'11

1.1K 187 45
                                    

Setelah kemarin malam bertemu dengan orang tua Jeci, paginya Targa kembali ke markas untuk melanjutkan pekerjaannya. Semalaman dia dimarahin Ibu habis-habisan perkara Jeci.

"Tumben nggak bawa Jeci, Ga." Tanya Yuda.

Semua teman Targa belum ada yang tau tentang masalah Targa dan Jeci.

"Udah di jemput orang tuanya." Jawab Targa singkat.

"Maksudnya Bang?" tanya Enzy duduk di hadapan Targa dengan wajah bingung.

Tadi Enzy lagi belajar gitar sama Yadi, pas dengar omongannya Targa, ia langsung menghampiri Targa, di ikuti Yadi juga yang penasaran.

Targa mulai menjelaskan masalah yang kemarin. "Kemarin gue pulang karena di telpon Julian, disuruhnya bawa balik si Jeci. Nah gue bawa balik dah tuh cewek ke Apartemen. Niatnya gue mau istirahat karena seharian bersih-bersih toko. Tapi si Jeci malah ngeribetin, gue diminta bikinin susu, tau aja gue cape dia malah maksa-maksa."

"Karena kagak bisa istirahat, terus gua juga udah keburu emosi banget sama dia, gue kunciin dari luar, gue tinggalin dia dirumah sendirian. Makanya kemarin gue tidur disini, karena pusing sama Jeci. Terus pas besoknya seharian gue sama kalian kan, gue lupa ngunciin Jeci dirumah selama itu, terus ponsel juga gue matiin. Pas gue aktifin ponsel, Ibu ngechat. Dia tau gue ngunciin Jeci dirumah sendirian, nah dari sana gue baru ingat, makanya langsung buru-buru pulang."

Targa menjeda ucapannya, ia mengambil nafas untuk melanjutkan. Enzy, Yuda, Yadi masih setia menyimak, bahkan Arsen dan Jidan ikut bergabung.

"Gue langsung kerumah Jeci, soalnya kata Ibu Jeci di bawa pulang sama orang tuanya. Pas gue kerumah orang tua Jeci, yang bukain pintu pembantunya. Terus kata pembantunya, gue disuruh Papinya Jeci, ketemuan sama dia pas malam."

"Singkat cerita, pas malam gue ketemuan sama orang tuanya Jeci, gue bawa Ibu karena di suruh. Kami ketemuan di restoran yang waktu gue sama dia di jodohkan. Di sana Papinya Jeci bilang kalau Jeci bakalan tinggal sama mereka lagi selamanya dan kagak mau mempertemukan gue sama Jeci lagi. Papinya juga bilang kalau dia yang akan urusin gimana nasib pernikahan gue sama Jeci, kayaknya bakal cerai dah, akhirnya." Di akhir ucapannya Targa bernapas lega.

Kelima teman Targa langsung menatap Targa tak percaya, bahkan mulut kelimanya pada terbuka semua.

"Ga, serius lo kunciin Jeci seharian?" tanya Jidan.

Targa mengangguk anteng, seolah mengunci seseorang adalah hal biasa.

"Bego anjing! kalau mau cerai jangan kayak gini caranya Ga, lo kan bisa selingkuh." Umpat Yuda dengan emosi.

"Sama aja tolol." Cecar Arsen ke Yuda.
"Ga, biarpun Jeci umurnya sudah dewasa, tapi jiwanya masih bocah Ga. Lo nggak seharusnya kunciin dia dirumah. Lo nggak mikirin setakut apa dia pas itu?"

"Gini Ga, lo pernah kesal kan sama orang tua yang sering ngunciin anaknya kalau buat masalah. Lo pernah bilang kan kalau tuh anak bisa trauma ntar gedenya. Nah Jeci juga bakal kayak gitu. Bukan cuma anak-anak, orang dewasa aja kalau di kunciin bakal ketakutan." Tutur Arsen.

"Lo lupa niat lo buka usaha buat nafkahin Jeci?" tanya Jidan menatap lekat temannya yang bego, siapa lagi kalau bukan Targa.

"Gue ingat Dan. Tapi kan waktu itu gue khilaf karena gue lagi cape banget. Dianya malah nggak paham, kalau dia bisa ngertiin gue sedikit aja, gue nggak mungkin kebablasan gitu." Ucap Targa membela diri.

"Nggak harus di kunciin juga Ga. Lo kan bisa bilang ba──"

"Gue udah bilang baik-baik Dan! tapi orang kayak dia mana paham, efek dari kecil sampai gede di pakein baby sitter!" Targa langsung memotong ucapan Jidan.

JeciTargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang