Empat Puluh Lima (End)

282 29 75
                                    

3000++ words guys!!!

enjoy^^

***

Beberapa tahun kemudian...

Bintang Abbas Adytama

Ini adalah tahun terakhir gue mengikuti program profesi alias koas. Setelah wisuda gue menjalani hidup dengan ya.... biasa aja, gak ada yang menarik. Hubungan gue sama Papa juga ya gitu aja, masih dingin, gue masih gak mau membuka diri dengan Papa. Selama dua sampai tiga tahun terakhir ini gue dan Papa gak pernah lagi mengobrol santai, dan gue gak pernah lagi menghubunginya lebih dulu. Gue akan datang ke rumah ketika diminta datang, tapi ya udah... gak ada obrolan berarti. Itu pun gue masih berusaha bersikap baik karena permintaan Hoshi.

"Sori Ci kalau lo harus ada di tengah gue dan Papa yang keadaannya kayak gini, kalau lo mengharapkan keluarga yang harmonis lagi mending lo cari cewek, lo nikahin dan bentuk keluarga lo sendiri," gue selalu bilang gitu sama Hoshi tiap kali dia mengeluhkan sikap gue pada Papa dan Papa yang gak ada itikad buat mencairkan semuanya. Mungkin buat Papa, gak peduli tentang hubungan kami, yang penting gue masih menjalankan ambisinya sampai gue berhasil menjadi dokter susah seperti impiannya.

"Anak koas, ke UGD tuh, ada anak kecil yang jatoh."

Baru aja gue mau menyuapkan makan siang gue ke mulut, udah ada dokter senior gue yang mendatangi gue dan mengatakan hal tadi alias nyuruh gue untuk gak makan sian dan pergi ke UGD untuk menangani anak kecil yang katanya keserempet mobil. Oke. Gue menurut, meski laper mampus, gue tetap meninggalkan makan siang gue dan berjalan ke UGD.

"Sabar ya sayang, bentar lagi dokternya dateng, cup... cup..., anak ganteng gak boleh nangis ya, tuh dokternya da--teng," sampai di UGD gue mendapati sosok perempuan yang sedang menenangkan anak kecil berusia kira-kira 2 atau 3 tahun terbaring di brankar UGD sambil menangis karena lututnya berdarah. Sampai sosok perempuan itu menoleh ke gue, membuat suaranya terpatah lantas membuat jantung gue juga nyaris merosot ke perut ketika melihat siapa sosok perempuan itu.

Thana.

Setelah sekian lama.

Gue bertemu dengannya lagi.

Dan... anak kecil itu, apa dia anaknya Thana?

"Mama... akit."

Benar. Dia adalah anaknya Thana.

Ditepuk dengan perawat di sana membuat gue menyadarkan diri dan segera memeriksa anak itu.

Tidak ada yang parah dari lukanya, hanya goresan kecil yang bahkan tidak memerlukan jaitan. Jadi hanya gue balut lukanya dengan kain kasa setelah dibersihkan.

"Gak ada yang parah dari lukanya, jadi pasien boleh langsung pulang, ada beberapa obat yang harus ditebus untuk meredakan rasa sakit dan antibiotik. Ada pertanyaan?"

Perempuan yang pernah menjadi kekasih gue itu hanya menggeleng, "Kalau gitu saya permisi."

"Bintang."

Langkah gue terhenti bersamaan dengan dada gue yang tiba-tiba terasa dipukul benda keras ketika suara itu memanggil nama gue.

"Boleh bicara sebentar?"

Gue gak menolehnya yang ada di belakang gue, hanya melirik dengan ekor mata gue, "Maaf, saya ada pekerjaan lain," kemudian gue berlalu dari sana.

***

Selesai memeriksa anak itu gue langsung cabut dari rumah sakit, gak peduli kalau gue akan dimarahin atau apapun gue cuma mau melarikan diri aja. Melarikan diri dari apa? Gak tau. Mungkin sakit hati gue.

Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang