Spontan, aku menghentikan laju anak panah itu dengan kekuatanku. Cahaya kebiruan keluar menuju anak panah yang melesat. Anak panah itu patah menjadi beberapa bagian tepat satu cm sebelum mengenai tubuh Javas. Aku bernapas lega.
Kulihat siapa yang melepas anak panah tadi. Dia, jika dilihat dari cara berpakaiannya, dia sangat berbeda dengan penduduk setempat. Pakaiannya serba hitam, pakaiannya dilapisi dengan pakaian pelindung dari senjata tajam dan dipadukan dengan kain kulit, sangat keren. Dia memegang panah ditangan kirinya. Dia tampak mendekati kami. Aku terheran, para pengejar kami sontak menunduk dan mengambil posisi mundur. Ketika orang itu mengangkat tangan kanannya, sontak para pengejar kami langsung pergi melanjutkan aktivitas mereka.
Kami bertiga berdiri menunggu.
"Siapa kalian?" Nada bicaranya serius.
"Kami bukan perusak." Aku menepuk dahiku mendengar jawaban Javas.
"Eh kami dari dunia luar, sebenarnya kami disini terjebak dan sedang mencari jalan pulang."
"Apakah kekuatan biru itu dari kamu?" Dia bertanya kepadaku.
"Iya aku."
"Kalian ingin pulang?"
Kami bertiga mengangguk bersamaan.
"Ikuti aku."
Kami bertiga saling pandang, lantas membuntutinya. Aku berjalan pincang dan Zea membantuku berjalan. Kami melewati bekas-bekas perkebunan penduduk yang sekarang telah terbengkalai. Kami juga melewati area persawahan penduduk yang sekarang telah mengering. Kami juga menyaksikan sungai-sungai yang hanya menyisakan bebatuan.
"Siapa namamu?" Aku disikut Javas karena menanyakan hal ini. Tapi aku penasaran siapa dia.
"Baran."
"Ada apa sih Jav!"
"Kamu ngga sopan va, kamu liat tadi para pengejar kita begitu hormat sama dia. Pasti dia petinggi di sini." Bisik Javas.
"Umurnya ngga beda jauh sama kita lah Jav, santai aja."
Bisa kutebak, umurnya tidak beda jauh dengan kami. Dia mungkin lebih tua 2 tahun dari kami.
Javas hanya menghela napas. Sementara Zea, dia tegang dari tadi.
Kami melewati rumah-rumah penduduk dan berhenti di depan rumah paling besar. Baran mengajak kami duduk di gazebo taman yang kering di samping rumah besar.
"Aku minta maaf atas reaksi mereka tadi terhadap kalian dan maafkan aku juga tadi sempat hendak memanah kamu." Ucapnya menoleh ke Javas.
Javas mengangguk takzim.
"Sebenarnya kalian siapa?" Tanya Baran.
"Kami hanyalah anak SMA yang sedang berkunjung ke galeri di pusat kota. Ava membaca kode masuk dunia lukisan, sehingga jadilah kami di sini." Jelas Zea.
"Oh iya, perkenalkan aku Javas, Zea, dan dia Ava." Jelas Javas.
"Tidak sembarang orang yang bisa membaca kode dunia lukisan, hanya keturunan dunia lukisanlah yang bisa membuka gerbang ke dunia lukisan." Baran menoleh ke arahku. Aku kikuk, entah kenapa, dia memiliki aura yang begitu tinggi.
"Sepertinya kamu baru-baru ini menyadari kekuatanmu?" Aku hanya mengangguk.
Baran tampak menunduk sejenak, kemudian menghela nafasnya dan menatap kami bertiga.
"Baiklah, kalian pasti lelah, istirahatlah sejenak." Baran tampak pergi.
Aku meluruskan kakiku, rasanya sangat nyeri.
"Baran itu siapa?" Tanya Zea.

KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK LUKISAN
Genç Kurgu"Ava!! kamu punya kekuatan!" Seru Javas. Aku menatap kedua telapak tanganku dan rasanya tidak mungkin kekuatan itu berasal dari tanganku. Aku menggeleng ke arah Javas sambil mengerutkan dahiku. "Aku tadi melihat cahaya biru keluar dari tanganmu Va...