Dua Puluh Enam

121 26 5
                                    

Bintang Abbas Adytama

Gue berjalan gontai di lorong rumah sakit untuk menjenguk adik gue yang belum gue lihat dari sejak dia melewati masa kritisnya. Gue bukan gak mau jenguk atau gak khawatir sama dia, tapi gue cuma belum sanggup aja bicara dengannya. Sampao hari ini, akhirnya gue memutuskan untuk menghampirinya setelah memastikan ke sekretaris bokap bahwa bokap sedang pergi ke luar kota meskipun akan pulang-pergi karena ada anaknya yang sedang dirawat, tapi setidaknya waktu gue jadi lebih banyak tanpa diganggu olehnya.

Saat gue sampai di pintu ruang inap Hoshi, gue dikejutkan oleh sosok yang baru aja keluar dari ruang inapnua. Bisa tebak siapa? Iya, Thana.

Mata kami bertemu untuk seperkian detik sebelum Thana melengos begitu saja meninggalkan gue. Begonya, gue malah terpatung di ambang pintu, menatap Hoshi yang tampak terkejut juga.

"Kejar bang!" Ucap Hoshi, gue sempat berpikir sejenak, tapi akhirnya gue memutuskan untuk masuk ke ruang inap Hoshi dan membiarkan Thana pergi. Karena sesuai janji gue kalau gue akan menghampirinya lagi dengan keadaan yang lebih baik, tapi untuk sekarang kan masih belum.

"Kenapa gak dikejar?" Tanya Hoshi yang kini duduk dan menyandarkan tubuhnya dikepala brankar. Gue melihat di nakas rumah sakit ada parcel buah yang bisa gue tebak kalau itu dari Thana.

"Gapapa."

"Tapi bang..."

"Urusan Thana bisa nanti, sekarang kita selesain masalah kita dulu Ci," tungkas gue yang langsung membuat Hoshi mengerjapkan matanya.

"Maaf bang, maaf banget, gue gak tau mau bilang apa-apa lagi, pokoknya gue cuma mau minta maaf," ucapnya sambil menundukan kepala dalam-dalam.

"Lo tau sebabak belur apa gue ditangan bokap waktu lo drop karena sakit lo itu?"

"Maaf bang."

"Kenapa? Kenapa lo sembunyiin dari gue?"

"Satu-satunya orang yang mendukung gue ngedance itu lo bang, bokap gak bisa, temen-temen gue juga meremehkan gue, terus siapa lagi kalau bukan lo? Gue minta maaf banget karena gue terkesan memanfaatkan lo buat bisa terus dukung gue. Gue selalu merasa bersalah tapi di sisi lain, buat kasih tau lo juga gue gak sanggup. Gue gak mau kehilangan lo sebagai supporter pertama gue, gue juga gak mau lo memperlakukan gue seperti orang yang penyakitan kayak yang selama ini selalu gue dapat dari bokap."

Sesuai apa yang gue bilang kalau ada sebagian diri gue yang mengerti alasan Hoshi hingga untuk marah pun gue gak bisa.

"Jadi penyakit lo ini udah bawaan dan selama itu juga gue gak tau Ci?"

"Maaf bang." Maaf lagi katanya.

"Kok bisa lo serapet itu nutupin dari gue?! Dan kok bisa lo bertahan sejauh ini?"

"Karena lo bang."

Gue memicingkan mata ketika mendengar jawabannya, "Jijik anjir, gue nanya serius!"

"Ya gue juga serius, emang yang gue punya siapa lagi sih?"

Gue menatapnya, wajah gue mengeras, rasanya pengen banget nampol wajah adik gue ini, gue marah sekaligus sedih waktu melihat keadaan adik gue sekarang, hingga gue hanya menghela napas dan menundukan kepala,
"Gue pengen marah sama lo Ci, tapi gue gak bisa."

Hoshi terkekeh, "Udah diwakilin sama cewek lo tadi."

Oh iya, hampir lupa soal Thana yang tadi ke sini juga.

"Kenapa dia bisa ke sini?"

"Gue yang minta, gapapa kan?"

"Gapapa."

Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang