Ada apa?

8.2K 401 1
                                    

"Adek mau ya disuntik?" Ini sudah kesekian kalinya papa membujukku dengan berbagai cara.

Aku tetap menggeleng pasti dan memalingkan wajah, enggan menatap mereka semua apalagi sesosok wanita yang menatapku serius di ujung sofa sana. Wanita yang entahlah membuatku bertambah kesal kepadanya.

"Kamu jangan keras kepala dong, lihat kakakmu bahkan rela terbang jauh jauh dari Jerman untuk menjengukmu" kata mama yang terlihat tidak suka dengan kelakuanku. Shanon diam saja! Bahkan sedari saat mereka semua masuk, dia hanya anteng duduk disitu tanpa mau menyapaku.

"Cih, itu yang mama katakan peduli. Dia nyapa aku saja tidak" Mendengar ucapanku, Shanon menoleh cepat dan menghela nafas berat. Perlahan kaki jenjangngnya melangkah dengan gaya anggun menuju ranjang pesakutanku.

"Kakak gak nyapa kamu karena kakak tau kamu bakal emosi begitu dengar suara kakak. Iyakan?" Tanyanya lembut disertai kekehan ringan, dan itu membuatku bertambah kesal kepadanya. Kenapa Shanon terlahir lembut dan anggun begitu?

"Sok tau" balasku sewot.

"Udahlah, sekarang adek mau ya diauntik sama suster. Emang adek mau lama lama berada disini, enggak kan?" Papa memulai aksi rayuannya dan kembali mendapat dengusan keras dariku. Semuanya terkejut dan menatapku marah.

"SELENA!!!" Bentak mama marah, matanya terlihat kecewa mendengar dengusan kurang ajarku barusan.

"Kamu bukan anak kecil lagi, ayo sekarang mau tidak mau kamu harus disuntik" mama menatap seorang perawat yang sedari tadi hanya diam menyaksikan drama keluarga yang tersaji tanpa mau ikut campur.

"Lakukan, sus. Ambil darahnya!" Perintah mama sambil menatap tajam kepadaku. Aku menggeleng keras dan ingin menangis saja rasanya. sekuat sekuatnya aku, ketika melihat jarum suntik akan merasa horor seketika.

Jarum itu perlahan mendekati kulitku dan mataku langsung terpejam begitu merasakan perih yang lumayan terasa menyengat di area sana. Ini pengalaman terburukku! Sekali lagi mama pemaksa.

"Makasih atas kerja sama nya, saya pamit dulu nyonya dan tuan" perawat itupun menunduk hormat dan meninggalkan ruang rawatku sambil mendorong perkakas alat medis di depan tubuhnya.

"Cepat sembuh dek" ujar Shanon lembut, mengecupku lama dikening dan mengelus rambutku dengan sayang.

___

Aku bosan. Sudah beberapa hari ini aku berada di rumah sakit dan yang bisa kulakukan hanya berbaring dan berjalan menuju toilet. Badanku masih terasa lemas dan perutku belum bisa diajak berkompromi, masih sakit dan kram. Hasil labor kemarin, menunjukkan aku positif menderita demam tifoid akibat kelelahan dan jajan sembarangan. Seluruh keluargaku memaksa agar aku tidak banyak bergerak alias menjadi robot yang hanya berbaring kaku diranjang.

"Dek..." Samuel masuk dengan masih menggunakan setelan kerjanya, oh ya beberapa hari ini pria itu yang selalu menemaniku disini. Bahkan pakaian ganti dan peralatan kerjanya juga diangkut semua. Alhasil ruangan ini telah berubah fungsi menjadi apartemen serba guna.

Seperti biasa dia mengecek suhu tubuhku dan membenarkan selimutku, jangan ketawakan kalau sekarang Samuel tengah menyisir rambut bergelombangku dengan sangat hati hati. Sakit sedikit, akan ku tampok wajahnya.

"Perutnya masih sakit?" Tanya Samuel lembut. Aku menggeleng pelan, bukan karena tidak merasakan sakit melainkan yang ini lebih enakan dari hari sebelumnya. Sekarang yang mengganggu adalah badanku yang terasa lemas dan mudah lelah. Aku menatap wajah Samuel dari kaca yang tengah kupegang sekarang, rautnya begitu serius mengepang rambutku menjadi ekor kuda. Ah pria itu tampaknya benar benar menjelma menjadi kakak yang luar biasa baik dan perhatian.

"Liatin apa?" Aku tersentak begitu wajah samuel berubah menjadi besar di dalam kaca karena pria itu mendekatkan tubuhnya kepadaku untuk melihat apa yang aku lakukan.

"Iss bikin kaget saja" gertuku kesal dan langsung mendapat kekehan renyah darinya.

***

Aku menatap kosong sebuah jendela di dalam ruanganku, hujan sedang lebat lebatnya di luar dan semua aktivitas menjadi teredam akibat suara alam itu.

Pikiranku melayang pada kedua sahabatku yang tidak pernah menjengukku sekalipun ke rumah sakit ini. Ke manakah mereka? Apa itu yang disebut sahabat sejati? Batinku berkecamuk.

Bukan apa apa, aku hanya merasa tidak diperhatikan dan dipedulikan lagi oleh duo curut itu.

Aku mengambil ponselku yang sejak dirawat di sini dimatikan oleh Samuel, katanya agar aku tidak terlalu bermain ponsel dan lebih peduli pada kesehatanku. Maaf tapi kali ini rasa penasaranku lebih berada diatas segala galanya. Saat setelah menghidupkan ponsel berlogo apel setengah gigitan itu, banyak notifikasi langsung muncul dan bergantian untuk berbunyi.

Aku membukannya satu persatu, terlihat beberapa teman sekampusku yang mengucapkan doa agar aku segera sembuh dan kata maaf karena mereka belum bisa menjengukku langsung. Aku mendengus kesal saat membacanya dan berinisiatif membuka ruang chat yang lain.

Saat melihat notifikasi dari Bianca dan Nindy membuatku langsung duduk tegak seketika. Rasa penasaran menyergapku untuk mengetahui alasan kedua orang itu belum menjengukku sampai sekarang.

Bianca

Beb, maaf ya gue belum jengukin lo sampe sekarang? Soalnya gue sekarang lagi di Padang jengukin mami gue yang lagi sakit. Kuliah aja udah beberapa hari ini gue izin

Tanpa sadar aku mengangguk. Memaklumi alasan manusia yang satu itu, sedikit simpati sebenarnya karena orang tua Bianca telah memilih berpisah dua tahun yang lalu yang membuat gadis cantik itu harus ikut papinya tinggal di Jakarta karena masih ingin menyelesaikan kuliahnya.

Aku membalasnya dengan kata tidak apa apa dan mendoakan kesembuhan untuk tante Maya, Ibunya tersebut.

Setelah itu, aku membuka room chat dari Nindy yang dikirim beberapa hari yang lalu.

Nindy

P

P

P

El, balas dong!

Maafin gue ya, belum bisa jengukin lo?! Di kampus sedang ada acara jumpa alam untuk tugas akhir semester ini, gue sampai gak bisa untuk sekedar kerumah sakit jengukin lo.

Maaf ya beb:(

Membuka pesan dari Nindy bukannya membuatku bertambah tenang malah semakin memburuk. Demi pantat Selena gomez, tugas ku pasti banyak yang ketinggalan selama aku mendekam di tempat mengerikan ini.

Batinku menggerutu ketika membayangkan perasaan Nindy yang lagi happy happy nya sekarang berada di alam bebas bersama teman yang lain. Walaupun untuk tujuan tugas, tapi you know lah mahasiswa zaman sekarang pasti banya memanfaatkan waktu untuk hal yang lainnya. Jalan jalan misalnya?







T.b.c

SELTRIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang