Si 'ketumbar'

7.3K 823 165
                                    

"AYAAAH!!"

"KETUMBAR. JAYA! JAYA! JAYA!"

Menjauhkan tangannya yang sejak tadi sibuk menari di atas keyboard. Argon beralih memijat pelipisnya pelan begitu mendengar pekikan nyaring Delon. Lantas, begitu melihat putranya yang melangkah cepat dari pintu untuk memasuki ruang kerja miliknya, dia sontak berdiri.

"Ayaaah.. Yuhuuu, ketumbar datang!"

Argon mendengus samar. Seharian ini, dia dibuat terngiang-ngiang dengan kata baru yang dicetuskan oleh Delon. Putranya itu bahkan tidak henti-hentinya menyebut dirinya sendiri sebagai 'ketumbar' alias, ketua mafia baru. Sumpah, dia bahkan tidak pernah menyangka jika putranya itu akan menggunakan panggilan 'ketumbar' pada saat mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah, sejak dua hari yang lalu dan pagi tadi adalah hari terakhir.

"Silahkan duduk, paduka Ayah!" ujar Delon memerintah yang sedetik kemudian membungkuk di hadapan meja kerja Argon. Setelah kembali berdiri tegak dan melihat sosok Ayahnya itu kembali duduk, senyumnya sontak tersungging lebar. "Ayah, izinkan anakmu yang keren dan penuh wibawa ini memijat tulang-tulang rapuh-mu sebelum mereka meronta kesakitan-"

"Delon--" sela Argon dengan memanggil cepat. Dari belakang kursi kebesaran yang dia duduki, putranya itu berdiri sembari mulai memijat kedua pundaknya dengan gerakan pelan. "Apa yang kau inginkan, Delon?" tanyanya seraya memutar kursi menghadap belakang agar bisa berhadapan langsung dengan Delon.

Bibir Delon sontak mengerucut. Kelopak matanya yang sipit, mengerjap lambat sebelum terlihat seperti bulan sabit begitu kedua sudut bibirnya tertarik membentuk lengkungan manis. "Kok bisa Ayah tampan banget? Saking tampannya, aku sampe nggak bisa liat Ayah kalau lagi gelap!"

Alis Argon terangkat. Dia tatap Delon yang kini berdiri tepat di samping kursi yang dia duduki. Bukan hanya berdiri, putranya itu bahkan menepuk-nepuk puncak kepalanya dengan gerakan pelan. "Apa yang putra Ayah ini inginkan, hm? Katakan." desaknya yang sama sekali tidak bisa menebak apa yang diinginkan oleh putranya itu. Dia sudah hapal, bahkan di luar kepala sekalipun. Sikap manis yang ditunjukkan putranya ini, tidak gratis sama sekali.

Delon tertawa kecil sembari mengacak rambut Argon hingga terlihat berantakan. Sialnya, itu justru membuat ketampanan Ayahnya itu semakin terlihat. "Ayah terbaik se-alam semesta, se-luar angkasa, sampai se-dunia akhirat, deh!" celotehnya yang kemudian bergerak memberi kecupan singkat di pipi kanan sang Ayah. Setelahnya, dia justru berlutut di bawah kursi yang masih diduduki oleh Ayahnya itu.

"Delon--"

"Ayah, diam dulu bisa nggak, sih?!" dengus Delon ngegas dengan kembali berlutut.

Argon menghela napas panjang. Lantas, kepalanya mengangguk dengan pasrah. "Kau tidak perlu berlebihan seperti ini jika menginginkan sesuatu, Delon." ucapnya pelan sembari menunduk menatap putranya yang kini berlutut. "Ayah lebih dari mampu memenuhi apa yang kau inginkan. Jadi, jangan berlebihan. Ayo berdiri!"

Delon tersenyum, lalu menggeleng begitu mendengar penuturan Argon. Senyumnya bahkan terlampau manis sampai membuat kedua kelopak matanya menyipit membentuk bulan sabit. Baru setelahnya, kedua telapak tangannya bergerak untuk memijat kaki sang Ayah.

"Delon?"

"Ya, Ayah?"

"Apa yang kau lakukan, berdiri!"

"No no no!" tolak Delon dengan menggeleng berulangkali. Persis seperti anak kecil yang baru belajar bicara. Karena selain menggeleng, kepalanya juga sontak mendongak agar bisa membalas tatapan sang Ayah. Binar matanya bahkan terlihat secerah sinar matahari, belum lagi kedua sudut bibirnya yang terus tertarik.

Different, D.A || Selesai ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang