Bintang Abbas Adytama
Gue sampai di kampus dan langsung berjalan menuju ruang dosen untuk menemui dosen pembimbing gue. Namanya pak Syarif. Konyolnya, beliau adalah teman baik Papa. Makanya Papa selalu tau perkembangan kuliah gue yang akhir-akhir ini lumayan mandeg (buntu), pastinya karena pak Syarif yang ngadu.
Waktu gue berjalan di koridor semua orang menatap gue membuat gue keheranan dan jadi parno sendiri. Gue langsung melihat pakaian gue, karena takutnya ada yang salah sama pakaian gue. Tapi normal aja kok. Terus gue juga ngaca leway HP, siapa tau muka gue bengkak atau lingkaran hitam di bawah mata gue sudah semakin pekat yang akhirnya bikin gue keliatan kayak zombie. Tapi gak juga... meski gak terlihat terlalu baik, gue masih oke aja kok.
"Heh Tang!" Gue menoleh ketika ada yang menyenbut panggilan akrab gue.
Oh itu ternyata si Cakra. Cowok tinggi itu menghampirinyue, "Lo kok gak bilang kalau lo lolos lomba nyanyi."
"Anjir, kapan gue ikut lomba nyanyi?"
"Maksud gue itu... kompetisi nyanyi."
"Oh. Lah? Kok lo tau?"
"Udah viral anjir. Vidio audisi lo udah ditonton sebanyak 5 juta views. Idih gokil, temen gue ini!"
"Hah? Sumpah lo?"
"Iya. Terus lo kompetisinya mulai kapan? Eh lo... bakal cuti dong ya? Apa gimana sistemnya? Lo perlu diem di asrama sana gak?"
Gue masih gak percaya. Jadi gue langsung buka Hp gue dan mengindahkan pertanyaan Cakra tadi. Gue buka youtube dan gue ketik nama gue.
Anjing.
Langsung muncul vidio audisi gue di paling pertama dan bener, yang nonton udah 5 juta bahkan lebih. Jadi apa ini alesan kenapa orang-orang ngeliatin gue?
Harusnya gue seneng. Karena gue emang lolos, dan tanpa gue sangka gue juga mencuri banyak perhatian penonton. Tapi gue sama sekali gak ngerasain itu. Gue bangga sama diri gue sendiri. Tapi buat punya perasaan seneng rasanya terlalu jauh. Buat apa seneng? Emang gue bakal lanjut? Enggak kan?
Melihat sosok yang ada di depan gue dengan jarak beberapa meter itu, meyakinkan diri gue kalau emang gue gak perlu senang. Lagian emang gue pernah diizinkan untuk senang atas pencapaian bakat gue? Kan gak pernah juga. Karena sosok di depan sanalah yang menguasai hidup gue. Gue nih apa emang? Cuma bonekanya doang.
"Bokap lo Tang, gue perlu telpon adek lo gak?"
"Gak usah, dia pasti lagi kelas. Lo juga mending pergi deh."
"Tang, lo serius bakal gapapa kan?"
"Gak tau."
"Gue temenin deh, biar bokap lo segan kalau mau ngapa-ngapain lo."
Gue tersenyum pahit, "Pilihannya cuma lo pergi atau gue yang dia bawa pergi, dan akhirnya bakal sama aja. Bonyok juga."
"Jangan gitu Tang, patah tulang lo aja belum sembuh."
"Udah kok."
"Tang...."
"Cak, pergi deh. Dia lagi ngelangkah ke sini dan bisa aja langsung nonjok gue, kasian mata lo."
"Tapi...."
"Pergi Cak!"
"Beres ini langsung telpon gue!"
"Hm."
Cakra pun pergi. Dan bokap gue yang gak lain adalah sosok yang gue maksud tadi kini sudah berdiri di hadapan gue.
"Ayo ikut!"
"Kemana?"
"Pulang!"
"Gak mau!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Home (END)
Fanfiction"Bintang, lo terang banget. Mau ya jadi rumah buat gue yang hidupnya gelap ini?" - Thana "Gue gak seterang itu, kak. Gue bintang yang redup." - Bintang