Pacific Place
"Opaa Oma!" Max melambaikan tangannya seraya melompat kegirangan. Mona Handojo merengkuh Max erat-erat dan menciumi rambut Max.
"Oma kangen sama Max."
"Max, ini Opa belikan buku catur baru dari Singapura," ucap Alex Handojo. Pria tegap itu kini harus berjalan dengan tongkat, langkahnya sedikit pincang dan lebih pelan daripada sebelumnya. Namun sinar di matanya sudah kembali. Kata Oma setelah aku mengirimi video Max, Alex Handojo mendapat semangatnya kembali. His will to fight and to live.
Tangan Opa melambaikan kantong plastik biru bertuliskan Kinokuniya. Dengan mata berbinar, Max membuka kantong plastik dan kegirangan ketika membaca judulnya.
"Aku belum punya yang ini. Makasih Opa!" Max memeluk bukunya erat-erat.
"Max." Aku menyela, "Kamu bisa baca bukunya? Pakai bahasa inggris kan?"
"Mamaa, ini isinya puzzle. 1000 puzzle for intermediate. Punyaku yang lama 600 puzzle," jelas Max. Ia membuka halaman demi halaman menunjukkan puluhan gambar bidak catur yang membuatku pening. "Aku enggak ada temen maen, ini enak aku bisa pikir sendiri."
"Catur kamu mana?" tanya Opa. Ia sudah memilih tempat duduk kosong di pojok sebuah restauran tempat kami makan tiap bulan.
Max melirikku, ia tak berani berkata apa-apa. Aku menghela napas perlahan.
"Catur Max kemarin saya sita, Opa. Karena Max melanggar peraturan yaitu membuat gaduh di kantor saya," jawabku.
Aku tahu kata 'sita' tidak cocok. 'Sita' berarti barangnya ada di tanganku. Cilakanya aku kehilangan jejak dimana papan catur laknat itu! Namun aku tidak enak hati mengatakan kepada Opa kalau papan catur yang Opa berikan hilang. Kesannya aku tidak bisa jaga barang ...
Ah, nanti aku minta tolong mas Anton yang bisa menemukan barang apapun di kantor. Kalau sampai tidak ketemukan, aku bisa belikan yang baru buat Max. Cuma papan catur tua. Opa pasti mengerti ...
Mantan mertuaku ini memang orangnya perhitungan soal uang. Kenapa tidak beli papan catur baru? Di M&M aku bisa dapatkan catur baru mengkilat, sudahlah namanya dikasih, gratis, terima saja.
"Tapi, Ma." Max bersiap membantah. Aku berdoa dalam hati semoga Max tidak keceplosan menyebut nama Jason. Bisa gawat jika Opa Oma tahu Jason sekantor denganku!
Beruntung kalimat Max langsung dihentikan Opa Alex. "Kamu dengerin Mama kamu ya."
"Max, Mama akan kasih balik catur kamu, minggu depan.Asal kamu janji, kamu tidak akan bawa bawa catur lagi ke kantor."
Wajah Max masih cemberut tetapi ia mengangguk.
"Good boy!" puji Opa. Ia lalu meminta buku catur Max dan keduanya sibuk membahas beberapa puzzle awal.
Sebenarnya aku salut dengan Alex Handojo. Sebagai orang yang jauh lebih kaya daripada kami, ia bisa melakukan hal-hal yang ingin ia lakukan. He didn't do it.
"Kamu dengerin mama kamu ya."
Setiap aku mendisiplin Max, Opa Oma tak pernah ikut campur. Aku sungguh berterima kasih untuk itu.
Opa dan Max yang sibuk mendiskusikan buku baru Max. Pandanganku terarah ke Mona yang seperti biasa duduk sendiri. Beragam pertanyaan muncul di benakku. Apakah mereka tahu Jason sekarang di Jakarta? Menjadi bosku dan bertemu dengan Max. Apakah aku harus menceritakan Jason yang marah ketika melihat Max berkeliaran?
"Sil," mata Oma cerah melihatku. "Sini duduk."
Setelah berbasa basi sejenak, aku merasa ini saat yang tepat untuk bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aphiemi ( EDITED)
RomanceHi, aku Silka Loekito, employee no 27 from start up company Mother& Me. Aku direkrut langsung oleh Mbak Mel, employee no 2. Aku juga single mom dengan satu anak, Max Putra Loekito. Hidupku sebagai budak eh karyawan korporat biasa-biasa saja. Hingg...
