Part 39 : So This Is Date ....

28.1K 3.7K 255
                                    

Kalau baca chapter ini enaknya sambil dengerin lagu ini So This is Love ... 

Jadi begini rasanya nge-date? Maklum aku sudah keluar dari dunia perkencanan sejak entah berapa tahun yang lalu. Setelah makan siang dekat kantor tempo hari, Gio mengajakku makan malam di daerah Sabang. Nasi goreng. Makanan rakyat yang entah kenapa rasanya lebih menyenangkan daripada makan di hotel mewah.

Selesai makan nasi goreng, kami nongkrong di sebuah kafe dan aku makan roti bakar. Roti bakar meses dengan susu strawberry! Tak ada Jason yang mengernyitkan kening melihat pilihan menuku yang hanya terdiri dari karbo, gula dan karbo.

Tak ada celetukan, "Where's the vegetable?" Byeee ... mister nutrition! Dengan Gio aku asyik melahap nasi goreng penuh MSG, kecap dan entah bumbu rahasia apalagi yang diramu oleh abang nasi goreng itu. Mungkin saos tomatnya sudah expired, aku tak peduli.

Bicara dengan Gio menyenangkan. Latar belakang kami mirip. Sama-sama anak psikologi yang nyemplung ke dunia HRD. Gaya Gio santai, dia masih mengenakan kemeja kerjanya, hanya ada dua kancing paling atas yang dia buka. Sepintas aku menerka dari jatuhnya bahan kemeja Gio, merk kemejanya merk kemeja biasa. Bukan kemeja sutra super mahal seperti Jason. Bagus, kalau cari pacar lagi, aku tidak mau old money. No thanks.

Dari tadi aku ketawa cekakan membaca komentar lucu Gio yang selucu meme overheardHRD.

"Yakin nih, kamu bukan admin overhead HRD?" Aku mengusap air mata yang keluar karena tertawa terlalu kencang.

"Mau tahu aja atau mau tahu banget?" goda Gio.

"Duh ... penasaran lagi."

"Kamu suka bakmi Jawa enggak?"

Aku nyaris tersedak.

"Mas, ini kita masih makan roti panggang. Tadi makan nasi goreng. Perut Mas Gio ada berapa memangnya?" Aku membelalak pura-pura kaget.

"Bakmi Jawa buat minggu depan dong. Kamu penasaran kan, siapa admin overheard hrd." Gio menyeruput milkshake-nya sambil menatapku.

"Eh kalau di sana habis Lebaran banyak yang resign enggak?" Aku mengalihkan pembicaraan.

Gio tak langsung menjawab. Sepertinya dia tahu aku sengaja melempar pertanyaan yang tak ada hubungannya. Aduh kalau minggu depan pergi lagi, Jason mau enggak ya suruh jaga Max lagi? Atau aku kirim Max ke Rumi saja? Ketika aku masih kalut dengan pikiranku, Gio sudah berjalan ke depan dan membayar semua pesanan kami.

"Yuk, pulang sudah malam," ajaknya ramah.

Aku menghela napas. Mobil kami diparkir bersebelahan. Ya, malam ini aku mengatakan lebih baik aku nyetir sendiri saja. Aku kangen nyetir itu alasanku. Lemah sih. Tapi bagaimana. Aku perlu berjaga-jaga memastikan Gio benar-benar pria baik bukan pria gadungan. Membiarkan diriku diantar jemput membuat aku ada dalam posisi lemah. Sorry, itu bukan Silka. 

"Aku antar kamu pulang," tawar Gio.

"Enggak usah, Mas. Aku kan nyetir."

"It's okay. Aku ikutin kamu sampai apartemen kamu." Gio membuka pintu mobilku, lalu mempersilahkanku masuk.

"Mas Gio nanti pulangnya kemalaman ga?"

"Santai, Sil."

Mobil kami berdua convoi, mas Gio benar-benar membuntuti mobilku hingga aku tiba di gerbang the Esperanza. Dari jauh, Gio melambai. Ketika aku sampai di parkiran, aku baru menyadari ada pesan dari Gio.

Aphiemi ( EDITED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang