Bab 28: Reunion

415 101 12
                                    

AKU lupa waktu.

Tidak tahu sudah berapa lama aku mendekam di dalam gedung konveksi ini. 

Mungkin tiga atau empat hari.

Levi belum juga bangun. 

Aku sibuk mengawasi setiap geriknya. Apakah dadanya masih naik turun? Apakah kelopak matanya masih bergerak? Ketika kulihat masih, aku mendekat, menyandarkan kepalaku di dadanya.

Kucengkeram jaket kulit Levi yang bernoda darah. Kucengkeram kuat sampai kulit di bawahnya ikut tertarik. Berharap ia bangun.

Aku pernah mati satu kali. Tidak apa aku mati sekali lagi untuk menukar nyawa dengan Levi. Andaikan bisa.

Esoknya alfaku demam tinggi sementara aku sibuk mencari makan dan minum. Ada swalayan dan apotek beberapa blok dari gedung tempatku bersembunyi. Aku bergerak pada malam hari.

Mengendap keluar dari pabrik kecil, kututup pintu ruangan Levi rapat-rapat, memalanginya dengan sebilah kayu.

Kelompok mantan bawahan Levi, para manusia kanibal biadap, masih berkeliaran di sekitar gedung itu. Kini aku lebih mewaspadai mereka ketimbang mayat hidup tak berotak.

Berbekal pisau militer pemberian Levi, aku berjongkok di balik gang kecil, memakai tudung jaketku.

Malam itu, bulan menanjak di atas kepala. Bulat putihnya membikin bayangan redup di atas aspal. Tak bersahabat. Cahaya terangnya kurang bisa mengamuflase gerak-gerikku.

Terdengar kasak-kusuk suara manusia. Mengintip, kulihat seorang pembegal berpatroli. Dia berdiri membelakangiku.

Kucabut pisau. Menahan napas, mengendap, aku melompat untuk memeluk punggung tubuh laki-laki itu.

Dia tidak sempat bersuara, tercekik. Aku menusuknya tepat di bagian leher belakang. Dia ambruk perlahan, menelungkup di tanah.

Aku baru mengembuskan napas setelah yakin dia sudah mati.

Kakiku dan tanganku gemetar hebat, aku membiarkannya. Kelompok biadab dari Dunia Bawah, orang-orang monarki di Dunia Atas, dan mayat hidup tak ada bedanya. Aku harus membunuh banyak dari mereka jika perlu. Aku tak boleh takut dan ragu pada apa pun.

Aku mengendap dari gang ke gang, mengawasi sekitarku. Samar-samar suara mayat hidup datang dari kiri. Terdengar pula langkah kaki dari kanan. Instingku menajam. Aku menunggu, tetapi tak siapa pun yang tampak dari sudut pandangku.

Keluar dari gang, aku menengok swalayan kecil tepat di seberang tempatku bersembunyi. Jalan raya membentang. Aku tak bisa sembarangan lewat tanpa ketahuan.

Sesaat kemudian, kulihat mayat hidup sedang berjalan kaki. Gerakan pelan, tak tahu cara bersembunyi, hanya akan bertingkah agresif jika melihat manusia.

Monster itu berjalan melintas di depanku. Aku diam, tahan napas. Kuamati geraknya.

Dia menelengkan kepalanya yang semiputus, menatap ke arahku. Aku lupa dia bisa mencium keberadaanku walau dalam gelap.

Shit.

Dia berjalan ke arahku, menyeret kakinya yang sudah terluka karena pecahan kaca. Aku mundur lagi ke dalam gang.

Tembakan menggema.

Zombi itu ditembak seseorang tepat di leher. Dia ambruk sebelum berhasil mencapaiku.

Jantungku berdebar keras. Siapa yang menembak?

Seorang manusia kanibal berjalan ke jasad mayat hidup, menendang pelan. Senapannya berasap. Dia penembaknya. Aku sudah menduga mereka terus mengawasi jalan raya dan blok tersebut. Aku tak mungkin bisa menyeberang ke swalayan.

X [RivaEre Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang