Part 11 : Kintsugi

34.8K 4.3K 162
                                    

Delapan tahun lalu

"Mengapa Silka pikir Silka harus memaafkan diri sendiri?" tanya Mbak Rana. Kalimat Mbak Rana, psikologku membuatku tercenung lama. Ini konseling mingguanku dengan kakak kelasku, seorang psikolog keluarga mumpuni.

Sebagai lulusan psikologi yang paham tentang bagaimana pola asuh mempengaruhi tumbuh kembang anak, begitu aku yakin I want to keep the baby, aku memutuskan mencari psikolog untuk membantuku menjalani hari-hari yang membuatku gila. Ada hari aku merasa aku baik-baik saja. Banyak hari, aku hanya bisa bengong dan tiba-tiba pipiku basah. Semakin kutahan semakin sesak.

Kadang aku bahkan tertawa sendiri. Aku berusaha lari dari mantanku yang omong doang, kupikir Jason beda karena tidak banyak omong tapi langsung bergerak eh ternyata lebih parah.

Biaya konseling mingguan tidak murah. Untung cincin pernikahanku berlian dua karat. Aku menghubungi penjual perhiasan langganan keluarga Handojo. Ya, waktu itu untuk viewing, seperti biasa bukan aku yang ke toko berlian. Berliannya yang datang ke rumah. Beberapa kotak beludru, lalu si tante bersasak menjelaskan panjang lebar tentang cutting berlian, color, clarity.

Buatku semuanya sama saja, bling-bling. Si Tante juga menunjukkan sertifikat keaslian bahkan memberiku microskop kecil yang ternyata membuatku bisa melihat nomor sertifikat yang ada di dalam berlian tersebut. Aji gile.

Ketika aku butuh uang, untungnya aku masih menyimpan kartu nama si Tante Bling-bling. Awalnya pegawai Tante Bling-bling mengatakan hanya bisa buyback sebesar 80%. Aku setuju. Lebih baik dapat 80% uang cash daripada batu berkilauan tapi tidak bisa dimakan. Namun, beberapa jam kemudian Tante Bling-bling menelponku mengabari karena keluarga Handojo adalah langganan lama maka Tante Bling-bling setuju buy back sebesar 90% + potongan biaya admin.

Begitu perhiasan kubawa ke showroom dan Tante Bling-bling menuliskan angka yang dikeluarkan oleh mantan mertuaku, aku hampir terjengkang melihat jumlah nol yang berderet. Kata Tante Bling-bling itu karena berlian yang dipilihkan untukku ber-color D, dengan kejernihan IF. Bahasa rakyat jelatanya paling kinclong dan mahal.

Wah ini mah, jangankan buat biaya konseling, aku sekalian pakai untuk DP mobil!

Ini satu-satunya pemberian keluarga Handojo yang kuambil. Aku berpikir, you screwed me, you paid my conselling fee! Keren kan sloganku. Sayang slogan yang keren tetap membuatku babak belur.

Di dalam ruang konseling aku menumpahkan semua kekesalan, kekecewaan dan kesakitanku. Aku menangis, kadang berteriak. Tanpa kutahan kutumpahkan semuanya. Perlahan, mbak Rana membantuku berdiri, mengurai kekusutan dipikiranku.

"Apakah Silka merasa marah dengan diri Silka sendiri?" Mbak Rana mengganti pertanyaannya.

Apakah aku marah dengan diriku? Tentu saja! Aku marah kenapa aku sebodoh itu jatuh cinta kepada orang yang salah.

Benang-benang semrawut yang saling melilit, kini perlahan-lahan kupisahkan satu persatu. Sesi ini salah satu sesi terberat. Sesi ketika aku memutuskan untuk mengampuni Jason lalu mengampuni diriku sendiri.

"Kenapa harus, Mbak? Dia yang salah kenapa aku yang harus ampuni dia?"

"Ada pepatah Tionghoa yang mengatakan, memelihara kebencian seperti meminum racun tetapi mengharapkan orang lain yang meninggal." Suara mbak Rana lembut menenangkan. "Silka tidak harus lakukan semua sekarang. Step by step."

"Mengampuni Jason tidak berarti aku membenarkan tindakannya kan, Mbak?"

"Tidak. Yang Jason lakukan kepadamu salah. Mengampuni tidak berarti kamu setuju dengan tindakan itu. Mengampuni tidak berarti kamu harus hidup kembali dengan Jason, atau tidak melakukan proses hukum misalnya. Mengampuni berarti kamu memilih untuk berjalan dari masa lalu, dan menolak masa lalu mencengkerammu."

Aphiemi ( EDITED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang