Present day
M&M HQ
Hari Kamis sore, dua hari sebelum akhir pekan. Hari yang kutunggu-tunggu! Namun, hari ini aku terpaksa lembur. Aku orang kedua terakhir yang turun dari lantai 25. Max bersandar di dinding lift. Aku menatapnya dengan iba, mata Max letih. Beberapa kali kudengar ia terbatuk.
Lift tiba-tiba berhenti di lantai 24. Siapa yang masuk? Tak lain tak bukan adalah Bapak Jason Handojo yang terhormat. Refleks aku memegang tangan Max erat-erat. Jason melihatku dan Max, ia masuk ke dalam lift, lalu membalikkan badannya memunggungi kami.
Lift turun perlahan.
"Mam," panggil Max tiba-tiba.
"Hmm."
"Jeffrey dapat LEGO baru dari Papanya."
"Hmm." Aku sibuk menghitung kenapa lift baru sampai lantai 20?
"LEGO-nya satu tapi bisa jadi macem-macem. Jadi pesawat, jadi kapal, robot."
"Bagus donk."
"Bagus ya, Ma?" pancing Max.
Aku menarik napas perlahan.
Lantai 15. Ya Tuhan, kenapa lift hari ini seperti siput?
"Max," bisikku pelan. Selirih mungkin supaya tak didengar Jason. "Kan Mama udah kasih LEGO buat ulang tahun kamu."
"Ini LEGO bener, Ma. Yang Mama beliin cuma minifigure-nya"
"Iya itu kan juga LEGO. Kecil seupil gitu harganya mahal," bantahku. Aku mendengar suara dengusan dari arah Jason. Hatiku sibuk memaki. Terserah lo mau ngomong apa, yang bayar kan gue.
Lantai 12.
Dari kaca lift, kutatap mata Max yang terangnya meredup.
"LEGO enggak murah, Max. Harga satu boks bisa buat kita makan beberapa hari," desisku. Salah! Salah! Nanti Jason pikir aku enggak mampu beli LEGO.
"Bukan Mama enggak bisa beliin," ralatku cepat-cepat. "Tapi ya ... "
Otakku kosong. Alasan apa yang harus kuberikan? LEGO seharga uang makan sudah, apa harus bilang LEGO menggunakan banyak plastik jadi berbahaya untuk Global Warming? Atau LEGO adalah sarana kapitalis untuk memikat anak-anak kecil dan menanamkan pola hidup hedonisme sejak dini? Ya ampun Sil, kamu mau ngomong sama anak atau mau bikin makalah seminar?
"Aku enggak minta dibeliin kok, Ma. Aku cuma mau cerita Jeffrey dibeliin LEGO sama Papanya," jelas Max pelan. "Kata Jeffrey aku boleh pinjam LEGOnya minggu depan."
Cucu keluarga Handojo yang punya tiga pabrik pinjem LEGO sama temannya. Great.
"Oh Jeffrey baik ya, nanti kamu gantian pinjemin dia mainan kamu," balasku riang.
"Mainan Jeffrey lebih bagus dari punya aku."
"Punya mainan banyak tidak menjamin kamu happy, Max!" dengan nada suara yang diriang-riangkan aku mencoba menghibur anakku. "Mama yakin buku kamu lebih banyak dari buku Jeffrey."
"Jeffrey tanya aku mau pinjem Papanya ga?"
"YA GA BISA!" sentakku cepat. "Max, manusia bukan barang. Tidak bisa dipinjam-pinjam seperti itu. Bilang sama Jeffrey enggak usah." Nada suaraku tajam.
YA TUHAN! Jantungku mau copot. Mungkin aku harus hubungin Ms Libby minta supaya teman sebangku Max ditukar supaya anak-anak ini tidak ngomong yang bukan-bukan. Pinjem Papa ide macam apa itu??
Dari kaca lift aku melihat Max menunduk. Kepalanya menatap sepatunya dan lagi-lagi aku dikejar rasa bersalah.
Lantai 2. Lantai 1.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aphiemi ( EDITED)
RomanceHi, aku Silka Loekito, employee no 27 from start up company Mother& Me. Aku direkrut langsung oleh Mbak Mel, employee no 2. Aku juga single mom dengan satu anak, Max Putra Loekito. Hidupku sebagai budak eh karyawan korporat biasa-biasa saja. Hingg...
