53

80 11 2
                                    

"Din, ngobrol dikit aja mau, nggak?" Jay bertanya secara hati-hati kepada Dinda yang langsung memutar kedua bola matanya kesal. Ia yang sudah bersiap menghitung belanjaan Jay di toko oleh-oleh jadi bersidekap.

 Ia yang sudah bersiap menghitung belanjaan Jay di toko oleh-oleh jadi bersidekap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nggak."

Jay menggulum bibir. "Dia nyesel banget tahu, Din. Lihat, kan? Dia juga jadi kurus. Udah beberapa hari ini nggak nafsu makan."

"Jay." Panggil Dinda dengan napas memburu, tidak suka dengan omongan Jay yang hampir membuat hatinya terenyuh.

Tapi Dinda memang khawatir melihat Matthew yang tubuhnya jauh terlihat lebih kurus daripada yang terakhir kali ia lihat. Mata pria itu juga sayu sekali sampai Dinda tidak bisa berhenti membayangkan wajah Matthew setiap pikirannya sedang kosong. Sayangnya Dinda tidak bisa pula melupakan omongan Matthew malam itu. Omongan yang mengukir luka yang cukup besar di hatinya sampai ia keukeuh tidak ingin berbicara dengan Matthew lagi.

"Kalian berdua salah paham, Din. Karena Jor--"

"Kamu kalau nggak niat beli mending balik aja, deh, Jay." Kata Dinda lalu menghela napas, memotong omongan Jay yang masih berusaha membujuknya.

Langsung Jay menggerakkan kedua tangannya di depan dada. "Jadi! Aku mau beli Mochi!" Serunya mendorong keranjang yang berisi beberapa kotak Mochi ke arah Dinda yang melongos pelan.

"Serius!?"

"Serius, Din! Ini aku sama Manendra nggak bisa berhenti ngunyah Mochi. Enak soalnya." Kata Jay sambil terkekeh dengan kikuk, berharap Dinda mempercayainya.

"Kalian mending beli Mochi langsung di Kaswari, deh. Kalau di sini harganya jadi agak naik." Ujar Dinda memberi saran tempat penjual Mochi yang terkenal di Sukabumi sembari menghitung belanjaan Jay. Bukannya tidak mau jualan di Toko tantenya itu laku, tapi Dinda merasa Matthew dan teman-temannya sengaja belanja di toko itu agar bisa berbicara kepadanya--bukan karena benar-benar ingin membeli oleh-oleh.

Rasanya sedikit menyebalkan, tentu saja. Apalagi mereka tetap berusaha membujuknya untuk berbicara dengan Matthew yang Dinda harap segera kembali ke Bandung.

"Malas. Kata Mang Aceng ngantri. Mending di sini, toh rasanya sama aja." Ujar Jay membuat Dinda tidak habis pikir.

"Habis ini pulang, ya." Kata Dinda kemudian, menerima kartu kredit Jay untuk diproses di mesin EDC.

"Nggak mungkinlah, Din. Kamu tahu sendiri Matthew gimana."

"Bilang ke Matthew, aku nggak bakal ngubah pikiran aku jadi mending balik aja ke Bandung." Dinda berkata tegas, menyelesaikan pembayaran belanjaan Jay lalu menyerahkan kartu kredit dan tas plastik berisi Mochi kepada pria itu--yang diterima Jay dengan napas terhela kecewa.

"Makasih, Din."

"Sama-sama."

~~~

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang