Mother & Me Headquarter
Gila si Dion minggu kemaren lembur 3x?
Aku berdecak sambil menulis catatan. Dion, anak backends developer, pengantin baru malah diminta lembur karena ada deadline pekerjaan yang ditangani oleh tim Dion. Sigh.
Jadi HRD zaman now, susah-susah gampang. Salah satu tantangannya adalah para generasi muda yang lebih aware dengan konsep 'work life balance'. Tapi yah ... jadi gampang-gampang susah ketika ada pekerjaan yang harus dikerjakan. Di satu sisi, aku mengerti keresahan kolegaku, di sisi lain tantangan perusahaan start up digital lebih gila daripada kerja rodi membangun candi!
Zaman dulu bangun candi kagak perlu mikir balik modal, dan biar Bandung Bondowoso dikejar deadline tapi kan Roro Jonggrang kagak tiap 30 menit datengin dia dan tanya, "Progressnya dah berapa persen, Bro?" Haish.
Pengantin baru ... Masa-masaku dulu menjadi pengantin baru sayangnya lebih mengenaskan daripada Dion yang terpaksa lembur.
Aku menggigit bibir buru-buru mengusir pikiran yang tiba-tiba hinggap. Pasti ini gara-gara Jason! Padahal selama ini aku mengurusi karyawan yang baru menikah lempeng saja. Datang ke kawinan juga biasa saja, malah asyik cari kambing guling. Gara-gara itu kutu kupret muncul tiba-tiba aku jadi melodrama kayak gini. Cih!
Aku buru-buru membuka persediaan vitamin C strip dan meraupnya. Selain Dion ada 4 orang backend developer yang juga lembur-lembur. Seperti biasa aku menyiapkan asupan vitamin C untuk imun tubuh biar makin tahan banting.
Salah satu pesan khusus dari Mbak Mel adalah we have to take care of our people. Pengalaman Mbak Mel dan Mbak Sita bekerja di perusahaan kuda lumping, eh kuda terbang, membuat mereka tak ingin tenaga para karyawan diperas habis seperti jemuran di tangan emak-emak, kering kerontang tanpa setetes air pun.
Aku beranjak ke lantai 25, mampir ke area kerja anak-anak developer. Setelah berbasa-basi sebentar dengan anak-anak developer aku melipir ke pantry.
Di lantai 25 ada pantry tetapi biasanya untuk meregangkan otot-otot, aku lebih suka ke pantry lantai 24 sekalian bertemu dengan rekan-rekan lain.
Apalagi untuk jam-jam tanggung seperti saat ini. 3.30! Jam-jam rawan, jam setelah makan siang tapi belum waktunya pulang. Di pantry, beberapa anak marketing sedang bergerombol.
"Alo-alo, sibuk ngobrol apa nih?" sapaku sambil membuka termos teh dan mengisinya dengan air panas.
"Kebetulan ada Mbak Sil, tanya donk," ujar Dina, anak baru di marketing. Aku mengedarkan pandangan ke mereka.
"Ini di Twitter lagi rame soal, biasa ada yang curhat trus pakai tagar #mybodymychoice. Intinya sebagai perempuan kita mestinya tidak terikat dengan apa kata orang, terserah kita mau ngapain, mau ena-ena sama pacar juga silahkan, asal tidak ada paksaan."
"Yang penting consent, Mbak," celetuk Rahel. "Bener'kan, Mbak?"
"Trus ada lagi yang bahas jatah mantan. Kan perempuan tidak hanya dinilai berdasarkan keperawanan. Ya enggak?"
Yaelaaah ... Anak-anak krucil ini! Dunia enggak begituu, sayangku cintaku padamuu. Namun bukan memaki aku malah tersenyum. Dulu aku pun sempat begitu. Idealis. Bahwa jika itu bukan masalahku semestinya itu juga bukan masalah orang lain. Aku yang memilih jadi janda. Aku yang menanda tangan surat cerai sekalipun orang tua Jason memohon supaya aku tidak bercerai dengan Jason.
Jika aku memilih jadi janda, kenapa itu harus dijadikan pergunjingan orang. Sayang, dunia tak hanya terdiri dari orang-orang sepertiku.
"Setiap keputusan ada akibat dan konsekuensinya. Tidak hanya yang positive tapi juga yang negative, Misal, kamu memutuskan kerja di M&M, apa konsekuensi positifnya?" pancingku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aphiemi ( EDITED)
RomanceHi, aku Silka Loekito, employee no 27 from start up company Mother& Me. Aku direkrut langsung oleh Mbak Mel, employee no 2. Aku juga single mom dengan satu anak, Max Putra Loekito. Hidupku sebagai budak eh karyawan korporat biasa-biasa saja. Hingg...
