Mau sama Daddy

3.7K 237 20
                                    

Back to Selena Pov

Aku membantu Mama dalam menata sarapan pagi ini. Aku tidak ikut memasak karena Mama melarang keras aku menyentuh dapurnya. Bukan karena benci kepadaku, tetapi karena khawatir aku akan kenapa - napa. Sudah seminggu berlalu semenjak kepergian Papa, namun perubahan Mama tetap menjadi kejutan di tiap harinya.

Awalnya aku memang bersikap dingin kepada beliau, tetapi begitu melihat usahanya yang berusaha mendekatkan diri kembali kepada anak anaknya, aku mulai tersentuh. Mama bilang dia hanya punya kami, anak anak asuhnya. Sedangkan, keluarganya yang lain banyak yang menetap di luar negeri termasuk Bang Jack dan istrinya, Rossa.
Mengingat kedua orang itu, aku menjadi merindukan mereka.

"Sarapan apa pagi ini, Mah?" Samuel muncul dari arah pintu depan lengkap dengan pakaian olahraganya. Pria itu memang suka sekali lari pagi walaupun cuma sekedar berkeliling komplek.

"Ada nih nasi goreng kesukaan abang" jawab Santi menunjuk nasi goreng yang masih mengepul panas.

"Oh iya, suami sama anak kamu sudah bangun, sayang?" Tanya Mama padaku yang hanya kubalas dengan gelengan singkat. Memang sebelum turun tadi pagi, aku melihat Arsen masih pulas di pelukan Papanya, jadinya aku tidak tega membangunkan mereka.

Aku lupa memberitahukan kalau semenjak Arsen mengenal Papanya, bocah itu berbalik manja kepada Satria alih alih kepadaku. Aku tidak bisa berbuat apa apa kalau ini mengenai urusan hati putraku. Satria adalah ayahnya dan dia juga berhak atas darah dagingnya sendiri.

Mengenai hubunganku dengan Satria masih tetap sama. Sama sama datar dengan dia yang selalu berusaha mendekat dan aku yang berusaha menjaga jarak. Bukan karena benci yang berlebihan, melainkan karena ketakutan untuk mejalin hubungan kembali. Biarlah semua ini berjalan bagaikan air yang mengalir, sehingga aku hanya perlu mengikuti alurnya sampai kemudian waktu yang akan menjawab semua kegundahan hatiku.

"Bangunin dong, nak. Masa nggak sarapan itu suamimu?"

Mendengarnya mau tak mau aku menggangguk menurutinya dan lekas berbalik menuju tangga tempat dimana kamar tamu yang selama seminggu ini dihuni Satria berada. Tentu saja dikamar itu terdapat keberadaan putranya juga.

Dan inilah mereka. Satria yang biasanya tidur bertelanjang dada malah terlihat mengenakan kaos oblong berwarna putih seraya memeluk putranya itu erat. Mungkin saja shubuh tadi dia bangun untuk shalat dan kembali tidur sehingga kaos itu masih melekat padanya.

Jujur saja, ini merupakan pemandangan paling indah yang pernah kulihat selama 26 tahun aku hidup di dunia ini.

"Nak, sayang. Ayo bangun" aku mengusap pipi bukat Arsen dengan gemas dan bahkan dengan jahilnya aku menggit pipi putih itu sehingga membuatnya merenggut tak suka. Posisi ku yang seperti ini otomatis membuat wajah ku dan wajah dokter tampan ini menjadi saling berhadapan..

"Eunghh" menggunakan tangan kecilnya, Arsen menyentak rambutku kesal membuat wajah ku tertarik lebih dekat kearah wajah ayahnya. Dan yaa..

Tanpa sengaja aku mencium kening Satria dan ajaibnya aku malah bertahan cukup lama diposisi tidak nyaman seperti itu hingga sebuah suara mengangetkanku.

"Terima kasih morning kiss nya, sayang"

Pria itu terkekeh menggoda ku seraya mengecup balik keningku dengan lembut. Bisa kutebak, pria mengesalkan ini sudah bangun sedari tadi dan memilih untuk tetap berpura pura tidur yang berhasil membuatku berakhir malu.

"Apa sih? gajelas banget. Bangun! Disuruh Mama sarapan" ucapku kesal apalagi melihat kekehan ringannya itu.

"Siap, My queen. Mas mandiin Arsen dulu ya"

Karena tak mau membuang waktu lama, aku mengiyakan saja perkataannya itu. Toh, Arsen sudah begitu lengket dengan ayahnya tersebut jadi mana mau anak itu dimandikan lagi olehku.

Sebelum mencapai ganggang pintu aku melirik sekilas dari ujung mataku Satria yang dengan lembut membangunkan sang anak. Dan ajaibnya, Arsen yang kadang seperti singa liar ketika dibangunkan dari tidurnya itu malah bergelayutan manja di gendongan ayahnya. Aku jadi kesal sendiri melihatnya. Kenapa denganku, bocah yang sebentar lagi berumur 4 tahun itu bertingkah bar bar?

"Ami, kenapa diam disitu?" Oh rupanya, putra tampan ku menyadari juga keberadaaan ibunya ini setelah seminggu berlalu lebih memilih bersama sang ayah.

"Mommy mau bangunin Arsen tadi. Tapi putra Mommy sangat nakal narik narik rambut Mommynya" ucapku memelas yang disambut dengan cebikan bibir mungil Arsen yang terlihat merasa bersalah. Hal itu sontak saja mengundang kekehan merdu dari Satria, apalagi melihat tatapan sendu dari putranya tersebut.

"Solly, Ami. Acen ga sadal" ucapnya pelan dan bahkan hampir tak terdengar. Liat saja sebentar lagi anak itu akan menangis.

"Hiks... Acen nakal" ucapnya seraya memukul mukul tangannya sendiri. Oh Arsenku yang manis. Senakal nakal nya dia, tetap saja tidak akan berani menyakiti ibunya. Satria mengusap lembut air mata anaknya dan melantunkan kalimat kalimat menenangkan.

"Ami ga marah, sayang. Arsen kan lagi tidur makanya ga sadar tangan Arsen narik rambut Ami. Iya kan, Mi?" Satria beralih menatapku dengan tatapan lembutnya.

"Iya, nak. Mommy gak marah, tapi lain kali jangan begitu ya" ucapku menanggapi pertanyaan Satria.

"Iya, Ami. Solly"

"It's okay, Baby" Aku memberikan senyum paling manis milikku agar buah hatiku itu berhenti menyalahkan dirinya sendiri.

×××

"Arsen"

"No, Ami. Acen gak mau"

"Arsen mau buat Mommy sedih, iya?"

Bocah itu menunduk takut seraya memilin milin ujung bajunya. Aku menghela nafas pelan melihat penolakan kesekian yang diutarakan Arsen. Aku mengangkat anak itu yang sejak tadi merengek kesal di lantai ke atas pangkuanku dan mengelus rambutnya lembut.

"Kenapa Arsen gak mau pulang?"

Ya, setelah menghabiskan waktu seminggu lebih disini aku memutuskan untuk kembali ke Canberra, dimana rumah dan pekerjaanku berada. Tidak mungkin aku secara permanen menetap disini sedangkan aku punya rumah dan kehidupan lain disana. Ola saja sudah beberapa hari ini menanyakan keadaan Arsen yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri itu. Gadis tersebut pasti merindukan Arsen.

"Acen suka disini. Disini ada banyak teman. Ada Oma, Om Sam, Tante Canon sama ada Daddy juga. Acen ga mau pisah sama Daddy lagi"

Degg

Dadaku terasa nyeri mendengarnya. Ya tuhan, betapa jahatnya aku mementingkan diri sendiri dan mengesampingkan keinginan anak umur 3 tahun ini. Betapa jahatnya dia membuat anaknya sendiri merasakan kehidupan seperti ini alih alih memberikannya sebuah keluarga harmonis yang hanya diisi tawa bahagia.

"Acen mau pulang kalau kita bawa Daddy juga" dengan takut takut Arsen menatap wajahku yang sekarang berlinang air mata mendengar setiap tutur kata dari mulut mungilnya.

"Iya, Sayang. Daddy akan ikut kemana pun putra kecil Daddy pergi" aku tersentak kaget begitu melihat tubuh Satria yang tiba tiba berdiri menjulang tinggi dihadapanku dengan mata memerah dan tangan yang terkepal erat. Terdapat raut marah, kecewa dan sedih di bola mata nya. Aku bisa merasakan ada segala kesakitan tertanam disana.

"Masih memilih jahat pada Mas, Selena?"

To be continued

×××

Waduh, gimana ini. Arsen balik bawa Daddy nya atau nggak ni baiknya?

SELTRIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang