41

65 13 1
                                    

"Gue denger ada pengurangan karyawan di perusahaan Papi lu, Thew." Jay menyahut di balik bar cafè-nya, membuat sesuatu di sana untuk teman-temannya yang tengah berkumpul di salah satu meja cafè.

Hari ini cafè Jay tutup, tapi pria itu tetap membiarkan teman-temannya datang untuk membicarakan bisnis F&B yang akan mereka buat bersama yang diprakarsai oleh Matthew. Awalnya ia hanya membantu untuk beberapa persiapan saja, tapi setelah dipikir-pikir mereka bisa membuat hal yang lebih besar bersama, apalagi ia juga bergelut di dunia F&B. Hingga akhirnya terbersitlah suatu ide membuat manajemen kecil di bidang F&B.

"Iya, gue dikasih tahu Mang Aceng beberapa restoran dikurangin staffnya buat mangkas pengeluaran." Balas Matthew tenang, melirik Jay sekilas lalu tercenung memikirkan perusahaan keluarganya.

"Eh? Kenapa, Thew?" Manendra yang akhirnya kembali ke Indonesia setelah berlibur di LA bersuara, bertanya heran kepada Matthew yang mengedikkan bahu.

"Don't know, last time I work there, everything seems fine, kecuali manajemen yang kaku."

"Beberapa mantan staff gue yang ke restoran keluarga lu lagi kelimpungan cari kerja karena tiba-tiba di-cut." Ujar Jay membawa tiga kopi hangat ke meja yang akan menjadi teman obrolan tentang calon perusahaan mereka kelak.

"Hold some, the best one buat resto di Cibadak." Kata Manendra setelah menjentikkan jari.

"Nggak janji. Lagian masih butuh waktu buat bangun restoran and they definitely need money, Nen."

Manendra tersadarkan, ia mengatupkan bibir lalu mengangguk-angguk mahfum. "Hmm... yeah, uang..."

"I wish we can work on this faster, tapi gue nggak mau gegabah." Ujar Matthew serius, memandang dua sahabatnya dengan intens. "Kalau restoran udah mau selesai dan ada mantan staff lu yang kerjanya bagus belum dapat kerja, hire aja. Don't tell them now since they still can looking for any job. I kinda understand how difficult to earn money these days."

"Oke." Ucap Jay sambil mengangkat dua ibu jarinya ke udara. Sedangkan Manendra mengerurkan kening, tidak percaya dengan apa yang dikatakan Matthew barusan.

"Lu ada kesulitan keuangan since diusir? Perasaan duit lu ngalir mulu tiap hari dari trading sama beberapa modal yang lu tanam di perusahaan gede." Manendra menyahut skeptis dan Matthew mendelik kepadanya.

"I guess, Matthew belajar dari Dinda lagi, deh." Jay nyengir, senang karena tebakannya benar saat melihat Matthew mengangguk pelan.

"Hmm... Dinda lagi butuh duit? Akibat Mami Papi lu atau...?"

"Ceritanya panjang, Nen." Keluh Matthew lalu menghela napas panjang.

"Wow! Gue perasaan baru liburan beberapa minggu doang di LA tapi berasa ketinggalan info sampai berepisode-episode!"

"Hidup dia kayak drakor soalnya." Kata Jay setengah bercanda, tertawa saat Matthew mengumpat kepadanya.

"Emang kayak drakor, sih." Manendra menimpali, turut tertawa karena Matthew kembali mengumpat dengan kesal.

"Anjing!"

~~~

"Din, lu harus nyari roomate, sih, biar Matthew nggak ngerasa bebas ke apartemen lu." Manendra berkata pada Dinda, menahan tawa saat Matthew mendelik padanya saat ia berkeliling di apartemen baru Dinda yang disewakan sahabatnya untuk perempuan itu.

"Mana deketan pula." Sahut Manendra lagi, tidak puas untuk berhenti menggoda dua orang yang juga sedang berada di sana, turut berkeliling melihat perkakas yang sudah tersedia di sana.

Omongan Manendra tentu saja membuat Dinda awkward. Ingin dijadikannya angin lalu, tapi tidak bisa karena tahu Matthew mungkin akan sering mengunjunginya--seperti apa yang dikatakan Manendra.

"Coba Indo kayak Aussie, lu bedua bisa tinggal bareng--"

"Nen! Ini exhaust fan-nya berfungsi, kan!?" Matthew berseru dari dapur, melongokkan kepala melihat exhaust fan yang sebenarnya tampak baik-baik saja. Ia sengaja memanggil Manendra agar sahabatnya itu berhenti menggoda mereka apalagi Dinda tidak membuka mulut daritadi, pacarnya itu pasti merasa tidak nyaman dengan tingkah Manendra.

"Watch your mouth, Sat." Bisik Matthew kesal saat Manendra menghampirinya.

Tapi bukannya berhenti, Manendra malah terkekeh dan merangkul Matthew dengan erat. "Hehe... lu bedua jaga diri, ya. Jangan sampai gue punya ponakan tiba-tiba."

"Get stuffed!" Maki Matthew sambil menyikut Manendra yang tawanya makin menguar dengan mengesalkan.

Meski kesal, diam-diam Matthew juga merasa gugup akibat godaan Manendra. Dengan lokasi apartemen yang sangat dekat, hanya terhalat beberapa kamar, ia bisa dengan mudah bertemu dengan Dinda. Bahkan ia bisa menginap di apartemen Dinda kalau perempuan itu memperbolehkannya.

"Din! Lu belajar soal finance nggak, sih, waktu kuliah?" Tiba-tiba Manendra menyahut, memanjangkan leher untuk melihat Dinda yang sedang membuka pintu balkon.

"Kenapa?" Sahut Dinda yang tidak mendengar dengan jelas pertanyaannya.

"Lu paham soal finance, nggak!?"

"Dikit. Aku ngambil Matematika Murni waktu kuliah kemarin." Jawab Dinda yang fokusnya sudah tertuju pada Manendra, penasaran mengapa tiba-tiba pria itu bertanya tentang mata kuliah yang pernah diambilnya dulu. Begitu pula dengan Matthew yang juga menatap Manendra heran.

"Audit gitu-gitu paham?"

Dinda mengangguk, "mungkin harus belajar lagi buat refresh otak."

"Nah!" Manendra menjentikkan jari, melirik Matthew sekilas lalu kembali melihat Dinda yang berdiri tidak jauh darinya dengan senyum terkembang sempurna. "Gue butuh bantuan lu buat jadi staff finance perusahaan gue sama Matthew nanti!!"

"Nen!" Matthew menggertak, tidak setuju.

"Why? It will be good for Dinda's career too, right? Rather than teaching kids, dia bisa ngurus keu--"

"She loves teaching kids."

"Kalau kalian ngebolehin aku kerja di dua tempat, aku mau, kok!" Dinda berseru tiba-tiba, menghentikan perseteruan Matthew dan Manendra tentang dirinya sehingga dua pria itu menatapnya dengan pandangan yang berbeda-beda.

Manendra tampak senang, sedangkan Matthew kelihatan heran.

"Aku mau kerja bareng kalian." Kata Dinda menegaskan pilihannya membuat Manendra berseru kesenangan, berbanding terbalik dengan Matthew yang menyipitkan mata kepadanya.

Dinda sadar diperhatikan pacarnya dengan sinis, bahkan ia balik menatap Matthew tenang, sedikit menyunggingkan senyum tipis--berharap raut wajahnya bisa menenangkan pikiran Matthew yang mungkin bertanya-tanya akan pilihannya itu. Ia juga tahu, jika Manendra pulang, Matthew akan memberondonginya dengan berbagai macam pertanyaan yang hanya memiliki 1 jawaban.

Uang.

Dinda butuh uang dan cara yang paling mudah untuk mendapatkannya adalah bekerja.

Thank you for reading! If you like it don't forget to like and comment ^^

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang