Thana Asha Kalyna
"Kak, kenapa sih suka banget cari penyakit?"
"Lo ngapain bisa kurang tidur gitu?"
"Ngaco banget ya, udah gak tidur, paginya bikin salad buah, siangnya kerja juga, lo manusia kak, bukan robot!"Gue hanya bisa menutup telinga gue ketika Dimas terus aja ngoceh setelah ia mendapati gue masuk rumah sakit, hanya saja sekarang gue udah balik ke kosan. Pagi tadi gue balik bareng Bintang, naik taksi, dan tau apa yang lucu? Ketika dalam perjalanan pulang, tepat di tempat gue pinsan semalam kita mendapati motor Bintang masih ada di sana.
"Bintang, kalau motor lo dicuri gimana?" Tanya gue beneran gak habis pikir dia bisa ninggalin motornya gitu aja di jalanan.
Bintang hanya meringis, "Kan nyatanya enggak Than."
"Gue terlalu panik sampai gak inget motor gue."Asal kalian tau juga kalau sesampainya kita di kosan, Bintang beliin gue sarapan, buatin gue teh hangat, dia juga mengabari Dimas untuk datang ke sini, kemudian menemani gue di kosan sampai Dimas datang.
Tolong ya... siapapun tolong gue. Kalau gini caranya gue bisa masuk rumah sakit lagi, karena gara-gara dia, jantung gue jadi berdegup secara brutal.
"Lo kalau bukan kakak gue udah gue pukul loh kak!" Dimas menatap gue penuh emosi tapi juga dengan guratan khawatir ketika gue menutup telinga saat dia bicara tadi.
Gue terkekeh, "Jangan bawel dulu Dim, gue masih lemes, beneran deh."
"Gue udah kabarin om sama tante tentang lo, kayaknya mereka mau jenguk nanti."
Mata gue membulat, "Dimas! Lo kasih tau alamat kos ini?"
"Belum sih, tante baru tanya, belum gue jawab."
Gue menggeleng, "Please, jangan kasih tau. Nanti kita kan mau ke tempat mereka, jadi mereka gak perlu ke sini."
"Tapi kan--,"
"Dimas, gue gak mau kalau nantinya mereka tiba-tiba datang ke sini. Bukan apa-apa, cuma---, gue gak mau aja ngerepotin mereka."
Dimas tampak jengah mendengar ucapan gue, bola matanga memutar setelah itu menghela napasnya, "Alamat lo di kasih ke mereka aja lo gak mau, gimana gue ajak lo buat tinggal bareng mereka lagi?"
"Please, Dim, kita udah gede, udah punya hidup sendiri, masa masih mau numpang sama mereka?"
"Halah, dari dulu juga lo gak mau kan? Kalau sekarang alasan lo karena kita udah gede? Dulu waktu lo masih 16 tahun, dan gue 11 tahun, lo cabut dari mereka. Kenapa sih kak? Lo tuh terlalu sok buat bisa berdiri sendiri, selama ini lo kesusahan sendiri, lo milih jalan yang nyulitin hidup lo padahal ada mareka yang mau bantu kita, dan mereka bukan orang lain, mereka masih keluarga kita sendiri, kak. Mereka juga selalu anggap kita anak mereka sendiri karena mereka gak punya anak. Kalau aja dulu kita tetap hidup bareng mereka, gue dan lo disekolahin sama mereka, bukan gue aja yang sekarang ngerasain bangku kuliah, tapi lo juga kak!"
Gue tidak bergeming ketika Dimas menjawab panjang lebar dengan nada yang makin lama semakin tinggi. Gue bahkan gak bisa untuk menatap wajahnya yang terakhir gue lihat itu penuh protes ke gue. Ada perasaan bersalah karena udah membawa Dimas dalam keputusan gue itu, kalau gue gak bawa Dimas pergi, Dimas pasti bisa hidup lebih normal, Dimas pasti bisa punya banyak teman dan main sesuai usianya dulu, dia gak perlu terlalu keras belajar untuk dapat beasiswa karena khawatir kakaknya kesulitan untuk membiayainnya sekolah. Tapi mau gimana? Gue gak mau meninggalkan Dimas, gue gak mau pisah sama Dimas.
"Lo gak ngerti, Dimas," balas gue dengan suara berat karena tiba-tiba dada gue menjadi sesak mengingat semua masa lalu itu.
"Apanya yang gak gue ngerti? Lo gak mau ngerepotin tante-om, lo merasa harga diri lo jatuh kalau lo hidup di bawah tanggungan oranglain, lo tau? Hidup kayak gitu tuh bahaya tau gak kak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Home (END)
Fanfic"Bintang, lo terang banget. Mau ya jadi rumah buat gue yang hidupnya gelap ini?" - Thana "Gue gak seterang itu, kak. Gue bintang yang redup." - Bintang