Aku menjelajah apartemen yang terdiri dari dua kamar tidur ini. Ukurannya mungkin sekitar 100 meter persegi, dengan dapur, ruang makan, ruang keluarga, sebuah TV flat besar terpasang di situ. Lalu ada lemari buku kecil yang kosong. Satu kamar mandi luar dan satu kamar mandi di master bedroom. Jason sudah membeli tempat tidur anak yang ditaruh di kamar satunya lagi. Tempat tidur kayu berwarna biru muda. Lemari pakaian berwarna senada dan sebuah meja belajar kecil. Ada sebuah telepon di nakas dekat tempat tidur Max.
Telepon? Hari gini masih ada ya?
Di apartemen juga ada trampoline kecil di ujung ruang keluarga. Semuanya tersedia. Rapi.
Tepat 30 menit setelah Jason keluar, bel pintu. Pintu terbuka dan Jason mengenakan baju yang beda. Bukan baju seperti kemeja atau kaos. Okay, Jason hanya berdiri dengan celana renang, ada handuk putih dikalungkan di lehernya.
Kalau aku masih gadis-gadis perawan ting-ting umur awal 20an, yang suka ngetweet rahimku hangat ketika ada cowok six packs lewat, mungkin aku belingsatan. Tapi, aku tidak. I knew what's inside. Sorry, not interested. Eh ... sejak kapan aku lebih banyak mikir dalam bahasa Inggris?
"Kamu mau bikin Max sakit ngajakkin dia berenang hujan-hujan?" tuduhku sewot. Badanku sengaja menutupi pintu masuk.
Jason hanya mengangkat bahu, "So? Memang kenapa kalau hujan?"
"Memang kenapa kalau hujan? Max baru keluar UGD minggu lalu, ini baru stabil ... baru prednisolonenya di-stop, kamu mau ajak dia berenang di tengah hujan badai kayak begini?" nadaku makin tinggi.
"Ika .. calm down. Ini swimming pool nya indoor."
OH ... BAIKLAH. Mukaku langsung panas seperti kuah steam boat.
"Kan airnya dingin," balasku gengsi. Gengsi mengakui aku salah.
Jason mengusap wajahnya lalu dengan berusaha tenang dia menjelaskan. "This is an indoor swimming pool with warm water. Begini, kamu ikut aja. Kamu ukur airnya, kalau kamu enggak mau Max berenang sekarang. Fine. Kamu bawa dia naik."
Aku mundur sedikit lalu menutup pintu baru memangil Max memintanya bersiap. Kupakaikan bathrobe handuk buat Max, sambil mulutku terus mewanti-wanti. Dengan tatapan curiga aku terus mengawasi Jason ketika berinteraksi dengan Max.
Dan betul saja ... kolam renangnya. Indoor. Dua kolam renang. Indoor. Dan yang berenang hanya 2-3 orang di kolam renang yang kayaknya sama besar dengan olympic size. Bye-bye es cendol di kolam renang umum.
Kutebak orang-orang yang tinggal di sini mungkin sibuk kerja keras membanting tulang supaya bisa bayar cicilan bulanan sehingga tidak sempat menikmati fasilitasnya. Tenang saja ... aku dan Max akan dengan senang hati menikmati semua ini. Aku tertawa dalam hati bak ibu tiri jahat di sinetron layar kaca.
Sambil duduk di pinggir kolam renang, aku melihat ada seorang perempuan berenang hilir mudik di sekitar Jason. Aduh mbak, save your life deh.
Jason itu bad gene. Ya keluargaku bukan old money tapi kami semua sehat Tidak ada turunan asma, stroke dan lain-lain. Lebih penting sehat kan? Daripada keluarga kaya tapi sakit-sakitan.
Jason sepertinya berkonsentrasi penuh dengan Max. Dia mengajar Max cara mengambil napas dan membuang napas. Lalu Max dibawa mengapung dengan pelampung.
Otakku langsung menghitung, ini benar-benar tawaran menggiurkan. Aku tak perlu bayar tiket kolam renang, tak perlu bayar pelatih renang. All in. Ya sudahlah. Anggap Jason bayar hutang dosanya menelantarkan Max selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aphiemi ( EDITED)
RomanceHi, aku Silka Loekito, employee no 27 from start up company Mother& Me. Aku direkrut langsung oleh Mbak Mel, employee no 2. Aku juga single mom dengan satu anak, Max Putra Loekito. Hidupku sebagai budak eh karyawan korporat biasa-biasa saja. Hingg...
