Bab 23: Driller Thriller

775 115 17
                                    

TEROWONGAN rahasia itu mengantarkan aku dan Levi ke sudut tergelap Kota Mitras.

Hari sudah malam ketika kami naik ke permukaan. Kepala kami muncul dari sebuah gang, melewati koridor kecil yang hampir tak bisa dimasuki motor Levi. Aku masih tak menyangka dia bisa membawa motor itu ke mana pun.

Gang sepi, berbau busuk sampah. Aku tak tahu kota metropolis seperti Mitras bisa berbau kumuh juga.

Distrik kumuh tersebut diapit gedung-gedung bertingkat dua dan tiga. Gang sempit jadi tempat persinggahan kaum metropolis terpinggirkan. Aku melewati seorang lelaki asing yang sedang mengisap daun tembakau yang diisi serbuk putih. Aku tak berani bertanya apa yang sedang ia konsumsi.

Orang-orang di kota besar sangat cuek. Tak ada yang menatap Levi dengan jaket kulit hitam gelap dan menenteng dua pedang berlumur darah. Gang-gang sempit ini menjadi jalur penyelundupan Dunia Bawah dan Dunia Atas. Mungkin bagi mereka pemandangan itu hal biasa.

Selagi Levi berhenti melihat peta, aku mencabut selebaran di dinding, membaca dengan suara rendah. "Wanted, hidup atau mati, monarki menginginkan satu kepala—" Foto alfaku terpampang di sana.

Butuh waktu untukku sadar. Bulu romaku berdiri dari leher sampai ubun. Horor, aku menatap Levi.

Alfaku menatap selebaran itu dengan tampang ganjil, tetapi mengerti. Aku memutuskan untuk diam.

Levi memakai helm. "Kita bergerak cepat, segera keluar dari kota ini sebisa mungkin."

Aku mengangguk, membonceng motor dan berpegangan padanya. Levi menyetir motornya di antara gang sempit menuju jalan raya.

Mendadak aku ingin tenggelam di antara kerumunan mobil. Lampu-lampu berwarna merah bekerlip terang dan redup di sekitar kami. Kupandangi mobil-mobil dan orang yang berlalu dengan semringah. Aku tak pernah melihat pemandangan kota yang bisa hidup pada malam hari. Mitras tak pernah tidur, berbeda dengan kota kecilku Shiganshina.

Levi menyerahiku peta wisata di tengah jalan. Aku menyusuri tanda silang area tujuan kami.

INOCENCIO NIGHT CLUB.

Gedung diskotek itu berdiri di sisi kanan jalan yang dipenuhi parkiran mobil mewah. Lampu neon berbentuk INOCENCIO dengan huruf N dan C yang tidak menyala. Segerombolan pengantre berdiri di depan pintu kaca.

Levi memarkir motor di depan penjaga berbadan lebar, lalu berjalan memotong antrean panjang. Ia mengeluarkan sebuah kartu, mungkin tanda pengenal. Aku tak tahu apakah sang penjaga mengenali Levi sebagai buronan, tetapi ia membuka rantai karpet merah seolah tak peduli. Aku dan Levi masuk kelab tanpa melewati antrean.

Gedebak musik keras mengentak dari dalam gedung. Aku butuh penyumbat telinga. Aku, baru hampir tujuh belas tahun, tabu masuk kelab malam, kini menjajah koridor berneon gelap. Di sebelah toilet remang, aku melihat sepasang kekasih bercumbu secara vulgar. Aku menunduk, melewati mereka.

"Um, apa ini yang namanya kelab telanjang?" bisikku.

Alfaku menaikkan alis matanya. "Kau masih belum cukup umur untuk tahu banyak hal."

"Dan kau sudah melakukan banyak hal denganku, bukan?" kataku frontal.

Levi diam, mendorong pintu kaca menuju aula besar.

Lampu putar bekerlip tujuh warna. Asap rokok membaur jadi satu dengan tubuh bergoyang di lantai disko.

Aku seperti anak hilang, tersenggol orang-orang bergoyang, terdorong. Levi merengkuh pinggangku spontan, menahanku. Aku refleks berpegangan pada lengannya.

Neon gelap membuat tubuh-tubuh mereka terlihat seperti siluet boneka bergoyang. Jeruji besi menjulang dari lantai ke langit-langit. Posisinya di atas meja, dan di antara tiang besi itu, satu atau dua penari telanjang berlekuk, menjual posisi paling erotis. Aku terkesima.

X [RivaEre Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang