42

75 12 4
                                    

"Kalau kamu kerja di perusahaan aku sama anak-anak, bukannya bakal aneh, ya?" Matthew bertanya serius kepada Dinda yang berada dalam rangkulannya sehingga perempuan itu melepas diri dan berbalik untuk mendelik kepadanya.

Mereka baru saja beristirahat setelah merapikan apartemen baru Dinda, duduk di sofa yang berada di ruang tengah sebelum Matthew beringsut merangkul Dinda sambil bersandar di sana. Keduanya sempat mengobrol hal-hal yang ringan sampai Matthew teringat omongan Dinda yang menerima tawaran Manendra untuk turut bekerja bersama mereka kelak. Omongan yang belum ia bicarakan kepada Dinda sejak kemarin karena kehadiran Manendra yang mengekorinya sampai malam.

"Aneh gimana? Emang nanti di perusahaan itu ada aturan nggak boleh pacaran sesama karyawan?" Cecar Dinda kesal.

"Ya, nggak, sih." Matthew menggerutu, "tapi, kan... masa istri CEO kerja jadi staff finance?"

Bulu kuduk Dinda meremang. Ia mematung, memandang Matthew dalam diam membiarkan semburat merah mencuat pada pipinya sampai Matthew terkekeh dan mendekatkan wajahnya. Sontak Dinda mundur dan mengangkat kedua tangannya di depan dada. Ia tidak menyangka Matthew akan berkelakar, dipikirnya Matthew akan mempertanyakan keputusannya dan mencecarnya agar tidak bekerja di perusahaan yang akan ia buat dengan sahabat-sahabatnya, ternyata pria itu malah melempar tanya yang membuatnya geli setengah mati.

"Matthew!"

"Why? Kamu nggak mau nikah sama aku?" Tanya Matthew sangsi, ia mengerucutkan bibir dan memandang Dinda tajam.

"Ya, mau!" Seru Dinda kesal, menepuk lengan Matthew dengan pelan yang dibalas dengan pelukan erat Matthew dari belakang yang enggan melepas Dinda meski perempuan itu berontak.

"Tapi, aku serius, loh." Matthew berbisik, berkata dengan lebih serius sampai Dinda terdiam dalam pelukannya.

Aura Matthew berubah seketika karena ia benar-benar terdengar serius dengan kata-katanya. Bukan hanya akan aneh, alasan sebenarnya Matthew tidak ingin Dinda bekerja di perusahaannya adalah ia tidak ingin perempuan itu bekerja terlalu keras dikala ia bisa menghasilkan uang untuk membiayai Dinda dan keluarganya. Sikap Dinda yang masih ingin mandiri dan sok kuat membuatnya kesal pula.

"Aku nggak akan ngelarang kamu kerja, Dinda. Tapi aku nggak mau lihat kamu taking too much job."

"Kan, cuma dua kerja aja." Kata Dinda lirih, mengelus jemari Matthew yang saling bertaut pada perutnya. Bibirnya mengerucut, sedih karena Matthew terdengar terlalu mengkhawatirkannya.

"Nggak." Keukeuh Matthew mengucapkannya lalu menarik Dinda untuk bersandar pada dadanya. "Kalau kamu sibuk kerja, nanti ketemunya sama aku kapan?"

"Kan bisa di kantor."

"Kamu tahu aku galak kalau di kantor, kan? Emangnya mau? Kalau aku marahin mulu?" Cecar Matthew ngambek seperti anak kecil yang permennya direbut oleh orang lain. Dinda pun menyikut perut Matthew, mendecakkan lidah dengan kesal.

"Kamu marah kalau aku buat salah, kan? Masa marah mulu..."

"Nggak. Aku bakal marahin kamu terus." Kata Matthew tidak mau kalah hingga Dinda berbalik untuk memberikannya tatapan yang tajam.

"Kenapa, sih? Nyebelin banget."

Matthew tidak gentar, ia membalas tatapan Dinda dengan tajam pula. "Sekali nggak, ya nggak."

Dinda mendengus, berupaya melepaskan diri tapi kekuatan Matthew lebih besar hingga pada akhirnya ia menyerah dan mengeluh. "Kan, aku cuma mau bekerja lebih biar rumah di Pajagalan bisa aku beli lagi, Matthew. Aku mau bantu Mama sama Ayah biar mereka bisa cepat balik ke Bandung."

"Kan, ada aku."

Napas Dinda terhela gusar. Ia menggeleng pelan, "aku nggak mau kamu iku--"

"Udah aku bilang kalau aku mau kita usaha bareng, kan, Dinda Clarissa?"

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang