Dokter Cinta

101 16 10
                                    

Thana Asha Kalyna

"Sayang kita undur liburan ke puncaknya gapapa loh? Katanya kamu pusing?" Gue menggelengkan ucapan Bintang sembari terus packing pakaian kami dan anak-anak, karena kami sekeluarga mau liburan di puncak, di villa-nya Bintang.

Liburan yang udah kami rencanakan dari bulan lalu setelah Bintang mengajukan cuti khusus untuk quality time bersama keluarganya ini, dan tepat hari ini, kepala gue terasa berat, dan badan mulai gak enak tapi sayang kalau dibatalin, kan Bintang udah cuti untuk kami semua.

"Jangan dong! Aku kangen tau diangetin sama kamu di puncak!"

"Heh! Mulutnya ya!"

Gue tertawa, "Bercanda!!!"
"Gapapa aku Bi, nanti kamu cium juga sembuh."

"Bener? Ya udah sini, cium aja sekarang!"

Bintang langsung melingkarkan tangannya diperut gue dari belakang, dan hendak mencium gue tepat di  pipi, lalu geser sedikit ke bibir, iya niatnya sih gitu tapi keburu ada dua bocah yang dateng.

"La, tutup mata kamu La!"

Iya si Fariz sama Lala, tiba-tiba mereka masuk ke kamar kami, ya bukan salah mereka sih, kami yang gak nutup pintu.

"Apa deh lebay! Orang cuma kiss pipi doang!" Seru Bintang berkilah.

"Kiss yang lain juga gapapa sih Pa, tapi kita udah nungguin dari tadi, eh papa sama mama malah asik kiss-kissan!" Ucap Lala yang masih menutup matanya.

Gue dan Bintang terkekeh melihat anak bontot kami yang udah remaja tapi kelakuannya kadang masih kayak bocah, jangankan dia, kakaknya juga sama aja.

"Udah boleh dibuka La matanya, gak jadi tadi," bisik Fariz pada Lala yang tetap sengaja ia besarkan suaranya hingga kami masih bisa mendengar jelas.

"Ya udah bentar lagi sana, ini mama udah beres kok."

"Kalian tuh ya dibantuin kek mamanya! Masa packing sendirian? Mana lagi kurang sehat? Kasian tau!" omel Bintang pada anak-anaknya.

"Mama kurang sehat? Gak usah berangkat aja Ma!" Si bontot langsung mendekat dan mengecek dahi gue langsung.

"Lebay si papa mah, mama gapapa kok, pusing dikit, biasa ini mah penyakit umur paling."

"Ya udah sini Ma, Fariz yang bawa kopernya."

Fariz juga mendekat, dia langsung mengambil alih koper yang memang tinggal disletingin aja.

"Apalagi yang mau dibawa? Biar Lala bantu bawain ke mobil," Lala juga gak mau kalah.

"Tasnya mama tuh sayang, tolong ya bawa ke mobil, nanti papa sama mama nyusul," Bintang menujuk pada tas bahu gue yang ada di atas kasur.

"Kamu gak pake jaket?" tanya Bintang.

"Bawa, udah masuk koper kok."

"Pertanyaanku pake atau nggak bukan bawa atau nggak!"

"Ya kan dinginnya nanti di sana!"

"Pake dari sekarang! Nanti masuk angin!"

"Ribet dong buka lagi kopernya, jaket aku yang tebel cuma 1 itu aja."

"Sayang, suami kamu ini dokter spesialis, masa jaket cuma punya satu biji?"

"Ya kan abis buat beli jajan!"

Bintang menghela napas, "Dasar!"
"Jajan aja terus!" dia mencubit hidung gue pelan, sebelum mengambil jaketnya di lemari.

"Nih pake jaket aku!" Gue cuma bisa mesem-mesem aja waktu Bintang memakaikan jaketnya pada gue.

Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang