Dua Puluh Delapan

119 22 18
                                    

⚠️ warning ⚠️
mengandung konten yang menjijikan

#####

Bintang Abbas Adytama

Setelah mendapati presensi Thana di sana, gue langsung membawa Thana pergi, bahkan tanpa pamit ke si om-om ini. Bersamaan dengan itu gue menahan mati-matian diri gue biar gak asal nonjok aja. Karena gimanapun gue juga gak suka sama kekerasan.

Gue membawa Thana pergi dengan motor gue, di dalam perjalanan kami, Thana cuma diam. Dia gak ngomong apa-apa, tapi gue merasakan bagaimana eratnya Thana memeluk pinggang gue dari belakang. Saat gue gapai tangannya yang ada di perut gue, gue mendapati tangannya yang mengepal, meremas jaket gue. Hal itu membuat gue langsung meminggirkan motor, dan berhenti di pinggir jalan.

"Thana," gue langsung menoleh ke belakang sambil mengenggam tangannya yang tadi meremas jaket gue.

"Hm?" Dia merespon, ada senyuman tipis dari Thana yang entah kenapa malah membuat hati gue perih.

"You okay?"

Thana gak menjawab, dia cuma senyum lagi, "Anter gue pulang ya?"

Sebenarnya gue tau jawabannya, Thana jelas jauh dari baik-baik aja. Gue cuma ingin memastikan apakah om-om bejat itu melakukan sesuatu terhadapnya atau nggak tapi gak tau kenapa untuk menanyakan itu secara langsung gue gak tega, gak sanggup, gue seperti kehilangan kata-kata untuk menanyakannya.

"Than..., kasih tau gue... orang itu... ngapain lo lagi?" Akhirnya pertanyaan seperti itulah yang keluar dari mulut gue, tapi respon Thana sangat membuat gue takut, karena lagi-lagi Thana tersenyum.

"Gak ngapa-ngapain."

"Jangan bohongin gue."

"Nggak. Gue gak bohong. Orang itu gak ngapa-ngapain gue... tapi gak tau kalau nanti.. hehe..."

Dengan jawabannya itu, senyum Thana semakin lebar tapi gue justru semakin khawatir.

"Than..."

"Bintang...." suaranya sangat lembut ketika memanggil nama gue.
Dan ketika dia melanjutkan kalimatnya, gue beneran gak bisa jawab lagi selain menurutinya, "Pulang, yuk?"

Lalu ketika gue kembali menjalankan motor untuk mengantarnya pulang, Thana juga kembali memeluk gue erat dari belakang, kepalanya ia sandarkan di bahu gue, dan dia juga sempat ngomong, "Bintang, pinjem bahunya ya?"

***

Sampai di kosannya gue ikut masuk bahkan tanpa izin yang punya kamar. Sedangkan Thana gak ada omong apa-apa ketika gue main masuk aja ke kamar kosnya.

"Than... lo gak mau cerita sama gue?"

Thana menggeleng, "Belum mau sih."

"Kalau sampai orang itu macem-macem lagi sama lo gue datengin langsung Than, gak peduli kalau dia masih om lo."

Lagi-lagi Thana tersenyum, "Gue gapapa. Lo tenang aja."

"Kalau iya lo gapapa, lo pasti bakal kerja, gak pulang ke sini," iya benar kan? Harusnya Thana lanjut kerjanya di Kafe.

"Sotoy ah, emang gue gak ada jadwal kerja, ganti hari. Makanya jangan ilang-ilangan, gak tau kan kabar ceweknya sendiri?"

Gue menunduk, "Gue minta maaf."

"Lo bilang kalau lo udah nyamperin gue, lo bakal ajak gue seneng-seneng lagi kan? Jadi gak usah lah bahas-bahas si om itu, karena itu jauh dari seneng sama sekali, Bintang."

Sekarang posisinya Thana duduk di pinggir kasur, dan gue duduk di lantai, hingga gue harus mendengak dikit untuk menatapnya. Gue raih tangan Thana yang ada diatas dengkulnya, "Oke, lo lagi mau apa?"

Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang