Part 35 : Her Reason

49.4K 6K 582
                                        

Max sudah tahu. Jason dan aku mati kutu, kami berdua sudah overthinking ke mana-mana, lah si Max malah dengan tampang tak berdosa bertanya

    "Aku boleh main PS enggak?"

"Of course," jawab Jason.

    "No!" sergahku cepat.

    Jason dan aku lagi-lagi menyahut bersamaan. Enak aja mentang-mentang udah ngaku langsung kasih izin main PS! Yang kayak begini yang aku enggak suka. Permissive parenting. Mengiyakan semua yang anak mau untuk memenangkan hati anak.

Aku melotot dan sambil berkacak pinggang menegaskan. "Tidak boleh, Max. Sekarang sudah jam 9 malam. Waktunya kamu tidur, Max." Sebelum Jason sempat menyela, aku memberi Jason tatapan tiger mom.

    Di bangku, Max merengut. "Tadi Mama yang panggil aku buat ngomong."   

Eh iya sih ...      Alis Jason naik sebelah. Told you ...   

    Kubalas balik dengan kata tanpa suara jangan ngeyel.

    "Kita ... bobo aja yuk, Max." aku merangkul Max dan mengajaknya masuk ke dalam kamar. Semua ritual sebelum tidur Max aku kerjakan. Dari menggosok gigi, membacakan cerita, Seolah tak ada kejadian istimewa yang baru terjadi. Setelah Max menarik selimutnya, aku mencium kedua pipi Max. Aku duduk di tepi ranjang mengelus rambut Max.

    Semestinya kamu enggak ngalamin ini semua Max. Punya keluarga yang complicated. Mestinya kerjaan kamu belajar, maen LEGO, Mestinya kamu denger bedtime story, super hero stories, bukan denger mama kamu bilang bosnya mama ternyata Papa kamu.

    "Kamu marah sama Mama karena Mama baru kasih tahu kamu?" tanyaku lirih.

"Enggak."

"Kamu marah sama ... papa ... kamu?"

"No."

Biasanya aku ada ide pertanyaan-pertanyaan yang harus kutanyakan untuk memancing percakapan. Tapi malam ini aku blank!

"Max ... ada yang mau ditanyain?"

"Minggu depan kita jadi ke Singapore? Ke USS? Mama udah beli tiket?"

Yaelah ini anak ... pikirannya malah USS! Spontan aku ingin menjitak kepala Max. Tapi bukankah itu yang kuinginkan? Bukankah itu yang seharus Max pikirkan? Aku tersenyum dan mencubit pipi Max.

"Jadi lah."

"Yeaahh! Aku mau bobo dulu. Good night, ma!"

"Good night, Max."

"Ma ... aku boleh kasih tahu Jeffrey ga?"

"Kamu beliin oleh-oleh buat Jeffrey dari USS ya."

"Aku boleh kasih tahu Jeffrey enggak kalau aku sekarang punya papa?"

Aku tercenung. Ini yang tidak kukehendaki, Implikasi dari pengakuan Jason.

"Kamu tanya sendiri ya sama ... sama ... Papa kamu."

Pintu kututup. Aku belum menarik napas Jason sudah berdiri di sebelahku.

"So? Max marah?" tanyanya harap-harap cemas.

"Enggak."

Jason jelas-jelas menghembuskan napas lega. Wajahnya sumringah seperti mendapat hadiah besar. Sangking girangnya dia mendekat lalu seolah ingin memelukku.

"Ngapain deket-deket? Kamu masuk sana ngomong sendiri sama Max. Kepalaku pusing," usirku.

***

Jason mengetuk pintu kamar Max lalu berdeham sejenak.

Aphiemi ( EDITED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang