda akan ciuman pertama mereka saat SMA.

Tidak di depan gang rumahnya seperti kemarin. Ciuman pertama Dinda dan Matthew terjadi saat Matthew mengundang Dinda ke rumahnya dalam rangka belajar bersama--yang ujung-ujungnya malah jadi acara karaokean dan makan-makan dengan beberapa teman kelas mereka.

Sebelum pulang, di saat teman-temannya masih asyik bernyanyi di ruang tengah rumah Matthew, Dinda diajak pacarnya itu ke taman belakang. Keduanya duduk bersisian mencelupkan kaki di dalam kolam renang sambil menatap langit yang cerah kala itu, melihat beberapa titik bintang yang jelas di mata.

"Setiap minggu berarti kamu bisa berenang di kolam ya, Matthew?" Tanya Dinda dengan polosnya, sambil memainkan kaki di dalam kolam.

"Dulu, waktu masih kecil, aku bisa berenang tiap hari malah. Tapi makin ke sini jadi malas berenang." Jawab Matthew menahan tawa saat kakinya membalas pergerakan kaki Dinda di dalam kolam yang ingin menyemburnya dengan air.

" Jawab Matthew menahan tawa saat kakinya membalas pergerakan kaki Dinda di dalam kolam yang ingin menyemburnya dengan air

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa? Seru, tahu! Dulu, waktu kecil Ayah sering bawa aku ke waterboom di Panghegar. Sekarang udah nggak pernah lagi karena katanya aku udah gede." Tutur Dinda dengan lirih, sedikit mengerucutkan bibir karena teringat ucapan Ayahnya.

Melihat Dinda yang kehilangan semangat membuat Matthew tidak sampai hati. Satu tangannya bergerak mengelus kepala Dinda dengan lembut. "Kamu kalau mau berenang bisa datang ke sini, Din. Temenin aku olahraga."

"Nggak, ah! Malu."

"Kenapa malu?" Tanya Matthew dengan dua bola mata melebar memandang Dinda yang masih mengerucutkan bibir.

"Aku nggak bisa berenang sebenarnya. Nyelam-nyelam gaya batu sama main air aja bisanya." Jawab Dinda menahan tawa, membiarkan Matthew terkekeh renyah di sisinya karena pengakuannya tersebut.

"Nanti aku ajarin!" Seru Matthew semangat.

"Emang bisa?"

Matthew menaikkan kedua alisnya, ia memajukan badannya lebih dekat agar bisa memandangi dua mata Dinda yang memicing kepadanya. "Bisa, Dinda."

"Ajarin orang berenang? Bisa?" Cecar Dinda berpura-pura meragukan kemampuan Matthew, membalas tatapan pria itu dengan tajam.

Karena Dinda turut memajukan tubuh, kini jarak antara Dinda dan Matthew hanya sisa beberapa jari saja. Keduanya masih saling memicingkan mata hingga bulu kuduk Matthew meremang saat kulit wajahnya terkena helaan napas halus Dinda. Dua mata yang awalnya menyoroti Dinda dengan tajam jadi melembut bahkan tanpa sadar Matthew jadi terfokuskan pada bibir Dinda yang ranum. Bibir yang membuat Matthew menelan ludah dengan susah payah sampai dengan nekat ia memajukan wajah dan mencium Dinda tanpa aba-aba.

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang