Bab 19: Grease the Wheels

587 132 12
                                    

SETENGAH JAM mendekam di dalam lift bawah tanah yang terus turun.

Sepuluh menit lewat.

Lift berhenti dengan guncangan pelan. Aku sudah bersiaga duduk di atas motor. Dagu Eren bersandar di pundakku.

Aku masih melihat gelap hingga jeruji besi tiga lapis itu membuka. Koridor sunyi berdinding baja menyambut. Inilah portal pendek menuju kota bawah tanah kekuasaanku.

Koridor berlampu redup, tanda listrik masih berfungsi. Tak ada jejak kaki berdarah atau polesan cat merah di dinding. Tak ada tanda silang membentuk grafiti di tembok.

Tak ada siapa pun.

Kamera CCTV dan pengeras suara berkedip merah di ujung lorong. Aku tahu ada orang yang sedang memonitori.

Aku mengegas motor keluar dari lift. Aliran udara bawah tanah menyambut dengan bau busuk parit bekas pembuangan Poison Apple. Tumpukan kardus menghalangi sepanjang koridor, kutendangi sambil melirik tajam CCTV. Tak ada suara sambutan untukku dari mikrofon.

Kuletakkan telapak tangan di atas konsol akses di samping pintu baja yang terkunci. Pemeriksaan saraf mata, sidik jari, struktur gigi. Layar monitor berkedip biru mengonfirmasi. Data nama dan wajahku muncul di monitor.

Ada yang aneh. Sekilas sebelum monitor menggelap, muncul vektor bergambar tikus, bergerak maju mundur seperti zombi bersanggama.

Aku terdiam sebentar.

Pintu gerbang terbuka. Jalan kecil membawaku ke gang sempit kumuh pertokoan bawah tanah.

Gelap. Jika di atas sana langit senja benderang, malam abadi bagi penghuni di bawah tanah. Di sebelahku berdiri toko makanan hewan dengan kotoran berkumpul di halaman. Botol-botol bir dengan penutup berulir berserakan di pinggir jalan. Di sebelahnya ada restoran siap saji yang meniru eksterior restoran Poison Apple. Kedai kecil itu sunyi dan berbau keju busuk, walau semestinya kota bawah tanah tak pernah berhenti beroperasi.

Sebagian gedung menyala dengan lampu terang, sebagian lagi gelap gulita.

In-ear earphone kupasang di telinga. Aku mencoba menghubungi wakilku, reguku. Apabila komunikasi dengan dunia atas tertutup, aku punya komunikasi tidak terbatas di bawah tanah.

Petra Ral tidak menjawab. Isabel Magnolia juga tidak menjawab.

Komunikasi menyambung dengan bunyi berkerisik. Mereka tidak memegang transceiver atau mungkin menggantungnya karena suatu sebab sehingga aku tak bisa menghubungi. Komunikasi rahasiaku disadap oleh seseorang. Sesuatu yang belum pernah terjadi.

Jalan raya bawah tanah dalam diam. Tak seorang pun berlalu lalang. Jam baru menunjukkan pukul delapan pagi di atas permukaan tanah. Kesunyian kotaku tak wajar.

Lembaran brosur terserak seperti guguran daun kering. Sebagian besar terpampang di sepanjang dinding pertokoan, toko hewan, toko segala macam bisnis ilegal, dan pagar kawat.

Kupungut sehelai brosur. Tulisannya besar dengan sebuah foto berwarna.


WANTED

HIDUP ATAU MATI

MONARKI MENGINGINKAN SATU KEPALA

HADIAH:

KAU AKAN DIHARGAI DENGAN SANGAT PANTAS
BIAYA SEUMUR HIDUP TINGGAL DI DUNIA ATAS


Kolom besar memuat foto sang buronan: wajahku. Tak perlu lagi menulis namaku.

Monarki menjamin biaya seumur hidup untuk memburu kepalaku. Tak ada lelucon yang lebih mengocok perut.

X [RivaEre Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang