'60

904 144 69
                                    

"Je!"
"Nggak usah aneh aneh!"

"Sekali aja plissss."

"Aku bilang jangan ya berarti jangan Je."

"Sekali aja Om plisss."

Targa membuang nafasnya dengan gusar. Udah jam 10 malam ia di pusingkan dengan permintaan Jeci yang aneh, mana kedua Art nya udah pada pulang lagi, jadi nggak ada yang nenemin dia hadapin ke tantruman Istrinya.

Masa tiba-tiba Jeci mau loncat, ia sih permintaan yang wajar. Tapi disini Istrinya lagi hamil besar!!!! Usia kandungan Jeci sudah masuk 9 bulan 2 minggu lebih.

"Nggak usah aneh aneh sayang."
"Sekarang kamu Istirahat dulu, aku bikinin susu, terus kita tidur."

"Ihh Om mah!! dedeknya yang minta ini tauuu!!" Gerutu Jeci sambil menghentakkan kakinya.

"Eh kakinya!" Tegur Targa.

Jeci duduk dikasur dengan ekpresi wajah yang cemberut. "Kemarin aku mau lari larian, nggak dibolehin juga. Sekarang aku mau loncat sekaliiiii ajaaaaa nggak dibolehin juga. Ngeselin banget sih!!! Ini kan dedeknya yang mintaa!!"

Targa mendekati Istrinya, ia duduk di samping Jeci yang lagi melipat tangannya di dada.

"Aku tau itu kemauan kamu sendiri. Coba jujur sama aku, kenapa tiba-tiba kamu pengen loncat?"

"Loncat kecil aja Om!!"

"Tetap aja nggak boleh Jeci. Loncat kecil kah, loncat sedang kah, loncat besar kah, tetap nggak aku bolehin."

"Coba jawab itu pertanyaan aku."

Bibir Jeci mengerucut. "Kata Reja melahirkan sakit banget Om. Satu dedek aja sakit katanya, apalagi 2 dedek, aku takut Om. Makanya aku pengen loncat biar dedeknya langsung keluar gitu."

Targa mengusap wajahnya kasar, sungguh ia tak bisa berkata-kata lagi. "Sayang, Reja aja cowok, belum nikah lagi. Gimana dia tau kalo melahirkan itu sakit?"

Targa mengusap lembut punggung tangan Istrinya. "Lagian belum tentu pas kamu loncat dedeknya langsung keluar gitu aja. Yang aku takutin, kalo calon anak kita hilang kaya dulu lagi, kamu nggak mau kan kaya gitu?"

Jeci menggeleng pelan yang berarti ia nggak mau kejadian dulu terulang kembali.

"Pinter." Dengan lembut, Targa usap rambut Istrinya. "Sekarang kamu baring dulu ya, aku bikinin susu bentar, terus kita tidur."

Targa membantu Istrinya untuk berbaring.

Bikinin susu untuk Jeci nggak perlu pergi ke dapur. Targa sengaja menyuruh Art nya untuk menaruh bubuk susu ibu hamil, gelas khusus Jeci dan air panas di dalam kamar. Soalnya Targa nggak mau kalo dia lengah sedikit aja, Jeci malah ngelakuin hal yang di luar nalar.

Semenjak hamil, pikiran Jeci itu selalu di luar nalar. Dia pengen mencoba hal yang antimainstream. Makanya Targa nggak boleh ngebiarin Jeci sendirian. Kalo semuanya ada di dalam kamar kan dia enak bisa mantau Istrinya langsung.

"Nih susunya." Targa membantu Jeci untuk bersandar di sandaran kasur, agar Istrinya bisa nyaman minum susunya.

Setelah selesai meminumnya sampai habis, Targa menaruh gelasnya di atas meja.

"Om beneran nggak sakit kan pas keluarnya?" Tanya Jeci sambil menggenggam tangan Targa.

Bukannya menjawab, Targa malah melontarkan pertanyaan balik ke Jeci. "Kamu sayang nggak sama dedeknya?"

"Sayanglah."

"Kalo sayang, pasti rasa sakitnya itu bakal terganti dengan rasa sayang yang selama 9 bulan ini kita menunggu kehadiran anak kita."

JeciTargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang