Extra Chapter #9

169 22 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bintang-Thana in their 40s

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bintang-Thana in their 40s

*****

Bintang Abbas Adytama

Rumah yang gue bangun bersama Thana, yang kini berisi kami berdua beserta dengan kedua anak kami menjadi tempat pulang paling nyaman yang pernah gue rasain selama gue hidup. Waktu ada mama, rumah gue pernah menjadi tempat pulang yang nyaman juga, tapi entahlah, mungkin karena rumah saat menjadi anak, gue hanya menjadi penghuninya aja, gue gak tau rasa asam, pahit dan manis untuk membangunnya yang kini gue rasakan untuk gue membangun rumah ini. Bukan hanya tentang membangunnya secara fisiknya aja, tapi membangun keluarga yang ada di dalamnya juga.

Ada perasaan bangga tersendiri ketika merasakan keberhasilan gue membangun ini semua bersama Thana, keberhasilan yang gue lihat dari kebahagiaan sempurna yang gue dan keluarga kecil gue rasakan. Tapi harusnya gue gak boleh jumawa begitu, karena ternyata gak ada hidup dengan kebahagiaan yang sempurna, gak ada hidup dengan kebahagiaan yang di atas terus, ada kalanya kita jatuh, karena hakikatnya hidup adalah roda yang berputar kan?

"Anak bapak sudah melakukan perudungan terhadap beberapa teman sekelasnya, Fariz terbukti memukul teman-temannya itu, ini hasil visum dari mereka, pak," saat gue disodorkan oleh beberapa hasil visum yang bahkan gak sanggup untuk gue lihat, tubuh gue lemas seketika. Gue gak mengira bahwa panggilan dari sekolah untuk gue sebagai orangtuanya Fariz adalah untuk diberi tahu soal kelakuan Fariz yang jauh dari kata baik ini, sekarang gue cuma bisa menatap anak sulung gue yang kini memalingkan wajah, menghindari untuk bertemu tatap dengan gue, papanya.

"Aku gak nge-bully!" Pekik Fariz meski masih memalingkan wajahnya.

"Gak ngebully tapi cuma mukulin anak orang begitu Fariz?" Balas sang kepala sekolah yang tadi bicara dengan gue.

"Atas nama Fariz, saya meminta maaf dan saya akan bertanggung jawab penuh atas semua kerugian dari korban. Saya gak ada pembelaan sama sekali untuk anak saya karena gak ada pembenaran atas kekerasan, dan saya sendiri meminta maaf, karena mungkin sebagai orangtua lalai dalam mendidik anak saya, sekali lagi saya mohon maaf sebesar-besarnya, pak!"

Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang