Part 22 : Usaha Cuci Dosa

43.8K 5K 301
                                    

Kemaren rame sekali gaesss .... Me Like!

Buat hari ini ditunggu likes dan komentar supaya diriku semangat up rajin-rajin menjelang Lebaran :D

Orang-orang yang bilang money is not everything, pasti orang kaya yang punya terlalu banyak duit sampai enggak tahu harus ngapain lagi. Atau rakyat jelata yang ingin menghibur dirinya sendiri bahwa nasib orang berduit juga enggak jauh beda dari dirinya.

Kenyataannya, uang bisa membeli banyak hal. Sangat banyak.

Aku menolak mentah-mentah usulan Jason untuk tinggal bersama dia. No no no. Kalau ketahuan orang kantor gimana? Aku harus bilang apa sama orang tuaku, Rumi? Trus tahu apa yang Jason katakan?

"Oh, I have another flat on the same floor."

SEE? SEE?! Ini orang bajingan memang. Dia tahu dia punya apartemen lain di lantai yang sama, malah nawarin aku sama Max tinggal sama dia. PERVERT! Penjahat kelamin!

"Enggak kamu kontrakin?"

"Oh, belum sempet diurus." Jason menaikkan bahunya, tak peduli. Dia menyebut nama apartemen super mahal yang hanya tinggal ngesot untuk ke kantor. Emosiku naik turun. Orang kaya, punya flat kosong di kawasan super strategis dan tidak diapa-apain. Buang-buang uang!

"Ya udah anggap aku tenant kamu," putusku. "Kasih tahu harganya berapa."

Eh tunggu, kalau dia bilang harganya sebulan 10 juta gimana??

"Jangan diatas 5 juta ya," tambahku cepat-cepat. "Kalau di atas 5 juta, aku harus jual ginjal nanti."

"4.9 juta."

"Enggak sekalian 4.9999 juta?" balasku pedas.

Idih, malah senyum-senyum. Rasanya pengen kugaplok itu orang.

"4.9 juta termasuk, listrik, air, internet, maintenance fee?" selidikku lagi. Kalau nawar sama emak-emak harus teliti. Kalau apartemennya 4.9 juta tambah listrik, air, maintance fee beberapa juta lagi yah tekor akuu!

Si kutu kupret malah menahan tawa. Iya, memang aku kinmis! Kismis! Tapi paling enggak kan aku jujur. Dan aku bayar.

"All included."

"Parkir bayar enggak? Service charge?" cecarku.

"All included. Termasuk makan malamnya, Max."

"Bayarnya habis gajian ya."

"Bayarnya terserah kamu kapan."

Idih, si pervert pamer senyum. Enggak usah merasa paling generous, Pak. Dosamu banyak.

"Aku pikir-pikir dulu," jawabku pura-pura sombong. Aku tahu nama apartemen yang dia sebutkan. The Esperanza. Setiap pagi aku melewati ukiran nama The Esperanza, ngimpi pun aku enggak berani bakal masuk ke situ.

Ketika kucheck harga sewa per bulan di website, aku auto pingsan. 17 juta per bulan! Ada sih yang 'hanya' 15 juta, tapi itu tidak termasuk service charged. Gila siapa yang punya duit bayar sewa 15 juta per bulan!

Demi Sailor Moon dan antek-anteknya, biar aku jual ginjal juga tidak akan kebeli. Okay, aku harus realistis ini tawaran yang menggiurkan. 4.9 juta hanya 5 menit jalan kaki dari kantor, dengan fasilitas kelas atas. Plus makan malam Max.

Iya, buat Max aja, aku masih cinta junk food dan susu kotak strawberry.

Jadilah, aku mengarang cerita kepada Papa Mama dan Rumi. Aku dapat apartemen dekat kantor dengan harga miring karena pemiliknya kasihan dengan Max. Tidak bohong-bohong amat kan ya?

Aphiemi ( EDITED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang