26

89 21 5
                                    

Selama seharian penuh Matthew pergi bersama Manendra, mengurus pembelian satu unit apartemen dan sebuah ruko di Cibadak. Matthew tidak ingin menunda, apalagi Manendra tidak bisa berlama-lama di Bandung karena pria itu harus kembali ke Jakarta sebelum berangkat ke LA minggu depan untuk berlibur dengan keluarganya. Selain itu, Matthew juga merasa perasaannya untuk Dinda tidak bisa dibendung lagi. Ciuman mereka di malam kemarin sudah membuktikan jika Dinda masih memiliki perasaan kepadanya.

Dan perempuan itu rindu kepadanya...

"Gimana tadi rukonya, Thew?"

Langkah Matthew yang baru saja ingin menaiki tangga rumahnya terhenti. Ia berbalik, melihat Mami-nya bergaun tidur sedang menyesap minuman hangat dalam gelas dekat dapur.

"Bagus." Jawab Matthew sekenanya. Sejak memfokuskan diri untuk merealisasikan rencananya, Matthew jadi jarang berbincang dengan kedua orangtuanya, ada rasa tidak nyaman pula yang timbul dalam relung hatinya karena tahu sebentar lagi ia akan mengecewakan kedua orangtuanya itu.

"Manendra mau bangun apa di sana, Thew? Heran Mami dia tiba-tiba pengen beli ruko di Cibadak. Bukannya dia sekeluarga udah pindah ke Jakarta, ya?"

"Impian kecilnya, Mi. Dia pengen banget buat restoran."

"Serius!?"

Kedua mata Mami terbelalak, bahkan tidak sengaja perempuan itu mengempaskan gelas di atas meja hingga menimbulkan suara yang menggelegar. Matthew turut terkejut, memandang Maminya heran.

"Serius, Mi."

"Waduh... kamu nggak takut apa, Thew? Tahu gitu kita duluan yang beli ruko di sana buat bikin restoran baru." Maminya berseru khawatir dan Matthew hanya bisa menghela napas panjang.

Tidak mengherankan. Meski tampak lembut, Mami-nya itu punya ambisi yang besar dalam bisnis yang dijalani keluarganya. Perempuan itu selalu memandang orang lain sebagai rival meski sahabatnya sekali pun. Apalagi saat tahu orang lain membangun usaha F&B, makin ketar-ketirlah perempuan itu.

"Kita udah punya cabang di Cibadak, Mi." Kata Matthew mengingatkan tapi Maminya menggelengkan kepala dengan tegas.

"Nggak nggak... ini Mami mau ngobrol sama Papi besok. Kita harus bangun restoran atau cafè kekinian di sana!"

"Mi..."

"Kamu juga jangan terlalu baik sama Manendra! Kalau dia udah buka restoran di sana, berarti dia rival kita, Thew!"

Matthew mendesah gusar, dipijitnya kening yang mulai berdenyut. Ia lelah, tambah lelah mendengar racauan Mami-nya tentang bisnis. Sampai akhirnya ia pamit ke kamar meski diantar dengan seruan dari Mami-nya di dekat dapur.

"Jangan beritahu Manendra soal restoran baru kita nanti ya, Matthew!"

"Jangan beritahu Manendra soal restoran baru kita nanti ya, Matthew!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~~

"Kadonya udah dibuka?" Matthew merebahkan tubuhnya di atas kasur, berbincang dengan seseorang di balik telepon yang ia hubungi beberapa menit lalu.

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang