Tiga Puluh Satu

150 25 6
                                    

Thana Asha Kalyna

Gue gak tau ini jam berapa ketika gue bangun dan langsung gue dapatin wajah Bintang persis di depan gue sedang memejamkan matanya, iya Bintang tertidur. Wajah tampan sekaligus tenangnya saat tidur ini tiba-tiba menghangatkan hati gue yang baru aja kebangun karena mimpi buruk.

Tangan gue bergerak untuk mengusap pipinya Bintang, lalu bergerak lagi ke atas untuk menyisir rambutnya. Berada sedekat ini dengan Bintang membuat dada gue berdebar kencang tapi sekaligus menenangkan. Gue yang biasanya mimpi buruk bisa masih ketakutan, bahkan sampai nangis, tapi Bintang seolah meraup ketakutan itu hanya dengan keberadaannya meskipun ia tertidur.

Karena mau lihat sekarang jam berapa, gue pun mencoba membuka ponsel, tadinya cukup lihat jam aja. Tapi notifikasi yang masuk memancing rasa penasaran gue, hingga gue membukanya.

Itu dari nomor gak dikenal.

+62xxxxxxxx
Bagus gak kejutannya thana? Ini akibat kamu berani lawan saya, anggap aja saya lagi ludahin kamu balik.

Membaca itu dengan reflek gue langsung melempar ponsel gue entah kemana, gue langsung bangun, duduk di atas kasur, menyenderkan punggung gue di tembok sambil gue peluk lutut gue sendiri. Tiba-tiba aja, ketakutan itu menyerang gue setelah gue membaca pesannya.

Napas gue mulai tertahan, tangan gue mulai bergetar, sebelum  suara lembut menyapa telinga gue, "Than?"

Itu Bintang.

Dia pasti terbangun karena suara lemparan handphone gue tadi yang sekarang entah dimana.

"Kenapa? Hm?" Tanya Bintang, dia sangat sigap untuk langsung meraih tangan gue yang gemetaran untuk ia genggam dan ia usap-usap lembut.

"O-om chat--," kalimat gue terbata tapi Bintang seperti sudah menangkap maksud gue hingga dia langsung turun dari kasur, kemudian ia menemukan ponsel gue yang ternyata sudah terdampar di lantai. Bintang mengecek ponsel gue, ekspresinya terkejut, terlihat dari matanya yang membulat.

"Than, kita bawa kasus ini ke polisi ya? Ini bisa jadi salah satu bukti," ucap Bintang.

Gue langsung menggeleng, "Jangan Bintang. Nanti tante gimana kalau suaminya dituntut sama keponakannya sendiri?"

"Justru yang harus kamu pikirin gimana tante kamu kalau harus terus hidup sama penjahat kelamin kayak suaminya."

Gue masih menggeleng, "Tapi itu pasti nyakitin tante, Bintang."

"Akan lebih nyakitin kalau tante kamu terus gak tau apa-apa sampai akhir."

"Tapi takut..."

"Gapapa... ada aku Thana."

Iya, gapapa. Ada Bintang, Thana.


***

Bintang Abbas Adytama

Gue menatap cewek gue yang lagi menyesap susu hangat buatan gue tadi. Ini jam 3 pagi dan Thana masih belum bisa tertidur lagi setelah sekitar jam 2 tadi ia terbangun. Dia bilang awalnya ia terbangun karena mimpi buruk, kemudian ia hampir mendapat panic attack-nya lagi ketika ia mendapat pesan dari om-nya.

Saat itulah gue menyarankannya untuk melaporkan kasus ini ke polisi. Awalnya Thana menolak, ia bilang takut, tapi pada akhirnya ia setuju setelah gue berusaha menyakinkannya, dan sekarang gue sedang membantunya untuk membuat surat pengaduan yang akan kita ajukan ke kepolisian besok. Sebelum ini gue juga sudah menyuruh kenalan Cakra yang jago IT untuk menghentikan penyebaran dari vidio itu. Gue hanya menyimpan salinannya untuk menjadi barang bukti. Meski gue gak sanggup untuk melihatnya lagi, tapi vidio itu bisa menjadi barang bukti bukan? Toh Thana di vidio itu jelas terlihat tertekan, dan itu menunjukan bahwa memang adanya pemaksaan.

Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang