Hari ini dokter Satria telah diperbolehkan pulang kerumah, beliau disarankan untuk tidak terlalu Lelah dan berpikir terlalu keras karena bisa berpotensi meningkatkan sakit pada kepalanya kembali. Mendengar hal tersebut, sedikitpun tidak membuat ku merasa bersalah kepadanya. Apalagi kedua orang tua sempat di sinisin dan dimarahi habis habisan oleh mami Erlin. Mama bahkan menangis sembari memohon maaf pada mami yang selalu berakhir diacuhkan oleh wanita tersebut.
Dan menurut kalian apakah aku akan merasa kasihan mendengar tangisan mama? Jawabannya, tidak sama sekali!
Katakanlah aku anak durhaka karena tidak tersentuh sedikitpun mendengar tangisan ibuku sendiri! karena apa? Karena aku tak menyangka begitu mendengar permohonan mama pada mertua tercintaku itu untuk tidak menyuruh dokter Satria menceraikanku , mama mengatakan bahwa mami boleh melakukan apapun kepadaku asal tidak dipaksa berpisah dengan dokter Satria. Mama mangaku malu mempunyai anak yang berstatus janda sepertiku. Dia memang mengemis seperti itu kepada mami Erlin yang benar benar menjatuhkan harga diriku sebagai seorang perempuan.
Aku tersenyum sinis di balik pintu mendengar perkataan mereka. Sambil berjalan tertatih tatih aku meninggalkan ruang rawat yang berisikan dokter biadab dan orang orang yang tidak berperikemanusiaan itu. Aku benci mereka melebihi aku membenci diriku di umur ya ke lima tahun dulu.
"Miris sekali hidup lo sialan!" Ucapku menertawakan diriku sendiri. Aku berjalan gontai menuju sebuah taman yang berada tak jauh dari rumah sakit ini, persetan dengan mereka semua yang mungkin dilanda kesibukan mengurus perlengkapam dokter Satria yang telah diperbolehkan pulang itu. Katakanlah aku labil karena kembali membenci suamiku sendiri setelah kemarin sempat sedikit berbaikan dengannya, nyatanya hatiku masih tetap membantah itu semua. Pria yang mengenakan jas putih itu lah sumber kekacauan hidupku.
"Minum?" Tawar seseorang sambil menyodorkan sebotol minuman di depan wajahku, aku mengahapus air mata yang sempat sempatnya mengalir ini demi melihat rupa orang baik itu. Seorang pria berperawakan tinggi yang sangat familiar dilihat.
"Abang" pekikku tertahan. Pria itu tersenyum dan meraihku kedalam pelukan eratnya, aku mencium aroma maskulin yang sangat menenangkan yang berasal darinya.
"Abang tau apa yang sedang adek jalani sekarang, tapi jangan pernah berlarut larut dalam kesedihan ya? Gak baik" aku menangis terharu mendengar kalimatnya, ingin sekali selalu berada didekat pria ini yang selalu bisa membuatku nyaman.
"Abang tidak menyangka bang Samuel akan bertindak seperti ini kepadamu, tega teganya dia ikut mendorong mu masuk kedalam lingkaran setan ini" ucap bang Jack yang membuatku makin tetharu, diantara banyaknya anggota keluarga abraham, hanya bang Jack dan mbak Rosa lah yang setia mendukungku. Aku menyenderkan kepala ku pada bahu lebarnya dan terisak tertahan.
"Bang, Ele gak kuat" ucap ku serak yang membuat tubuh pria itu menegang ditempat. "Jujur pada abang, apa yang dilakukan pria biadab itu pada kamu hingga berani mecahin benda itu ke kepalanya, abang yakin adek gak mungin melakukan sesuatu tanpa alasan" balasnya berapi api. Aku menggeleng pelan seraya tersenyum manis, aku tidak mungkin menyesatkan bang Jack dan istrinya kedalam masalahku. Masalah mereka sudah terlalu banyak, dan aku tidak ingin menambah beban mereka. Sakit ini biarlah ku lalui sendiri.
"Kenapa malah tersenyum?" Tanyanya bingung.
"Gak papa bang, semua nya baik baik aja kok. Aku melakukan itu hanya kerena muak menjadi istri keduanya aja" ujarku bohong.
"Jangan mengada ngada Ele, abang tau sifat kamu saat berbohong" tudingnya kesal. Aku tetap bungkam hingga membuatnya menghela nafas geram, "Baiklah jika itu maumu, abang akan cari tau sendiri masalahnya" jawabnya tegas dan kemudian perlahan bangkit dari duduknya dan menatapku sekali lagi.
"Jangan lemah Ele, abang seperti melihat sosok lain dalam dirimu. Mana Selena pemberani dan kuat yag abang kenal?" Tanyanya yang seketika membuat ku langsung tersadar, aku terlalu banyak menangis akhir akhir ini.
***
Aku mengedarkan seluruh pandanganku ke dalam rumah mewah ini, rumah yang mulai sekarang akan aku tinggali karena mami yang didukung oleh kedua orang tuaku memaksaku tinggal serumah dengan Bu Amanda dan Aleysa. Katanya untuk mewanti wanti tindakan ku kedepannya. Aku sempat menolak habis habisan, tapi mama juga mendorongku mati matian. Aku kalah dan tetap akan kalah serta menyerah pada keputusan mama.
"Hai!" Aku mengalihkan pandangan pada seseorang yang berdiri di ujung tangga lengkap dengan sebuah perban yang menutupi dahinya. Beliau adalah dokter Satria yang tengah tersenyum hangat kepadaku.
Aku tetap menyaksikan ketika dokter Satria perlahan turun dari tangga dengan gagahnya, kemudian pria itu mengambil alih koperku dan menuntun tanganku untuk mengikutinya.
"Lepas! Aku bisa sendiri!" Ucapku keras. Dokter Satria mengernyit bingung dan berbalik menatapku.
"Kamu tadi marah sama mas?" Tanyanya bingung. "Kenapa sifat kamu balik lagi Selena, kemarin kita sudah berbaikan" keluhnya tak habis pikir.
"Mas, biar Amanda yang mengantar Selena kekamarnya, kamu istirahat aja" entah dari mana, bu Amanda tiba tiba berdiri di depan kami sambil merebut koper bewarna navy ku pada pria itu.
Dokter Satria menghela nafas dan merelakan kepada istri pertamanya untuk membantuku. Setidaknya ini lebih baik daripada di temani pria itu.
"Jangan kira dengan kamu serumah dengan suami saya, kamu bisa seenaknya Selena! Saya akan selalu menghalangimu, ingat itu!" Ucapnya ketika kami telah sampai di depan sebuah kamar yang sama besar dengan kamarku dulu. Aku membuka pintu kamar itu dan ternganga ditempat, bukan karena melihat sesuatu yang menakjubkan melainkan melihat suatu hal yang janggal.
"Sengaja saya mengganti warna kamar ini dengan warna biru, karena suami saya sangat membenci warna itu. Saya melakukan ini supaya suami saya tidak keseringan masuk kedalam kamarmu"
"Oh gak masalah, saya malah sangat senang jika suami ibu tidak sering mengunjungi saya... Lama lama muak melihatnya--awwwh"
Aku berteriak kaget begitu bu Amnda menarik rambutku dengan sangat kuat, "kamu belum mengenal siapa saya Selena, jangan biarkan tangan ini selalu menyiksamu. Jangan berkata seolah olah suami saya yang cinta mati sama kamu, jalang" ucapnya murka. Aku menarik paksa tangannya dari rambutku dan menyisir rambut yang sedikit kusut itu menggunakan jariku.
"Dasar munafik, di depan semua orang ibu berlaku lembut dan seakan teraniaya sama saya, tapi dibelakang mereka, ibu tidak lebih dari iblis" balasku tak kalah murka. Belum apa apa ibu ibu satu ini sudah menunjukkan taringnya.
"Saya tidak peduli dengan tanggapanmu. Nikmatilah apa yang kamu tanam selama ini, berani merebut suami orang harus berani menerima resikonya" setelah mengatakan kalimat itu dengan sangat tajam, bu Amanda melenggang pergi dari sini. Aku yang melihat punggung wanita itu dengan murka, ingin sekali melemparnya dengan koper yang berada di genggamanku saat ini.
***
Dini hari sekitar pukul 2 pagi aku terbangun dari tidur dan seketika merasakan tenggorokan ku kering. Aku bangkit dari kasur dan mengambil jubah tidur di dalam lemari karena aku tadi ketiduran tanpa mengenakan baju, atau dengan kata lain hanya memakai dalaman.
Dengan hati hati aku menuruni tangga karena keadaan ruangan yang sangat temaram. Saat mendekati dapur aku mendengar tawa cekikikan dan percakapan mesra antara dua orang. Aku merinding saat membayangkan jika itu bukan orang melainkan makhluk halus, atau lebih parahnya psikopat yang masuk kedalam rumah ini.
"Jangan terlalu berisik" bisik seorang wanita yang sangat cukup kukenali suaranya, aku mengendap endap mencari saklar lampu dan bergefas menghidupkannya. Setelah ruangan menjadi terang aku menengang begitu melihat dua orang saling berpagutan mesra di atas meja makan.
"Alesya...."
T.b.c
Mohon maaf pada semuanya jika saya sangat sangat jarang sekali update, mohon pengertianya karena saya sekarang disibukkan dengan banyak tugas kuliah apalagi dalam sistem daring yang benar benar menyusahkan🙏 mohon pengertiannya dan stay safe bagi kita semua🥰

KAMU SEDANG MEMBACA
SELTRIA
Romance[NEW COVER] Wajib Follow sebelum baca✨️ ××× Dia Selena, gadis belia yang harus merasakan ketidak-adilan dalam hidupnya. Semuanya kacau berantakan karena sedari awal dia sudah salah dalam memilih, namun ketahuilah bukan hanya itu saja keadaan terburu...