39.

13 3 2
                                    

🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊

Theo tertawa terbahak-bahak saat mendengar lawakan garing Keynzo yang bilang jika dulu ia pernah makan rumput, tanah, juga bunga. Namun, tawanya berhenti saat notifikasi ponselnya berbunyi.

Dahinya berkerut ketika membaca pesan Alya yang tertera jelas di kolom pesan yang ia sematkan.


🚫 This message was deleted

🚫 This message was deleted


Theo : sayang...

Theo : kenapa bub?


Tidak ada balasan selama 15 menit. Theo pun kembali mengiriminya pesan, namun ia tidak mendapatkan balasan lagi padahal seharusnya pesannya masuk dan sudah di baca.

"Napa muka lu panik?" tanya Marvel, orang pertama yang menyadari perubahan di wajahnya.

Theo beranjak mengambil kunci motor dan jaket. "Cabut bentaran,"

"Kemana dah?"

"Adisty,"

Jean dan Keynzo saling bertukar pandang. Sementara, Marvel merengutkan wajahnya. "Adisty siapa dah?"

Theo berlari turun menggunakan tangga darurat karena lift penuh dan ia rasa agak lama turun dengan alat bantu itu. Matanya terus menatap aplikasi Zenly untuk mencari letak keberadaan Alya dan untungnya lokasi Alya menyala jadi setidaknya Theo tahu lokasinya berada untuk ia datangi.

"Kamu kenapa bub...?" gumamnya naik keatas motor dan memakai helmnya, tidak lupa menyalakan interkom siapa tahu Alya menelfon.

Motor pun segera keluar untuk menuju lokasi Alya yang terletak di halte bus mall di daerah Senayan.

"Sumpah anj banget sih," geramnya ketika ada motor yang menyalipnya tanpa aba-aba, hampir menyerempet spion. "Woy anjing!" serunya tak terima sambil membuka kaca helmnya.

Theo tidak tahu kenapa ia harus semarah ini. Sekarang ia hanya tidak suka perjalanannya di ganggu oleh orang sekitar yang mungkin tadi tidak sengaja hampir menyenggol spion motornya.

"Maaf bang──" Belum sempat pengendara tersebut meminta maaf lebih lanjut, Theo lebih dulu memukul helmnya.

"Goblok ngga usah nyetir kalo ngga bisa naik motor bangsat!" bentaknya persis seperti Jean kalo lagi marah sama pengendara jalan yang mengganggu perjalanannya.

Setelah 20 menit lamanya, Theo akhirnya sampai di halte bus, titik dimana Zenly Alya berhenti. Ia memarkirkan motor di tepian, kemudian turun dari motor sembari melepas helm. Lalu, berlari mencari Alya di penuh kerumunan orang-orang pulang dari kantor.

Kepala Theo menoleh ke kanan dan ke kiri, kakinya terus berjalan mencari-cari. Ia begitu kesulitan mencari siluet Alya yang ia kenal. Hingga pada suatu titik, Theo melihat Alya berdiri menunduk di sudut kerumunan dengan bahu yang sedikit bergetar.

"Bub..." Theo berlari kearah Alya dan langsung memeluknya erat.

Di saat itulah, air mata Alya kembali tumpah dengan deras. Kedua tangannya mencengkram belakang jaket Theo dengan suara tangisan yang sesenggukan.

"Kenapa sayang?" tanya Theo jadi ikut merasakan sedih, hatinya tersayat entah kenapa.

"Aku── ngga mau ketemu papah──," Alya kembali menangis, tidak sanggup untuk berkata-kata apalagi menyebutkan nama kedua orang tuanya.

"Theo── jangan pergi──" pintanya sesenggukan.

"Aku disini sayang," Theo mengelus rambutnya perlahan dan semakin membawa Alya masuk ke dalam rengkuhannya.

Who Am I? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang