"Kak... lo baik-baik aja?" tanya Abigail menatap kasihan Alya.Mereka berdua saat ini berada di kost Alya. Tadi siang Alya di antar Theo untuk kembali tinggal di kost sesuai apa yang di minta Alya sendiri.
Alya mengangguk. "Gua oke."
"Rumah kacau kak kondisinya," ujar Abigail. "Semua pada diem-dieman."
"Kakek baik kan?"
Abigail mengangguk pelan. "Baik."
"Lo kesini naik apa?"
"Mobil," Abigail menatap kost Alya yang sepertinya agak berantakan. "Tumben kurang rapih,"
"Gua ngga tinggal disini seminggu lebih," balas Alya beranjak untuk membereskan buku-buku yang ada di meja. "Bi... kalo kita bukan keluarga lo tetep anggep gue kakak lo kan?"
Abigail menautkan alisnya. "Iya lah."
Alya tersenyum kecil. "Papa sama mama di rumah kakek atau di rumahnya sendiri?"
"Semenjak kejadian itu semua sama kakek di kumpulin di rumah kakek, jadi semuanya pada tinggal di rumah kakek."
Alya meletakkan buku novel di atas meja. Ia membalikkan badan menatap Abigail. "Anterin gue ke rumah kakek ya..."
Sesampai mereka berdua di rumah utama Anderson. Alya dengan perasaan yang sudah jauh lebih tenang melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Alya sempat bertegur sama dengan para Art disana. Abigail setia menemaninya dengan selalu ada di sebelahnya.
Semua anggota keluarga yang kebetulan sedang duduk saling diam di ruang keluarga menoleh ke arah Alya semua.
Caitlin menatap Alya tak suka. Sedangkan, mamanya menatap Alya merasa bersalah. Mau bagaimana pun, dia adalah putrinya.
"Kamu kemana aja, nak?" Kakek langsung memeluk Alya. "Kakek khawatir sama kamu,"
Alya membalas pelukan dari kakek. "Aku baik-baik aja, kakek gimana sehat?"
Kakek mengangguk senang. "Sehat sehat. Duduk dulu duduk."
Alya pun duduk di tengah-tengah mereka. Cewek itu menunduk sambil menautkan kedua tangannya di sela-sela kakeknya yang heboh dengan kedatangannya.
"Aku mau keluar dari keluarga ini," Alya mendongak menatap papa dan mamanya yang termangu. "Aku ngga mau jadi anak papa dan mama."
Semua keluarga sudah pasti terkejut dengan kalimat yang di lontarkan Alya.
Caitlin mendengus sebal. "Lo kurang ajar atau gimana?"
Alya mengangguk menyetujui. "Iya, gua emang kurang ajar."
Kakek termangu sesaat. Abigail langsung menghampiri kakek dan memberinya ketenangan.
"Aku ngga mau hidup dalam tekanan keluarga, Pah." Alya menatap papanya yakin, meski suaranya sudah bergetar. "Dari dulu aku ngerasa emang selalu ngga di anggap sama papa dan mama, jadi aku minta sekarang sama papa dan mama ngelepas nama Anderson dari nama aku."
Papa menunduk dalam diam. Egonya sebagai seorang ayah memang di obrak-abrik oleh anak keduanya namun Dave tidak bisa melawan.
"Dulu aku gapapa kalo emang papa sama mama memperlakukan aku beda dari Caitlin. Meski, jujur aku selalu iri. Tapi aku selalu milih opsi baik alasan dari kalian yang selalu membedakan aku."
Alya menghembuskan nafasnya berat. Dia menghapus air matanya yang jatuh.
"Tapi respon kalian waktu itu buat aku sadar kalo emang aku salah. Salah karena aku selalu milih opsi baik untuk kalian padahal kalian sendiri emang ngga sayang sama aku."

KAMU SEDANG MEMBACA
Who Am I? [END]
Teen Fiction── ALYA THEO There is no way for us Because, All the pain with us ©2023 / Kookiesbyjein noted : guys aku berterima kasih banyak bagi kalian yang sempetin waktu untuk baca dan ngasih vote di setiap chapternya dan ini beneran murni cerita karangan aku...