55 [Epilog]

155 15 11
                                    

"Tahh... kieu!" Seru Dafa dengan senyuman yang teramat lebar, berkacak pinggang di depan Dinda yang sedang membersihkan tangan dari debu setelah mengangkat beberapa meja dan kursi ke dalam bangunan samping rumahnya yang dulu dijadikan sebagai toko kelontong.

Dinda pun turut tersenyum kepada Dafa lalu memandang ke sekeliling ruangan yang jadi terasa lebih luas daripada biasanya, merasa puas dengan design-nya yang sederhana namun tetap aesthetic dengan beberapa stiker angka dan formula Matematika yang ditempelnya di dinding secara acak. Rasa sumpek yang selalu ia rasakan di ruangan itu hilang sudah, tergantikan dengan kesegaran yang belum pernah dirasakan Dinda sebelumnya.

"Bisa jadi coffee shop ini mah, Din. Coffee shop dalam gang juga aesthetic, kan?" Tanya Dafa retoris dibalas gelengan kepala Dinda dengan tegas.

"Nteu! Nggak ada coffee shop coffee shop! Fix tempat les aja!" Seru Dinda menolak keras gagasan baru Dafa tentang rumahnya di Pajagalan yang kini ia ubah menjadi tempat mengajar privat anak-anak sekolahan setelah Mami Matthew memaksanya untuk menerima kembali sertifikat rumah keluarganya.

"Tapi Dafa bener, sih." Celetuk sebuah suara yang pemiliknya sudah berdiri bersidekap di pintu belakang yang menghubungkan ruangan itu dengan rumah Dinda. "Lumayan bangun coffee shop sekalian tempat les. Anak-anak pasti bakal jajan." Tambahnya disambut dua jempol Dafa yang setuju dengan ide itu.

"Matthew..." ringis Dinda dengan bibir mengerucut. "Put aside the business things boleh, nggak?"

"Tempat les juga bisnis atuh, Din." Dafa menggerutu dan segera mengalihkan tatapan saat Dinda mendelik kepadanya.

"Matanya." Matthew terkekeh, berjalan menghampiri Dinda untuk menutup kedua mata perempuan itu sesaat sebelum merangkul pundaknya dengan erat. "Just an opinion from a businessmen, sayang."

Dinda mendecakkan lidah, berusaha menepis tangan Matthew tapi pria itu malah menurunkan tangan ke pinggangnya, menariknya mendekat seakan enggan membiarkannya jauh barang hanya sedetik.

"Hmmm... aing balik dulu ke rumah. Ada yang dilupa." Kata Dafa kikuk, tidak nyaman melihat kemesraan dua sejoli yang akhirnya balikan itu, merasa kehadirannya tidak diharapkan sehingga ia memutar badan dan berjalan dengan langkah besar kembali ke rumah.

" Kata Dafa kikuk, tidak nyaman melihat kemesraan dua sejoli yang akhirnya balikan itu, merasa kehadirannya tidak diharapkan sehingga ia memutar badan dan berjalan dengan langkah besar kembali ke rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Matthew!" Seru Dinda kesal, memandang sang pacar yang sudah menyunggingkan senyum usil kepadanya.

"Kenapa?" Tanya Matthew santai, menahan geli saat Dinda menyikut pinggangnya.

"Gara-gara kamu Dafa jadi balik ke rumah! Ini barang-barang masih banyak mau dipindahin."

"Ya, kan ada aku." Kata Matthew terkekeh saat Dinda mendecakkan lidah kepadanya.

Meski kesal, Dinda tidak bisa berbohong jika perlakuan Matthew membuat hatinya melambung ke awan. Apalagi saat pria itu mencium puncak kepalanya dengan lembut dan membisikinya kata-kata manis yang tidak pernah lelah diucapkan Matthew sejak mereka kembali menjalin hubungan.

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang