20. 🥢🍢

16 2 1
                                    

🥝🥝🥝🥝🥝🥝🥝

Sabtu paginya, Abigail datang dengan membawa berbagai macam makanan ringan yang di beli nya dari supermarket dekat sini untuk kakak sepupunya itu. Ini masih jam 7 pagi, Alya heran sendiri sama adiknya entah jam berapa dia berangkat dari rumah.

Alya mempersilahkan Abigail masuk.

"Bi, udah bilang kan kalo mau kesini?" tanya Alya berjalan beriringan dengan Abigail menuju dapur.

Abigail menoleh sambil mengangguk. "Udah."

Cowo itu pun menatap meja makan yang penuh dengan box frozen food yang sudah siap di bawa. "Ngelakuin ini semaleman? Sampe 2 box gitu."

"Iya abisnya gabut,"

"Terus gunanya gue disini buat apa kak Alya?"

"Ya nanti pasti ada aja butuh bantuan lo kan...?"

"Ish, padahal gua mau bantu nusuk-nusukin,"

Alya mendengus geli. "Masih ada tuh di kulkas, kalo mau nusuk-nusukkin."

"Emang mau berapa box?"

"3 box rencananya,"

"Tapi itu masih ada 2," tunjuk Abigail.

Alya berjalan membuka kulkas. Membawa box frozen food yang belum di tusuki ke karpet yang ada di ruang tamu. "Ambil tusukannya di laci atas, Bi!"

Abigail menengok ke laci atas dekat cuci piring. Tidak perlu berjinjit karena dia sangat tinggi. Setelah mendapatkan tusukannya, dia berjalan menyusul dan duduk bersama Alya.

"Jadi bawa 3 box dong?"

"Iya... kalo nanti ngga habis buat besok lagi, katanya lo mau bantu tusuk-tusuk."

Abigail terkekeh pelan. "Asik asik,"

Cowo itu langsung mengambil satu tusukan dan sosis dari kotak box yang sudah di buka Alya, lalu menusuknya. Alya melihat Abigail tertawa pelan. Mengambil alih sosis yang baru saja di tusuk Abigail karena kulit dari sosisnya belum di buka.

"Gua ngga tahu kalo kulitnya di buang," gumam Abigail. "Gua makan sosis langsung aja gitu, kak."

"Ini sosis satu kemasannya 20 ribu, Bigel," geram Alya. "Jangan di samain sama yang biasa lo makan."

Abigail cengegesan, menggaruk kepalanya tak gatal. "Ya, gue kan ngga tahu kak."

"Pokoknya kulitnya di kupas dulu," Alya mengambil gunting di meja dekat dia duduk. "Kalo ngga gua aja deh yang kupasin, lo yang tusuk-tusuk."

"Boleh-boleh."









Suasana hening cukup lama.

Dari keduanya sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Sampai pada akhirnya...

"Kak," panggil Abigail. "Gua seneng bisa deket sama lo."

Alya mendongak, lalu menunduk kembali sambil tersenyum kecil.

"Gua dari dulu pengen kita deket karena gua pengen punya kakak,"

"Dan... keinginan lo kewujud."

"Lo ngga risih kan, kak, kalo gue deket terus sok akrab sama lo?"

Alya menatap adik sepupunya itu, lembut. "Kenapa harus merasa kalo gue risih, Bi? Gua juga seneng ada lo,"

Abigail mengedikkan bahu. "Ngga tahu."

"Ngga usah di pikirin terlalu jauh," Alya melanjutkan kegiatannya. "Lo baik, dan udah gua anggep adik sendiri."

Abigail diam-diam menahan senyum. Hatinya sangat bahagia dan nyaman karena hal ini. Hal kebersamaan mereka. Abigail benar-benar butuh sosok Alya untuk menjadi kakaknya tempat dia mengeluh, susah dan senang.

Who Am I? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang