Dengerin Mas

10.3K 426 46
                                    

"Puas Kamu!?" Aku melayangkan tatapan sinis pada pria yang mengaku sebagai suamiku ini, yang  hanya ditanggapinya dengan sebuah senyuman tipis yang sarat akan makna.

"Selena"

"Jangan panggil nama gue brengsek"

"Dek"

"Gue bukan adek lo"

"Sayang.."

Aku menggeram marah mendengar godaan nya itu, disaat seperti ini sempat sempat nya si sialan ini melontarkan candaan kepadaku. Terbuat dari apa otaknya itu?

"Mau lo apa sih, Satria?" Tanyaku emosi.

Sudah kuduga. Pasti raut wajahnya langsung berubah masam begitu mendengar kata kata kasarku untukknya. Syukur syukur aku tidak mengumpat kotor padanya.

"Saya tahu saya salah, Selena! Saya tadi juga ingin mengakui itu di depan keluarga kita, tapi kenapa kamu malah memotong ucapan saya?" Tanyanya putus asa. Aku memalingkan wajah menghindari tatapan sendu mautnya barusan, bisa bisa roboh sudah pertahanku saat melihatnya. Pria ini punya bakat akting yang sungguh luar biasa. Semua orang akan bertekuk lutut melihat tatapannya, kecuali aku tentunya.

"Buat apa mengakui semuanya, dokter? Semua yang ada pada diri saya sudah terlanjur jelek di mata mereka. Apa dokter berharap bahwa orang tua saya akan marah marah pada dokter dan merengkuh saya dalam pelukan mereka saat mereka mendengar pengakuan itu? Nggak. Mereka hanya akan menyalahkan saya karena tidak bisa melayanai suami dengan baik, tidak bisa menyenangkan anda!!" Hancur sudah pertahananku. Setelah mengucapkan seluruh unek unek di kepalaku, tubuhku langsung meluruh begitu saja ke atas lantai sembari memukul mukul dadaku yang kian terasa sesak.

"Selena" Dokter satria bangkit dari ranjang nya meskipun sesekali meringis menahan sakit di kepalanya yang telah diperban. Dia melangkah mendekat kepadaku dan langsung merengkuh tubuh lemahku kedalam pelukannya, tangannya yang hangat mengelus punggung ku yang bergetar menahan tangis.

"Apa yang harus mas lakukan, Sayang? Coba bilang sama saya! Kamu istri saya. Apa kamu menyangka saya tidak ikut sakit melihat kamu yang hancur begini, Selena?" Bukannya tenang, aku malah makin menjadi jadi dengan memukul mukul dada bidangnya yang terbalut seragam pasien bewarna biru.

"Kamu mati saja, bisa?" Tanyaku sinis, dan tubuhnya langsung menegang begitu mendengarnya. Perlahan pelukannya terlepas dari tubuhku dan kulihat matanya menajam dalam memindai seluruh wajahku.

"Sebegitu inginnya kamu saya mati, Selena?" Tanyanya lirih. Tidak! Jangan keluarkan tatapan itu, itu sungguh menyiksaku. "Apa dengan saya mati, kamu akan hidup bahagia setelahnya?" Tidak! Hidupku bahkan akan hancur jika dia tidak ada, semua orang akan menghakimiku atas kematiannya.

"Mau mas mati Selena?" Ulangnya lagi dengan nada tegas.

"Tidak" Aku lekas menutup mulutku saat kata kata yang seharusnya bersemayam di pikiranku keluar begitu saja. Aku mendongak untuk melihat ekspresinya, dan ya tuhan! senyum nya manis sekali. Dokter Satria tersenyum dengan sangat lebar sembari memandang ku dengan lekat.

"Tentu saja, istri mas yang satu ini tidak akan tega membunuh orang" Tanggapnya lega dengan nada bahagia yang kentara.

"Siapa bilang? Kemarin aja kepala lo hampir pecah gue hantam" jawabku sarkas yang langsung disambut kekehan ringan darinya.

Beliau bangkit berdiri sambil terus memegang tonggak  cairan infusnya, berikutnya dokter itu berjalan menuju sofa sambil terus mendorong penompang hidupnya tersebut.

"Sini duduk deket saya" perintahnya sambil menepuk nepuk bagian sisi sebelahnya. Dan dengan bodohnya aku mau saja mengikuti perintahnya tersebut.

Begitu aku telah mendaratkan bokong ku duduk di atas sofa, bapak bapak ini malah dengan modusnya menggeser duduknya agak lebih mepek padaku.

SELTRIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang