LAWANKU membuka mulut. Deretan giginya berantakan seperti bilah-bilah kaca di atas pagar berduri.
Zombi peliharaan Dario menerkamku dengan kecepatan tinggi.
Aku mundur sampai punggungku membentur pagar kawat. Levi tepat di belakangku, aku tak sempat melihat bagaimana wajah. Hanya mendengar teriaknya.
Eren!
Aku memanjat, berpegangan ke pagar di belakangku. Kaki berputar, ujung sepatuku menghantam pipi zombi itu. Bilah pisau yang diselipkan Levi mencuat, mengoyak kulit busuknya dengan goresan panjang.
Zombi itu meraung dan mundur beberapa langkah. Awal yang baik!
Dia pulih, menerjangku lagi.
Aku melompat turun dari pagar kawat. Menghindar tepat waktu sebelum ia menangkapku. Zombi itu menabrak pagar.
Sorak penonton mendengingkan telinga. "Bunuh! Bunuh! Bunuh!"
Langkahku tak tentu arah. Aku berlari memutari arena. Mengulur waktu. Mengulur waktu. Lima belas menit mengapa selama itu?!
Zombi atletis punya sedikit otak. Dia tidak menyerangku seperti zombi gila. Dia tahu aku berlari melawan arah jarum jam, maka dia berlari searah jarum jam. Aku dihadangnya. Aku mengepalkan tinju, mencoba menusuk perutnya.
Dia menangkap tinjuku.
Aku membeku.
Dia menarik tanganku, melempar tubuhku menubruk pagar kawat. Kepalaku berputar. Aku merosot jatuh.
Jerit penonton menggaung.
Zombi tidak memberiku kesempatan menarik napas. Dia mengejarku. Sikut tajam menghantam rahangku. Aku terlempar lagi, berguling di atas lantai berdarah arena. Telingaku tuli sebelah.
Samar-samar aku melihat Levi di luar pagar. Intens. Aku tak pernah melihat wajahnya setegang itu.
Levi, alfaku, sedang menontonku.
Zombi datang menerkam. Aku berguling, menyeret kaki di lantai, mengoyak tumit zombi itu dengan bilah tajam.
Seruan penonton mendengingkan telingaku lagi.
Lawan terjatuh. Aku melompat bangun, menendang sekuat yang kubisa ke perutnya. Ujung tajam sepatuku mencabik perutnya yang keras. Dia menjerit.
Aku bangun dan segera berlari. Dia menangkap tumitku sambil meraung murka. Aku terempas, tubuhku terseret di sepanjang arena. Aku meronta keras, membuat cakaran panjang di atas tanah.
Penonton bersorak, menikmati penderitaanku.
"Bunuh!"
"Cabik!"
"Habisi dia!"
Zombi petarung membawaku ke salah satu sudut pagar kawat, di mana majikannya Dario bisa menonton jelas. Aku menendanginya. Dia menindihku, mencabik pakaianku, cakarnya menembus ke dalam daging.
Aku menjerit sakit, heboh meronta dalam sanderanya. Panik, aku menekan-nekan kepala sabuk dari Levi. Jarum beracun tergelincir sia-sia dari jariku yang licin.
Zombi menarik pergelangan tanganku, memelintir, meremas keras. Aku meronta kasar. Jeritanku memekakkan gendang telingaku sendiri.
Tawa keras terdengar dari kubu Dario.
Zombi ini tak langsung memakanku, tetapi membiarkanku menggeliat melepaskan diri. Dia terlatih untuk menyiksa.
Tinjunya mengepal. Tulang jari separuh mencuat dari balik kulitnya yang busuk. Tinjunya menusuk perutku. Aku terbelalak.
KAMU SEDANG MEMBACA
X [RivaEre Fanfiction]
ActionProsesnya menahun. Bertahap, bertingkat, berlanjut tanpa jeda. Saat terjadi, segalanya berlangsung cepat. Tidak ada pernyataan ofisial. Namun, mereka sepakat menamainya Peristiwa X karena huruf X tersebar di mana-mana; di dinding, besi tiang jemuran...