Mommy

4.2K 345 26
                                    

Aku melirik arlojiku dengan kekesalan yang memuncak. Sia sia saja aku buru buru keluar dari kampus demi bertemu dengan Samuel kalau nyatanya pria itu sudah terlambat lebih dari setengah jam. Saat hendak bangkit berdiri, pria yang ditunggu tunggu pun akhirnya muncul dengan senyuman lebarnya.

"Sorry tadi ada klien yang ingin bertemu dan tidak bisa di wakilkan" ujarnya penuh penyesalan. Aku hanya mengangkat bahuku sebagai tanda kalau aku masih kesal pada pria didepanku ini.

"Udah pesan?" Tanyanya lagi saat tak ada satu patahpun yang keluar dari mulutku. Menjawabnya aku hanya melirik secangkir latte yang tersisa setengah di depanku ini, yang berarti bahwa aku belum memesan makanan apapun.

"Mas!" Panggilnya saat melihat seorang pelayan pria melintas di depannya. Pelayan pria tersebut berbalik ramah dan bersiap mencatat pesanan kami.

Namun, aku berubah jadi risih saat merasakan sedari tadi seperti ada yang menatapku. Aku mengangkat kepalaku dari ponsel yang sedari tadi menarik perhatianku. Nindy mengirimkan file presentasi kami besok dan aku sendikit mempelajarinya terlebih dahulu. Ternyata yang terus menatapku adalah si pelayan pria tersebut. Matanya seakan ingin melompat keluar, namun segera pria itu mengalihkan tatapannya begitu tertangkap basah olehku.

"Itu saja mas" ucap Samuel sembari memberikan kembali buku menu kepada si pelayan.

Saat pelayan tersebut menerima kembali bukunya dan hendak berbalik undur diri, Samuel memanggilnya kembali.

"Tolong mas, jaga matanya sama pacar saya. Dia risih" Aku dan mas mas itupun terkejut mendengar perkataan tiba tiba Samuel. Ini orang benar benar sakit jiwa. Dengan kesalnya aku menginjak kerasa sepatu Samuel hingga membuatnya meringis pelan.

"Gue udah peringatin sama lo bang, berhenti bermain main"

Dia tidak menjawab melainkan hanya menggelengkan kepalanya pelan seraya terkekeh geli. Sembari menunggu pesanan kami datang, Samuel mengangsurkan sebuah foto lusuh dari saku celananya yang membuat atensiku langsung beralih kearah benda tersebut. Jantungku berdetak cepat saat melihat seorang wanita yang wajahnya begitu terasa familiar di kepalaku. Bukan karena aku merasa pernah bertemu dengan wanita di foto ini, melainkan wajahnya yang serasa copyan dari wajahku. Tidak bisa dipungkiri, air mataku langsung menetes saat memikirkan sebuah kemungkinan besar.

"Mama" ucapku lirih sembari memegang erat foto tersebut. Tanpa di kasih taupun aku tau kalau wanita yang berada di situ adalah wanita yang punya ikatan darah yang sama denganku karena wajah kami yang benar benar mirip. Bedanya hanya pada perubahan zaman saja. Ya tuhan, aku benar benar jiplakan ibuku.

"Foto itu sudah berada di tanganku sejak 10 tahun yang lalu saat tak sengaja melihat papa menjatuhkannya. Awalnya aku kira itu foto selingkuhan papa yang membuatku berencana mengadukannya kepada mama. Namun, setelah dilihat lagi wanita yang berada di foto tersebut benar benar mirip dengan kamu, dek" jawabnya seraya menyetuh tanganku yang langsung kutepis begitu saja.

"Kenapa?" Dia mengernyit bingung mendengar pertanyaanku.

"Kenapa lo sembunyiin ini semua dari gue?" Tanyaku dengan suara bergetar menahan tangis. Aku memeluk foto wanita itu dengan erat seakan merasakan kehadirannya disini yang tengah memelukku meski itu tidak akan mungkin sama sekali.

"Singkatnya abang menjaga keutuhan keluarga kita, Ele. Abang gak mau kamu sedih dan merasa asing dengan kami semua" jawabnya dengan pandangan khawatir. Benar benar bunglon pria ini.

"Tanpa adanya kenyataan ini pun aku selalu merasa asing" ujarku setaya terkekeh sinis. Begitu melihat seorang pelayan yang datang mengatar pesanan kami aku langsung buru buru mengahpus air mataku, rupanya mas mas pelayan tadi tidak berani menampakkan dirinya lagi.

SELTRIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang