Max baru saja tertidur, perlahan kutarik selimut Max menutupi bahunya. Aku ingin mencium Max tetapi takut membangunkan putraku. Alhasil aku hanya duduk di pinggir ranjang Max.
Max ... kamu selalu tanya Papa kemana ... dan Mama selalu jawab Papa pergi. Kamu tanya, kapan Papa pulang dan Mama cuma bisa jawab, Mama enggak tahu.
Sekarang, Papamu ada. Di Jakarta. Di kantor Mama ...
Kalimat berikutnya tidak sanggup kukatakan. Kupejamkan mata. Sekejap kejadian yang lalu kembali bak gulungan film kuno.
***
Semulanya berawal sembilan tahun lalu. Kalau kata orang ada yang namanya meet cute, adegan sweet lambang cinta sejati, pertemuanku dan Jason tidak begitu.
Kami tidak tabrakan di tengah mal yang wangi. Atau dia menolongku ketika ketinggalan payung. Boro-boro.
Jason menemuiku ketika aku masih mahasiswi tingkat akhir. Ketemu di kantin kampus. Dikenalkan oleh temanku yang ngakunya kasihan melihatku jomblo. Namun, si mak comblang justru raib tak lama setelah kami duduk.
Aku minum lemon tea sambil keringetan karena diseret temanku lalu didudukkan di depan cowok yang penampilannya seperti baru keluar dari pemotretan majalah Forbes.
"Ya, saya Silka. Ada apa ya?" tanyaku setelah menyeruput lemon tea yang langsung habis ½ gelas.
"Jason."
Aku menaikkan alisku. Ya sampeyan namanya Jason, trus? Diam. Cowok aneh, buru-buru kuhabiskan minumanku. Bukannya menjelaskan, Jason malah memperhatikanku.
Daripada bengong, aku balas memperhatikannya. Pakaian Jason rapi seperti gaya orang kantoran. Kemeja putih, dilinting hingga siku, celana kain dengan gesper, sepatu pantofel hitam, rambut rapi. Sedari tadi beberapa mahasiswi melirik ke arah kami sambil berbisik-bisik.
"Hmm ... ada apa ya?" pancingku lagi.
Kepalanya tiba-tiba menggeleng. Mulutnya terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu lalu menutup lagi.
"Kalau ada perlu, bilang saja. Saya enggak makan orang, cuma makan siomay," ujarku konyol mencoba mencairkan ketegangan. Seulas senyum tipis muncul di bibir Jason.
"Malam minggu kamu ada acara?"
Aku bengong. Orang kenalan ngobrol dulu kek, basa basi dulu kek, tanya silsilah dulu kek, tanya makan bubur diaduk apa kagak, tanya makan indomie pakai nasi apa kosongan. Lah ini udah asal tembak bikin janji. Tadinya aku sempat berpikir untuk jual mahal, tapi aku teringat nasibku yang jomblo ngenes. Apanya yang mau dijual?
Eh sebenarnya aku enggak ngenes-ngenes amat sih. Dua tahun aku punya pacar. Komodo sejati, Koko-koko omong Doang. Dia kakak kelasku, eh malah aku sudah ancang-ancang skripsi, dia malah sibuk orasi sana sini. Tiap kali kutanya skripsi katanya nanti. Sorry deh. Aku sih ogah ya. Nanti jangan-jangan aku yang harus kerja sedangkan dia cuma ongkang-ongkang kaki.
Mantanku contoh klasik pria NATO, no action talk only. Jago orasi tapi tidak becus kerja. Lama-lama aku lelah digombali dan minta putus saja. Cinta sih cinta tapi kalau suruh biayain hidup Komodo, maap dah ... cintaku ada expiry datenya.
"Minta alamat kamu ya. Saya mau ajak kamu makan malam." Jason mengeluarkan ponselnya. Mau tak mau mataku sedikit melebar melihat dia mengeluarkan ponsel terbaru.
Kutahan harga diriku. Cuma HP. Siapa tahu minjem, atau nyicil belum lunas. Dih! Lo siapa, Bang?
Aku menyipitkan mataku. "Tidak, kita baru kenal. Kalau mau ketemu di tempat umum saja." Aku menyebut nama sebuah pusat perbelanjaan yang tidak jauh dari rumahku. "Jam lima sore, supaya saya pulangnya tidak kemaleman."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aphiemi ( EDITED)
RomanceHi, aku Silka Loekito, employee no 27 from start up company Mother& Me. Aku direkrut langsung oleh Mbak Mel, employee no 2. Aku juga single mom dengan satu anak, Max Putra Loekito. Hidupku sebagai budak eh karyawan korporat biasa-biasa saja. Hingg...
