Extra Chapter #8

200 21 9
                                    

Thana Asha Kalyna

Suara tangisan Aletta bersahutan dengan suara derasnya hujan. Hari ini adalah hari yang hectic dimana Aletta lebih banyak rewelnya untuk hari ini sampai gue gak bisa diberi jeda untuk bernapas. Sekarang bayi kecil 2 bulan ini menangis lagi, gue mencoba untuk memberinya ASI sembari menggendongnya tapi sepertinya bukan itu juga yang ia mau.

"Mama..." masih repot meredakan tangis Aletta, Fariz mendatangi gue.

"Apa?"

"Aku mau main ya."

"Bang, kamu gak lihat di luar hujan?"

"Main depan rumah aja Ma, bareng temen-temen. Biasanya boleh," iya gue memang kadang gak melarangnya yang mau main hujan-hujanan asal lihat hujannya dulu, kalau sekarang hujannya cukup deras dan bahkan ada gemuruh petir.

"Abang denger gak ada suara petir?! Abang gak lihat hujannya sederas apa?!" Suara gue mulai tinggi dan itu membuat Aletta semakin kencang juga tangisannya hingga gue hanya bisa menghembuskan napas berat.

"Tapi kan ma...."

"TERSERAH ABANG DEH! MAMA UDAH CAPEK URUSIN ADIK YA, KAMU JANGAN NAMBAHIN BEBAN MAMA DONG!"

Akhirnya emosi gue lepas, gue berteriak pada Fariz di depan Aletta yang terus saja menangis. Bersamaan dengan itu muncul suami gue dengan beberapa bagian di bajunya yang tampak basah mungkin karena hujan.

"Thana...." panggilan lirih Bintang gak gue balas.
Setitik air bening akhirnya turun dari mata gue. Gue nyaris putus asa.

Oh enggak.

Gue betulan putus asa ketika akhirnya menidurkan Aletta yang masih menangis ke atas kasur. Sedangkan gue terduduk lemas di lantai, ikut menangis bersama Aletta sambil memeluk lutut gue sendiri, gak peduli bahwa di sana masih ada Bintang dan Fariz di ambang pintu.

"Fariz ke kamar dulu ya, tunggu Papa di sana," samar-samar gue mendengar Bintang bicara pada Fariz sebelum pria itu menghampiri gue.

Bintang gak bicara apapun ketika pria itu berjongkok untuk kemudian menarik gue ke dalam pelukannya lalu berbisik lembut....
"It's okay, Thana."
"It's okay."

***

Masih dengan sesegukan gue menatap Bintang yang sudah berganti baju tapi tidak dengan celana basahnya itu menggendong Aletta penuh kesabaran, pria itu bahkan menggumamkan sebuah nyanyian untuk Aletta sampai akhirnya Bintanglah yang berhasil menenangkan bayi kecil itu dan bahkan menidurkannya meski membutuhkan waktu hampir setengah jam.

Gue yang masih terduduk di lantai dan menyandarkan tubuh di kepala ranjang hanya bisa menyeka air mata gue sendiri sambil memaki diri di dalam hati karena gak becus jadi ibu. Gue kira diumur gue ini gue akan bisa menghadapi ini semua, tapi nyatanya tetap gak mudah. Pengalaman gue yang pernah mengambil banyak pekerjaan rasanya gak seburuk ini. Entah kenapa, tapi mengurus bayi benar-benar menguras hati dan pikiran.

Bintang yang berhasil menidurkan Aletta perlahan membaringkan bayinya di atas kasur.

Melihat celana dan rambutnya yang basah dada gue makin sesak, suami gue pasti habis kehujanan dan bukannya cepat-cepat membersihkan diri, ganti baju agar gak masuk angin pria ini masih mau membantu isterinya yang gak becus ini mengurus anak.

Bintang berjongkok, ia mengulurkan tangannya pada gue, "Istirahat dulu yuk."

Gue menerima uluran tangannya lalu dituntunbga untuk berdiri dan naik ke atas kasur persis di samping Aletta yang tertidur di tengah ranjang.

Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang