Berakhir?

2.7K 201 39
                                    

"Sekali lagi kamu berperilaku seperti itu, saya tidak akan main main dengan nilai kamu. Paham kata saya Nadia?" Tanya Satria dengan tegas membuat Nadia terdiam tertunduk malu, apalagi dia dimarahi di depan seluruh rekannya dan beberapa staff pekerja rumah sakit.

"Maaf kan saya dokter" ucap Nadia menahan tangisnya yang hendak keluar.

"Saya tidak butuh maaf kamu, saya hanya butuh kesopanan kamu selanjutnya. Baiklah, saya permisi. Kalian lanjutkan tugas yang lain dan jangan lalai apalagi untuk hal yang tidak penting!" Perintah Satria kepada seluruh mahasiswa dan mahasiswi koas yang lekas mengangguk mematuhi.

"Hiks..." Pecah sudah tangis Nadia begitu Satria berlalu dari hadapan mereka semua.

"Gue bilang apa Nad, stop bertingkah ceroboh. Dokter Satria bukan gapaianmu. Untung beliau baik tidak mengadukan segala tingkah memalukanmu itu" ucap salah seorang sahabat Nadia sembari mengusap lengan temannya yang bergetar tersebut.

"Apa salah nya gue mengagumi seseorang? Kenapa tidak pernah ada yang mengerti gue?" balas Nadia yang membuat temannya menggeleng tak habis pikir. Dia pikir Nadia akan tersadar setelah di marahi Satria di depan banyak orang, tetapi gadis itu malah melanjutkan drama murahannya.

"Ingat Nad. Gue ga mau punya teman pelakor" ucap temannya sembari berlalu meninggalkan Nadia yang masih sibuk dengan tangisannya.

***

Selena

"Tumben kamu mau memasak?" Sindir mami Erlin begitu melihatku yang tengah sibuk berkutat dengan dapur semenjak dia datang bertandang kerumah putranya ini.

"Ya seperti yang mami lihat, saya sedang menyiapkan makanan"

"Baguslah, saya pikir wanita seperti kamu hanya tau mempercantik diri tanpa mau mengurus suami" sindiran itu kembali dan langsung membuatku mengepalkan pergelangan tangan dengan kuat.

"Saya mempercantik diri juga buat putra mami" balasku tak mau kalah.

Mami Erlin mendengus dan berlalu dari dapur menuju ruang keluarga dan langsung menghidupkan televisi.

"Sabar" ucapku sembari menyemangati diriku sendiri. Aku kembali berkutat dengan masakanku tanpa memperdulikan apa yang akan dilakukan mertuaku itu selanjutnya.

"Saya dengar kamu bukan anak keluarga Abraham, ya? kalau saya tahu kamu hanya anak pungut saya akan berusaha lebih keras lagi untuk melarang putra saya menikah denganmu"

Oke, aku masih diam, walaupun rasa sakit dihatiku mucul dengan tidak tau malunya. Aku tidak bisa menampik kata katanya karena itu memang benar adanya.

"Dan kamu dengan tidak tau dirinya menyakiti putra saya bahkan hampir membunuhnya. Seharusnya kamu bersyukur ada yang sudi menapung benalu seperti kamu, Selena. Kau--"

"CUKUP MAMI!! Tolong jangan katakan apapun lagi, saya mohon" pinta Selena dengan nada yang bergetar menahan segala emosi serta kesedihan yang mendalam.

"Kenapa? Karena kata kata saya menyadarkanmu kalau kau cuma pengganggu, iya?"

"Kalau iya kenapa? Saya memang benalu di keluarga Abraham dan saya tidak akan menyangkalnya. Tapi ingat nyonya, benalu inilah yang membuat putra anda yang terhormat itu mengemis cinta kepada saya. Putra yang selalu anda tekan bahkan semenjak dia lahir kedunia ini. Dan anda tau, saya lah yang menjadi sumber kebahagiaannya sekaligus kehancurannya. SAYA nyonya, bukan anda, ibunya sendiri!! Anda bilang saya harus bersyukur, perempuan mana yang bersyukur atas perniakahan yang tidak diinginkannya? Jawab saya nyonya!"

"SELENA!!!"

Aku tersentak kaget mendengar nada bentakan dari arah belakangku yang terdengar sangat familiar ditelinga ku. Aku berbalik dan menatap santai suamiku yang terlihat tengah menahan emosi serta kekecewaan di kedua matanya. Untuk apa?

SELTRIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang