Empat Puluh Tiga

128 23 17
                                    

Bintang Abbas Adytama

Ini udah beberapa hari pasca Thana bilang putus ke gue, dan gue masih gak bisa terima keputusan Thana yang mengakhiri hubungan kita gitu aja tanpa kasih alasan yang jelas.

Setelah dia ngomong kayak gitu, Thana cuma bilang kalau dia punya alasan dia sendiri, dan keputusan ini adalah yang terbaik. Kemudian ketika gue mau protes, sebuah ketukan di kaca mobil gue yang ternyata adalah tantenya Thana membuat gue gak ada daya untuk menahannya dan membiarkan Thana keluar tanpa penjelasan apapun ke gue dan sampai sekarang dia gak ada kabar. Parahnya dia pindah dari kosan tanpa bilang sama gue. Gue samperin ke rumah tantenya ternyata gak ada juga, kata tetangga tantenya Thana, beliau pindah ke luar kota sama keponakannya yang udah pasti Thana. Gue datangin Dimas yang tersisa, tapi dia cuma ngomong, "Sori bang gue gak punya kapasitas buat ngomong apapun," abis itu dia pergi.

Gue makin bingung, sebenernya ini ada apa, anjing. Semuanya baik-baik aja dan kenapa tiba-tiba gini. Apa karena Thana masih dendam sama gue soal gue yang hilang 1 minggu itu? Tapi itu udah lama banget dan kenapa baru sekarang kalau memang itu alasannya.

Sekarang gue lagi sama Cakra, dan Challa. Katanya Challa mau ngomong sama gue. Tadinya gue tolak karena gue lagi gak ada mood buat casually talking dan ngopi-ngopi kayak sekarang di saat pikiran gue masih semrawut soal Thana.

"Thana pasti pergi kan dari lo?" Pembukaan percakapan dari Cakra membuat gue tertegun.

"Lo tau sesuatu?" Gue jadi langsung tertarik dengan obrolan ini.

"Challa yang tau," jawab Cakra.

Challa gak bicara apapun melainkan menyodorkan ponselnya, itu adalah sebuah foto yang memotret Thana seseorang di hadapannya. Lo semua tau siapa? Iya bokap gue.

Anjing.

Jadi masih bokap gue biang masalahnya?

"Papa kamu gak pernah setuju kamu sama Thana kan?"
"Tapi kamu jangan marah sama Papa kamu dulu."
"Kamu lihat ini?" Challa menujukan satu titik di foto itu yang bisa gue lihat bahwa itu adalah sebuah amplop yang terlihat tebal di atas meja.

"Dalamnya pasti uang, kan?" Tanya Challa. Gue setuju, amplop itu memang terlihat seperti berisi uang.

"Jadi maksudnya?" Gue bertanya karena masih belum menangkap maksud Challa.

"Papa kamu bayar Thana buat jauhin kamu Bintang."
"Dan kalau dilihat dari Thana yang sekarang pergi dari kamu, itu artinya dia terima uang itu."

Gue menggeleng mendengar informasi yang setelah gue resapi memang sangat make-sense, ditambah lagi dengan dia yang kemarin bayar HP ke gue, tapi gue masih gak percaya, Thana memilih uang untuk membuang gue?

"Susah buat percaya kalau Thana lakuin itu ke gue."

"Kenapa enggak? Kalau dari kondisinya, Thana sangat mungkin untuk nerima uang itu, menurut aku."

Gue mengacak-acak rambut gue sendiri.

"Aku tau kamu sayang sama Thana, dan kamu marah sama Papa kamu. Tapi dari sini kamu tau Bintang kalau ternyata Thana gak setulus itu sama kamu, karena kalau iya, dia gak akan mengkhianati kamu untuk uang, bahkan di kondisi terdesak sekalipun. Karena kamu gak deserve perlakuan kayak gitu dari dia setelah semua yang kamu lakukan buat Thana, Bintang."

Omongan Challa seolah memasang puzzle keyakinan gue, hingga ia berhasil membuat gue percaya akan omongannya.

***

Jangan pikir kalau gue akan marah-marah sama Papa. Gue udah ada di titik kayak... capek banget bangsat. Kenapa gue jadi kayak mainan gini, dan yang melakukannya adalah dua orang penting di hidup gue. Papa dan Thana. Gue tau Papa gak suka Thana tapi gue gak menyangka kalau Papa akan melakukan hal kotor itu, dan gue lebih gak menyangka kalau Thana menerima permainan kotor itu dan menyakiti gue sedemikian rupa.

Gue memilih untuk gak ngomong apa-apa sama Papa. Yang gue lakukan adalah cabut dari rumah, membawa semua barang-barang gue yang tersisa di kamar dan gue gak akan sudi lagi buat pulang ke rumah ini. Gue udah gak punya rumah sama sekali.

Gue juga memutuskan untuk pindah kosan, gue gak mau terus berada di tempat yang mengingatkan gue dengan orang yang udah nyakitin gue, Thana.

Sekarang, gue ada di kampus, sedang berhadapan dengan Dimas yang tiba-tiba mau ketemu gue.

"Bang."
"Gue sangat menyayangkan apa yang terjadi antara lo dan kakak gue walaupun gue gak tau secara detail alasan kakak gue ninggalin lo. Tapi yang bisa gue tangkap, mungkin dia mau punya ruang untuk diri dia sendiri dulu selama dia terapi."

Gue mengangkat alisnya, "Jadi dia terapi di sana?"

Dimas mengangguk, "Iya."

"Ya bagus."

"Gue minta maaf kalau lo merasa disakiti karena kepergian kakak gue yang tanpa penjelasan dan tiba-tiba. Gue sendiri beneran gak ngerti alasannya apa. Dia cuma nyuruh gue buat gak kasih tau keberadaan dia dimana ke lo, kalau gue berani kasih tau, dia gak akan mau terapi lagi. Makanya maaf banget bang, gue mau kakak gue terapi, emang childish banget ancamannya, tapi gue mau kakak gue sembuh dari semua traumanya, bang."

Gue hanya mengangguk-angguk, "Gue udah tau alesannya kok."
"Bagus kalau emang dia gak kasih tau lo."
"Pokoknya yang terbaik aja buat lo dan Thana, Dim."

"Gue juga berharap yang sama buat lo bang."
"Dan gue mau berterimakasih atas semua yang udah lo lakuin buat kak Thana. Gue selalu berusaha bujuk dia buat gak pergi dari lo kayak gini, tapi gue bisa apa kalau itu yang dia mau."

"Setelah ini lo gak perlu repot-repot bujuk lagi. Gue udah lepasin Thana dan gak berharap sedikit pun untuk balik sama dia."

"O-oke."
"Kalau gitu, gue duluan ya bang?"

Gue mengangguk dan Dimas pun pergi.

Kenapa gue bilang kayak gitu? Karena jujur gue sangat kecewa ditinggalkan begitu aja tanpa penjelasan oleh Thana. Kemudian gue marah. Sangat marah karena menjadi alat untuk permainan uang Papa dan Thana.

Rasa kecewa dan marah gue ini udah membuat gue mengenyampingkan segala perasaan gue tentang Thana. Hingga gue berpikir, apapun alasan sebenarnya Thana pergi dari gue itu gak merubah fakta bahwa dia udah menyakiti gue dengan meninggalkan gue begitu aja.

Gue rasa semuanya emang udah selesai.

Gue gak menyesal karena merasakan perasaan bernama cinta dan sayang ini untuk seseorang, meski gue harus berakhir miris seperti ini.

Makasih Thana. Makasih untuk semua kenangannya. Seperti yang gue bilang tadi kalau gue gak akan menyesal karena menyayangi dan mencintainya, perasaan itu pernah membawa gue pada sebuah rasa bahagia yang indah dan gak pernah gue rasakan sebelumnya dan kemudian berakhir membawa gue pada rasa sakit hati yang besar dan gak pernah gue rasakan sebelumnya juga.

Ya gapapa. Namanya juga hidup.

Tapi cukup,

Gue kapok.

Jangan harap gue akan kembali merasakan yang namanya jatuh cinta lagi.

The end

#####

WKWK

BELOM DENG

plsss jgn badmood dulu ya bacanya, ini belum berakhir kawan:)

kalo baca cerita aku dari si baek hyun yi sadar gak kalo  suka bikin konflik pas dikit lagi ending, tapi belum tentu sad ending, belum tentu juga happy ending xixi

jangan lupa vote dan comment^^

Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang