47

75 11 6
                                    

Dinda terbangun dengan perasaan yang sangat gusar ketika kenangan yang terjadi beberapa minggu lalu muncul dalam mimpinya. Ia pun membuka matanya dengan lebar, memandang plafon kamar yang ditempatinya bersama kedua orangtuanya itu dengan nanar sambil menyeka air mata yang turun tanpa disadarinya. Hatinya terasa sakit, remuk sampai Dinda merasa seluruh tubuhnya retak berkeping-keping.

Ingin rasanya Dinda berteriak, meraung, menangisi Matthew yang menyakitinya tanpa aba-aba. Dinda sampai sekarang tidak mengerti mengapa Matthew bisa seemosi itu padahal ia baru diantar Jordan dari tempat les. Ia juga kesal, bertanya-tanya mengapa Matthew tidak memberikannya kesempatan untuk menjelaskan posisinya sampai kata-kata menyakitkan itu keluar dari mulut pria itu. Sangat menyakitkan dan Dinda harus menanggungnya dengan tanda tanya besar di kepala sampai sekarang.

Dan setelah kejadian itu, Dinda langsung membereskan baju-bajunya ke dalam tas jinjing, pergi ke Terminal Leuwipanjang dan menunggu bus yang baru ada lagi jadwalnya saat pagi hari ke Sukabumi menyusul kedua orangtuanya. Dinda pun tidak sadar sudah menunggu lama di terminal karena pikirannya berkecamuk, bahkan sampai ia berada di Sukabumi, bertemu kedua orangtuanya yang terkejut melihat kedatangannya tanpa kabar.

"Din..." Mamanya berbisik, terbangun karena mendengar isakan kecil Dinda yang tidur di sampingnya.

Perempuan itu sadar 100% dan menggapai Dinda ke dalam pelukannya, membiarkan anak perempuannya itu terisak makin kencang di dadanya.

Tidak ada kata-kata yang bisa diucapkan Mama Dinda, tahu anaknya tidak butuh kalimat penenang sehingga ia hanya bisa mengeratkan pelukan dan mengelus kepala Dinda dengan lembut, berharap tindakannya itu bisa membuat anaknya lebih tenang.

~~~

Manendra menatap Matthew yang sibuk menatap layar komputer di sebuah ruangan kerja baru pria itu dengan khawatir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Manendra menatap Matthew yang sibuk menatap layar komputer di sebuah ruangan kerja baru pria itu dengan khawatir. Pria itu terlihat seperti zombie meski tampilannya necis dan bersih. Mungkin bagi orang lain, Matthew terlihat baik-baik saja, tapi bagi Manendra tidak. Matthew jelas hancur. Ia bisa melihat dengan jelas kedua mata sahabatnya itu yang redup juga kantung mata yang makin besar di wajahnya membuatnya ragu untuk kembali ke Jakarta meski Matthew sudah menyuruhnya pulang.

Sejak kejadian yang tidak pernah dilihat Manendra secara langsung, Matthew kembali ke orangtuanya untuk membantu memperbaiki manajemen perusahaan keluarganya. Restoran di Cibadak dan rencana perusahaan yang ingin didirikan mereka jadi ditunda, entah sampai kapan karena Matthew ingin fokus membantu orangtuanya.

Pilihan yang tidak bisa ditolak Manendra juga Jay, sehingga mereka angkat tangan membiarkan Matthew fokus dengan keluarganya.

Cukup menyedihkan. Bukan soal perusahaan atau restoran, tapi tentang diri Matthew sendiri yang membuat Manendra tidak sampai hati. Ia pun masih tidak percaya dengan apa yang terjadi kepada Matthew dan Dinda, merasa ada yang tidak beres tapi Matthew enggan menjelaskan lebih lanjut. Sahabatnya itu hanya berkata kalau ia kecewa dengan Dinda. Hanya itu.

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang