Gio berubah sejak kejadian dengan Jason. Frekuensi chat kami berkurang. Sayangnya aku tak punya waktu untuk nelangsa. Bang Anggiat mengajakku makan siang dan berkata, dirinya sedang berpikir untuk mengambil S2 di mancanegara.
Badanku lemas ketika Bang Anggiat menjelaskan Upper management sedang mencari penggantinya. Sebagai bawahan yang patuh aku hanya bisa mengangguk dan mendukung keputusan Bang Anggiat. Hatiku dipenuhi pertanyaan baru. Direktur HRD baru akan seperti apa? Bagaimana jika dia tidak sepengertian Bang Anggiat? Bagaimana jika beliau menyeramkan? Aku sudah mendengar banyak cerita menyeramkan dari rekan-rekan HRD lain.
Hidup pribadiku memang penuh drama tetapi paling tidak lingkungan pekerjaanku tak banyak drama. Jika Bang Anggiat keluar lalu penggantinya membuat aneka drama? Mati lah aku ... Kiri kanan drama. Sangat tidak lucu.
Ketika Gio mengajakku pergi, aku langsung mengiyakan. Aku bertanya apakah Jason bisa menjaga Max lagi, pertanyaan yang langsung dijawab oleh Jason dengan terlalu bersemangat.
"Bisa banget. Aku jemput Max sore-sore."
"Kamu enggak sibuk?"
"It's good actually. I want to bring Max to the factory."
Oh yeah. Program regenerasi keluarga Handojo 3.0 sudah berjalan.
"Tenang, I will emphazise more on his responsibilities and not the privileges." Seolah bisa membaca pikiranku Jason berusaha menenangkan.
"Ya udah jangan pulang malam-malam, obat asma Max jangan lupa. Senin pagi antar Max ke sekolah," berondongku.
Jumat sepulang kantor, tak lama Gio sudah menghubungiku. Dia menunggu di lobi bawah. Melihat Gio aku spontan tersenyum,.Aku selalu kagum melihat orang yang sepulang jam kantor masih kelihatan rapi kayak sepreai baru disetrika,
Gio mengajakku ke kedai roti bakar tempat mereka biasa pergi. Jika dulu aku semangat sekali makan roti bakar, sekarang rasanya sudah biasa saja. Yah manis. Lalu? Tak ada yang lain.
Setelah memesan dan berbasa-basi menanyakan pekerjaan, Gio berdehem. "Menurut kamu, lima tahun lagi kita bagaimana?"
Kenapa orang sering sekali bertanya soal ini sih? Apa ini karmaku sebagai org HRD yang sering membuat banyak orang berbohong dan mengarang kalimat indah tentang cita-cita dan harapan mereka sekalipun mungkin untuk acara nanti siang saja tidak ada bayangan?
"Kamu mau jawaban jujur atau jawaban yang disuka HR?" candaku.
Gio tidak menanggapi candaanku. Dia hanya tersenyum. Tak ada timpalan lelucon konyol seperti dulu di awal-awal.
"Aku enggak tahu," jawabku jujur.
"Can you see us five years from now?" tanya Gio kembali. Spontan aku menyandarkan punggungku ke sandaran kursi. Aku melirik ke arah menu yang tertempel di dinding. Melihat aku dan Gio lima tahun ke depan? Makan di kedai roti bakar yang sama? Pergi nonton ke bioskop? Lalu apa? Aku sama sekali tidak bisa membayangkan yang lebih dari ini.
"Susah ya pertanyaannya?" pancing Gio ringan.
"Pertanyaannya enggak susah, Mas. Yang susah karena aku tahu apa yang akan terjadi setelah aku jawab dengan jujur."
Gio tertawa kecil. "Senior HRD M&M bukan kaleng-kaleng."
Pandangan kami bertemu dan kurasa kami berdua sama-sama tahu kemana ini akan berlanjut.
"Maaf, Mas Gio. Kayaknya kita enggak bisa lanjut," ujarku pelan. Itu yang terucap padahal di dalam hatiku ada rentetan kata maaf yang lain. Maaf aku mempergunakan kebaikanmu untuk lari dari Jason. Maaf aku bukannya menyelesaikan masalahku dengan Jason melainkan justru mengambil jalan pintas dengan memulai hubungan dengan potensi untuk menyakitimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aphiemi ( EDITED)
RomanceHi, aku Silka Loekito, employee no 27 from start up company Mother& Me. Aku direkrut langsung oleh Mbak Mel, employee no 2. Aku juga single mom dengan satu anak, Max Putra Loekito. Hidupku sebagai budak eh karyawan korporat biasa-biasa saja. Hingg...
