Dua

182 41 3
                                    

Thana Asha Kalyna

Gue masih mengusap-usap kepala gue yang baru aja kejedot tembok. Sumpah, insiden itu beneran. Gue gak niat caper sama tetangga baru meskipun gue pengen kenalan. Gue beneran kejedot waktu lagi asik nyanyi terus niat mau tiduran, tapi ternyata kepala gue bukan mendarat mulus di bantal malah tembok... sialan. Sakit banget lagi. Aduh.

Si tetangga baru pake segala nanya, "Mbak gapapa?"

"Apa-apa banget ini, samperin dong," jawab gue tapi abis itu gak kedengar jawaban apapun lagi yang adalah malah ketukan pintu.

Gue deg-degan. Beneran di samperin nih?

Langsung aja gue bangun untuk membuka pintu. Gue udah menyengir lebar, siap menyambut tetangga baru tapi yang muncul malah si ibu kos.

"Bahagia banget Than, ketemu saya," idih buset geer amat.

"Hah? Iya lah bu. Kenapa bu? Soal bayaran kan--,"

"Ini loh adik saya pulang dari bandung bawa mochi banyak banget jadi saya bagiin ke anak kos aja, mau gak?"

"Mau banget bu! Lumayan buat makan malem, baru aja mau masak indomi."

"Ya udah nih," gue menerima sebungkus mochi dari tangan ibu kos.

"Makasih banyak ibuuuu!!!!"

"Minggu depan jangan lupa ya!"

"Siap bu!"

Si ibu pun melangkah ke samping, pasti mau kasih ke anak kos baru. Tungguin ah, sekalian basa-basi kenalan.

Bener aja si ibu kos mengetuk pintu tetangga baru gue. Gak lama pintunya di buka dan menampakan cowok dengan kaos hitam polos yang agak oversize dan celana pendek. Ya ampun koloran banget nih bang?

"Siapa namanya? Saya lupa."

"Bintang bu."

"Oh iya Bintang, selamat datang ya, semoga betah di sini, ini ada mochi, di makan ya?"

Gue yang masih berdiri di ambang pintu kamar sendiri dari tadi asik memerhatikan percakapan mereka berdua.

"Makasih banyak bu."

"Ya udah, selamat malam Bintang, saya duluan ya."

Dih si ibu, sama gue perasaan gak pamitan malah ingetin bayaran. Emang centil banget dah, kalau liat perjaka daun muda.

"Ekhemm...." gue sengaja berdeham ketika cowok itu mau masuk ke kamar setelah kepergian ibu kos.

"Eh... mbak tadi... gapapa?"

"Kan gue bilang apa-apa! Benjol kepala gue!"

"Oh, lain kali hati-hati mbak."

"Gue gak suka dipanggil mbak!"

"Terus?"

"Gue Thana."

"Umur berapa?"

"Penting banget umur gue?"

"Penting, itu nentuin gimana gue harus bersikap ke lo."

"Dua puluh lima."

Dia mengangguk, "Tuaan lo. Kalau gak suka dipanggil mbak, gue panggil 'kak' ya? Salam kenal Kak Thana, semoga benjolnya cepet sembuh, dan.... selamat malam."

Dia ngomong begitu sambil natap gue dan senyum tipis yang langsung membuat gue mengerjapkan mata dengan dada yang berdegup lebih kencang.

Anjir Thana, lo gak beneran jatuh cinta pada pandangan pertama kan?

Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang