Lelaki Kekar

181 19 0
                                    

Lelaki kekar itu merangsek maju. Kami sekarang menghadapi lawan kami, satu lawan satu. Lelaki ini sangat menyeramkan dan sangat kuat.
Lelaki itu berlari ke arahku. Tanpa
diduga, lelaki itu melompat tinggi, mengarahkan tendangannya ke arahku. Aku menarik tubuhku ke samping. Huhhh. Untung saja, jika telat sedikit, tubuhkan entah sudah terbanting seperti apa wujudnya. Aku langsung kembali ke posisi bersiap. Posisi kuda-kuda.

Dengan jarak yang cukup jauh, lelaki itu kembali belari menyerangku. Astaga, lelaki ini berlari seperti banteng. Lelaki itu kembali mengarahkan tendangan sambil melompat. Aku menunduk serendah mungkin, hingga lompatan lelaki itu melewati badanku. Dengan cepat aku kembali ke posisi kuda-kuda. Kulancarkan pukulan tangan kananku menuju perut, tapi dengan cepat tangan kananku ditangkis. Kulancarkan langsung pukulan tangan kiriku ke perut. Namun alih-alih lelaki itu merasakan sakit, justru tanganku yang kesakitan. Lelaki itu seperti memakai baju pelindung senjata, sangat keras.

Lelaki itu melancarkan pukulannya ke mukaku. Dengan cepat, kutahan pukulan itu dengan tanganku. Lelaki itu sangat kuat. Aku tidak bisa menahan tangannya terlalu lama. Aku segera mundur ke belakang.
Lelaki itu merangsek maju, dia melancarkan tendangan ke perutku. Dia berhasil membuatku tersungkur ke tanah. Tendangannya keras sekali. Dengan gerakan yang cepat, lelaki itu berusaha menginjak mukaku, tapi aku menahan sepatu pria itu dengan kedua tanganku. Aku menahannya dengan sekuat tenaga. Kekuatan lelaki itu luar biasa. Aku menggeram.

Aku melihat sekilas, Javas, Zea, apalagi Baran sedang sibuk meladeni lawan mereka masing-masing. Aku mendorong pijakan lelaki itu ke samping. Aku langsung berguling menjauh dari lelaki itu. Lelaki itu sedikit kehilangan keseimbangannya, sehingga memberikan waktu bagiku untuk berdiri dan berlari menjauh darinya.

Aku rasa, jika aku beradu kekuatan dengan lelaki itu, perbandingannya sangatlah jauh. Aku bisa kalah dengan mudah.
Kini aku bersembunyi di balik pohon cukup besar untuk menutupi tubuhku. Lelaki itu menarik busur panahnya dan melesat mengenai pohon. Aku menarik napas lega. Untunglah. Aku mengirim serangan panah balasan, tapi lelaki itu bisa menghindarinya. Lelaki itu mulai mengejarku. Aku berlari menghindarinya, sambil mencoba melesatkan anak panahku. Lesattan anak panah berhasil membuat langkah lelaki itu terganggu untuk mengejarku. Aku bersembunyi dari balik pohon ke pohon. Lelaki itu juga melesatkan anak panahnya, tetapi untunglah panah itu selalu menancap ke pohon atau melesat mengenai udara kosong.

Namun jika selalu seperti ini, posisiku semakin terdesak. Aku tidak bisa mengimbangi kecepatan lelaki itu. Aku terus berusaha kabur dari lelaki itu, karena inilah jalan yang lebih baik dibandingkan dengan melawannya.

Kini aku bersembunyi di balik pohon. Aku berusaha mengatur napasku yang tersengal-sengal. Aku mendengar suara langkah kaki yang menginjak dedaunan kering di sampingku. Aku lantas menarik busur panahku dan mengarahkan pada sumber suara itu.

“Ava ini aku!” Seru Javas dengan suara yang lirih sambil mengangkat kedua tangannya.

Fiuuh, aku kira lelaki itu.
Sepertinya Javas memilih bertarung dari jarak jauh juga, alias dengan panah. Javas mengendap-endap dengan tangannya bersiap melancarkan panah setiap saat.

“Ava awas!!!”
Javas langsung menarik busurnya. Aku lantas menunduk. Anak panah Javas melesat di atas kepalaku.
“Arrgghh!!!” Terdengar suara dari belakangku.

Rupanya Javas telah memanah lelaki yang tadi mengejarku. Aku menelan ludahku. Syok dengan keadaan ini.
Javas segera mengajakku berlari untuk menghindari lelaki yang mengejarnya. Kami berlari dari  balik pohon ke pohon. Kami berhenti sejenak. Kami saling memunggungi satu sama lain untuk mengawasi dari segala arah. Masing-masing tangan kami siap untuk melepas anak panah kapanpun itu. Namun, tidak ada pertanda apa-apa. Kemana perginya lelaki yang mengerjar Javas itu?

“Jav, bagaimana dengan Zea?”

Aku baru menyadarinya. Sepertinya, Javaspun baru menyadarinya.

“Kita kembali ke tempat awal, tapi kita harus hati-hati.” Bisik Javas.

Kami mengendap-endap, berusaha tidak menghasilkan suara. Kami juga sesekali bersembunyi di balik pohon sebentar, untuk mengantisipasi hal buruk terjadi.

“Ava!” Javas menarikku ke belakang.

Panah melesat tepat di depan hidungku, tipis sekali. Seketika, napasku tercekat. Lagi-lagi aku lolos dari panah.
Aku menoleh ke kiri, lelaki kekar itu datang. Aku dan Javas bersembunyi di balik pohon.  Kami bergantian melepas anak panah.

“Ayok lari Va!”

Kami berlari menghindari lelaki kekar itu. Lelaki itu kini mulai memperpendek jarak dengan kami. Aku berlari paling depan, Javas di belakangku. Kami berlari sambil terus memantau di belakang kami.
Saat aku menengok ke belakang, lelaki kekar itu semakin dekat dengan kami. Lelaki itu seperti mengambil sebilah bambu yang tidak terlalu panjang, seperti suling, tapi bukan suling, masa iya di tengah siuasi seperti mau menyuling segala. Tapi lelaki itu mendekatkan bambu itu ke mulutnya. Lelaki itu meniup bambu itu. Tanpa kami duga, melesatlah panah kecil ke arah kami.

“Awas Jav!!!”

Semuanya berlangsung sangat cepat.

“Arrghh!”

Panah itu menancap di dada kanan Javas. Aku tidak mempercayai ini. Javas memegangi dadanya, meringis sakit.

“Javas! Bertahanlah!”

Aku dan Javas berhenti di balik pohon besar. Muka Javas berubah sangat pucat. Aku bingung harus bagaimana. Aku panik. Aku berusaha menghentikan lelaki yang masih mengejar kita. Aku melepaskan panah, lelaki itu berhasil menghindar dengan bersembunyi di balik pohon juga.

“Javas, kamu masih bisa berlari?”

Javas mengangguk dengan wajah pucatnya. Kami akhirnya berlari kembali. Baru beberapa langkah, Javas terjatuh.

“Javas!” Aku berusaha memapah Javas.
“Aku sangat lemas Va, kemungkinan panah ini ada racunnya.” Ucap Javas lirih.
“Bertahanlah Jav.” Suaraku bergetar, aku sangat panik.

Saat aku berusaha memapah Javas, lelaki itu tampak sudah berada di belakang kita. Gawat. Lelaki itu tampak menarik busurnya. Aku sudah pasrah dengan apapun yang akan terjadi. Sementara Javas, napasnya tersengal-sengal.

DI BALIK LUKISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang