KAMI bisa mendapatkan apa pun di HOMETOWN, apa pun selain informasi dari dunia luar.
Pada akhirnya, tak ada bedanya tempat ini dengan Shiganshina dan Mitras. Warga dikurung di dalam sangkar megah tanpa boleh mengetahui dunia luar, selama Zeke atau monarki masih mengontrol segalanya.
Eren terbangun pada pagi yang gelap, bercerita kepadaku bahwa ia bermimpi buruk semalam. Aku tidak tahu manakah yang ia sebut mimpi buruk—yang nyata atau yang di dalam tidurnya? Mungkin keduanya.
Dalam beberapa jam tidurnya yang menyakitkan, Eren bermimpi tentang Zeke. Pemimpin keji itu datang berkunjung ke bukan ke kamar hotel kami di HOMETOWN, melainkan ke rumah kami di Shiganshina.
Eren melihat Zeke duduk tegak dan masih terlihat muda. Ia menempati sofa kecil tempat Grisha biasa duduk membaca koran. Zeke datang ke rumah untuk bertemu Paman Grisha.
Apakah itu pernah terjadi, Mikasa? Eren bertanya kepadaku yang kebingungan. Apakah benar Zeke pernah berkunjung menemui Paman Grisha di Shiganshina ketika kami masih kecil?
Aku tak pernah melupakan setiap bagian kecil kehidupanku bersama Eren di Shiganshina. Namun, tentang Zeke yang bertamu ke rumah kami, aku tak pernah mengingatnya. Apa pun itu, Eren merasa sangat tidak nyaman dengan mimpinya. Begitu pun aku. Oleh sebab itu, kukatakan kepada Eren bahwa mimpinya tidaklah nyata. Zeke yang mengenal Grisha dan pernah menjejakkan kaki di rumah kecil kami tak mungkin pernah terjadi, hanya dalam mimpi buruk saja.
Mimpi buruk yang semalam usai.
Mimpi buruk hari ini berlanjut.
Tepat sebelum pukul dua belas siang, ketika aku dan Eren menghabiskan tuna kalengan yang hanya sisa beberapa sendok, seorang pria alfa datang. Dia adalah salah satu dari "anak-anak" Zeke. Dia meminta kami berkemas, meninggalkan televisi dan pemutar film, dispenser, buku-buku, kulkas, alat penyaring air, kudapan kedaluwarsa, dan meminta kami melupakan semua perlakuan istimewa itu.
"Menurut Zeke, kalian sudah tak pantas lagi untuk tinggal di kamar ini."
Eren mendelik tajam. "Kenapa tak kauusir saja kami dari perkemahan ini?"
"Cepat atau lambat," ujar pria itu.
Pria itu menggiring kami dengan senjata api ke lapangan terbuka. Masih jauh lebih baik dari dugaanku sebab kupikir kami akan digiring ke penjara freezer.
Di lapangan ini, kami bergabung bersama puluhan keluarga penyintas yang menghabiskan keseharian mereka di tenda. Sekarang kami tahu mengapa mereka menutup mulut dan memandang sebelah mata kepada kami yang tinggal di gedung. Mereka adalah warga yang tersingkirkan bagi Zeke.
Kami memasang tenda lipat tak jauh dari tong berapi. Di dalam tenda, kami menyalakan lentera berbaterai. Aku dan Eren menggosok tangan bersamaan. Kutatap Eren dalam keheningan dan ia menatapku balik.
Eren tak perlu bicara. Aku tahu akhirnya ia telah mencapai kesadaran.
Kami harus pergi dari tempat ini.
Firasat burukku tak pernah salah bahwa HOMETOWN bukanlah tempat yang baik. Eren memelankan suaranya setaraf bisikan, bicara dengan napas memutih. Malam ini juga, ia merencanakan kabur. Malam ini juga, kami ingin membebaskan Kakek Arlert dari penjara dan bersama-sama keluar dari neraka.
Annie berkunjung ke tenda saat kami sedang membicarakan cara melarikan diri terbaik. Ia datang membawa selimut tebal dan peralatan memasak outdoor untukku dan Eren.
"Apa apa dengan kalian?"
"Beginilah yang terjadi ketika kami membuat pemimpinmu sakit hati," kataku.
Annie menyipitkan mata. "Yeah, Mikasa. Kau tak akan bisa mempertahankan diri dengan cara melawan orang paling berpengaruh di perkemahan ini. Berpikirlah dengan lebih cerdas. Bisa saja mereka meletakkanmu di lapangan di luar gerbang."
KAMU SEDANG MEMBACA
X [RivaEre Fanfiction]
ActionProsesnya menahun. Bertahap, bertingkat, berlanjut tanpa jeda. Saat terjadi, segalanya berlangsung cepat. Tidak ada pernyataan ofisial. Namun, mereka sepakat menamainya Peristiwa X karena huruf X tersebar di mana-mana; di dinding, besi tiang jemuran...