Aku menatap sekitar, ini sangatlah indah. Sinar matahari keemasan menerpa kami bertiga. Kami sekarang berada di rerumputan dekat sungai. Sungainya sangat jernih, ini sepertinya sore hari. Aneh, padahal jam tanganku menunjukan pukul 9 pagi, tapi kenapa di sini sore hari? Sebenarnya kami sekarang ada dimana?
"Apakah kita sekarang ada di pemukiman penduduk?"
"Kenapa di sini sore hari? Padahal baru jam 9 pagi." Zea berpandangan sama denganku.
Kami terdiam sejenak.
"Dan bagaimana kita bisa masuk ke lubang itu? Itu lubang apa?" Javas menambah daftar pertanyaan kami.
Kami memutuskan untuk memikirkan hal itu sambil berjalan.
"Kita coba mencari pemukiman penduduk di sekitar sini." Javas membuat keputusan.
Kami mengikuti aliran arus sungai ini. Kami telah berjalan lumayan lama dan tak kunjung menemukan pemukiman penduduk. Kami kelelahan dan akhirnya memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon kelapa.
"Haus, ada yang bawa minum?" Zea menyeka keringatnya.
Aku dan Javas menggeleng bebarengan.
"Ada pohon kelapa!" Seru Javas kepadaku.
"Lalu? Kamu akan menyuruhku manjat pohon kelapa ini?"
"Bukan itu. Kalau ada pohon kelapa, itu artinya kita sudah dekat dengan pemukiman penduduk." Perkataan Javas ada benarnya juga.
"Kita lanjut?"
"Tapi aku haus sekali Va." Wajah Zea terlihat pucat.
"Javas, kamu bisa manjat pohon kelapa ini?"
"Eh aku? Aku tidak pernah manjat pohon Va."
"Hanya kamu laki-laki di sini, masa iya harus aku yang manjat?"
" Ya udah, aku coba." Javas terlihat ragu-ragu. Tapi tidak ada jalan lain.
Javas menyopot sepatunya dan melipat ujung celana panjangnya. Dia mendongak ke atas dan tampak ragu-ragu. Lama sekali untuk Javas sampai di pucuk pohon itu. Setelah sekian lama menunggu, Javas berhasil memetik tiga buah kelapa muda dan menjatuhkannya satu per satu. Beres, sekarang dia tinggal turun.
"Ayo turun Javas!" Teriakku.
"Aku takut Va, ini tinggi sekali."
"Jangan lihat ke bawah! Cepat turun!"
Aku tertawa, Javas tampak memeluk pohon kelapa itu erat sekali. Javas masih tetap di pucuk pohon kelapa. Astaga, dia bisa memanjat tapi tidak bisa turun.
"Javas...cepat turun!!"
"Iya sabar!" Lama sekali bagi Javas untuk sampai di bawah.
Aku tertawa melihat Javas merosot dari ujung pohon ke bawah. Dia sepertinya tidak pernah melihat orang memanjat pohon.
Masalah datang lagi, bagaimana kita bisa minum air kelapa kalau kita saja tidak bisa membelah buah kelapa ini. Tidak ada golok atau benda apapun.
"Ini yang dinamakan bertindak tanpa berpikir dua langkah ke depan." Javas terduduk.
"Ini ada sungai, minum saja airnya. Kelihatannya jernih dan nggak ada sampahnya kan. Ini sih masih terjaga kebersihannya."
"Jadi sia-sia nih aku susah payah manjat pohon kelapa?" Javas mendengus kesal.
Aku hanya bisa mengangkat bahuku, sementara Zea menahan tawanya.
Kami melanjutkan perjalanan kami.
"Sudah berapa jam kita berjalan? Belum juga menemukan pemukiman penduduk." Zea nampak sedih.
"Dan kalian merasa ada yang aneh?"
"Kita mungkin sudah 4 jam di sini dan masih saja tetap sore." Javas menimpali.
Pandangan kami kosong, sepertinya kami telah hilang harapan.
![](https://img.wattpad.com/cover/297067968-288-k462298.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK LUKISAN
Novela Juvenil"Ava!! kamu punya kekuatan!" Seru Javas. Aku menatap kedua telapak tanganku dan rasanya tidak mungkin kekuatan itu berasal dari tanganku. Aku menggeleng ke arah Javas sambil mengerutkan dahiku. "Aku tadi melihat cahaya biru keluar dari tanganmu Va...