Batu Permata

153 14 0
                                    

Di sisi lain, Javas dan Zea telah berhasil memasuki perpustakaan istana. Mereka disuguhkan dengan megahnya ruang perpustakaan. Berjejer rak-rak buku yang menjulang tinggi. Buku-buku tertata sangatlah rapi.

"Waw ini indah sekali Jav!" Zea yang kutu buku, melihat perpustakaan segini megahnya pastilah seperti surga baginya.

"Iya ini sangatlah menakjubkan." Gumam Javas sambil terus mengedarkan pandangannya.

Mereka segera tersadar. Tujuan mereka ke sini adalah untuk mencari batu permata. Dengan hati-hati, mereka mulai masuk dan tidak lupa menutup kembali pintu. Pandangan mereka menyapu seluruh bagian perpustakaan. Tidak ditemukan adanya batu permata.

"Dimana batu permatanya Jav?"

Javas menggeleng.

Mereka berpencar, menyusuri setiap kolom. Setelah beberapa menit menyusuri setiap kolom, tak kunjung mereka temui keberadaan batu permata. 

Mereka bertemu kembali di tengah-tengah ruangan.

"Bagaimana Ze?"

Zea menggeleng.

Mereka berpikir keras.

"Ze, kamu suka membaca buku kan?"

"Iya."

"Kamu suka sejarah kan Ze?"

"Iya, kenapa Jav?"

"Nah! Mungkin kamu tahu, biasanya di dalam kerajaan-kerajaan, mereka selalu menyimpan barang-barang berharga mereka dimana dan bagaimana cara membukanya?" Javas tampak bersemangat.

Zea tampak berpikir.

"Maksudnya bagaimana Jav? Aku tidak pernah membaca seperti itu."

"Aduh, apa kamu pernah melihat film atau apa Ze yang berkaitan dengan hal-hal semacam ini."

Zea tampak berpikir keras. Memutar bola matanya.

"Emm biasanya buku yang paling tua menjadi kuncinya. Misalkan buku itu ditarik, maka akan terbuka pintu rahasia. Tapi apakah itu mungkin Jav?"

"Nah! Cepat Ze kita cari buku paling tua!"

Pandangan Zea langsung tertuju pada rak buku yang tidak terlalu tinggi dan menempel pada dinding. Jari-jari Zea lincah menyapu buku-buku di rak tersebut. Jari Zea berhenti ketika menyentuh sebuah buku yang tebal dan memiliki panjang lebih pendek dibandingkan dengan buku lainnya. Buku ini dilapisi dengan cover keras, berwarna cokelat tua. Kertas buku ini juga tampak sudah kuning kecokelatan.

"Jav." Zea menunjuk buku yang disentuhnya.

Mata Javas berbinar. 

"Tarik Ze!"

Zea mengatur napasnya, mencoba rileks.

Zea menarik ujung bagian atas buku tersebut. Belum lengkap seluruh bagian buku tertarik, terdengar suara berdesing. Rak buku itu secara tiba-tiba terbuka dengan sendirinya.

Zea menutup mulutnya, tidak percaya.

Rak buku itu menyuguhkan sebuah ruangan yang redup, tidak ada pencahayaan. Namun, mereka mendekati sebuah benda yang tampak bercahaya. Sebuah batu yang sangatlah indah. Batu berwarna biru laut. Memancarkan cahaya yang terang, tapi tidak menyilaukan.

Ruangan ini sangatlah kecil. Tidak ada pencahayaan. Pencahayaan satu-satunya dari batu permata ini. Batu ini berbentuk seperti sebuah kristal, berada pada kotak kaca, dan berputar perlahan pada porosnya. Batu inilah yang selama ini mereka perjuangkan, menempuh perjalanan yang sangat panjang. 

Dengan sangat hati-hati, batu permata dicabut dari dasarnya. 

Lengang. Tidak terjadi apa-apa. 

Zea lantas memasukannya pada kantong kain kecil yang sudah disiapkan sedari awal.

"Kita harus segera keluar Ze."

Zea mengangguk.

Zea dan Javas mempercepat langkah mereka. Terdengar suara berdentum yang saling bersahutan.

"Apakah itu Baran dan Ava Jav?"

"Sepertinya iya."

Terdengar bunyi derap langkah kaki yang banyak dan kemudian hilang begitu saja.

"Para prajurit itu pergi keluar istana." Ucap Javas.

"Apakah mereka akan menyerang Ava dan Baran Jav?"

Javas mengangguk. Zea menggigit bibirnya.

Ditengah-tengah perjalanan, mereka merasakan tanah yang mereka pijak bergetar hebat.

"Ada apa ini Jav!" Seru Zea panik.

"Tidak tahu Ze."

"Apakah ini efek karena kita mengambil batu permata ini?"

"Sepertinya bukan."

Mereka memutuskan untuk terus mempercepat langkah sambil tersungkur-sungkur.

Mereka berhasil mencapai pintu di ruang keluarga kerajaan. Dengan hati-hati mereka keluar.

"HEI!!!! KALIAN PENCURI BATU PERMATA!!!" Seru seorang prajurit yang tiba-tiba saja nongol.

"Lari Ze!"

Zea diam. Dia bingung.

"Lari Ze! Sebelum prajurit yang lainnya datang! Bersembunyilah!" Seru Javas setengah berbisik.

 Kemudian Javas meladeni prajurit yang menyerangnya.

Zea akhirnya berlari menuju dapur. Dia hendak keluar menuju tempat gudang penyimpanan makanan, tapi terdengar banyak prajurit di situ. Zea memegang erat kantong batu permata itu. Posisi Zea terkunci. Zea mengedarkan pandangannya. Dia melihat di lantai dapur terdapat sesuatu yang bertutupkan kayu. Zea lantas menyingkap kayu tersebut. Ini adalah sebuah lubang. Lubang bawah tanah. Gelap. Tidak ada pilihan lain. Zea memasuki lubang tersebut dan menutupnya kembali. Dengan penuh ketakutan, zea menuruni tangga yang terbuat dari tanah. Ternyata tidak terlalu gelap, karena ada masih terdapat obor.

Zea melangkah dengan penuh kehati-hatian. Berusaha tidak menimbulkan suara. Zea mengikuti setiap jalur lubang bawah tanah ini. Lubang ini lumayan besar, Zea tidak perlu menunduk untuk berjalan. Saat Zea berbelok ke arah kiri, dia melihat 2 obor  yang saling berjejer dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Terdengar suara isak tangis. Dari suaranya, itu adalah isak tangis perempuan. Zea semakin mendekati sumber suara tersebut.

Zea terpaku atas apa yang sedang dia lihat. Di dinding tanah sebelah kanan terdapat sebuah ruangan, tidak besar. Sebuah ruangan sempit dan berjeruji besi. Ini penjara bawah tanah. Di dalam jeruji itu terdapat sosok wanita yang sedang terisak. Ketika mendengar langkah kaki Zea, wanita ita menoleh.

Zea melihat wanita dengan dress berwarna oranye, dress dengan lengan panjang. Wanita paruh baya itu bermata hazel, berkulit putih bersih, sangat cantik. Rambutnya diutupi oleh sehelai kain yang sewarna dengan dressnya. Sangat anggun. Kedua matanya sembab karena terus mengeluarkan air mata.

Tapi, siapakah dia?

DI BALIK LUKISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang