★ D.A - 25 ☆

11.5K 1.6K 201
                                    

"Uuuuu-------Ayah.. nggak mau lagi, u---udah.. Aaayah, udah! sa---sakit----- Ayaaah.. hiks---Arghhh-------"

"Ayaaah.. nggak mau nakal lagi, huhuhu-----udah!"

"Arghh----arrrrrr------Ayaaah.. sa--sakit----aku mau mati, mau mati!" racau, sekaligus ringis Delon yang kian menjadi. bukan tanpa alasan dia meringis seperti ini, Ayahnya yang tampan tiada duanya itu dengan santai membasahi luka basah yang ada di kedua lututnya menggunakan wine. dan, dia yang sempat mengatakan Ayah brengsek, justru dibalas tekanan di kedua lukanya oleh sang Ayah.

Tadi, sedetik setelah Delon mengatakan jika dia kalah dalam balapan. tanpa aba-aba Argon langsung menggendong putranya itu ala koala. bahkan, pekikan histeris karena luka putranya yang bersentuhan dengan piyama tidur yang dia pakai, dia abaikan. kakinya terus melangkah, tujuannya, ialah naik ke lantai tiga untuk menuju kamarnya. namun sebelum itu, Neo dan Kara dia minta untuk ikut.

"Sakit, Delon?"

Delon yang masih menggerak-gerakkan kedua kakinya untuk mengusir rasa sakit, lantas mengangguk. suaranya sudah tidak bisa keluar lagi, tenggorokannya juga sudah sangat tercekat. selain meringis, dia juga menangis histeris, tadi. sementara Neo dan Kara hanya diam melihatnya dianiaya. bahkan, adik bungsu Ayahnya itu tertawa dengan santai melihat raut kesakitan yang dia buat. "Ayah jahaaat!" lirihnya pelan.

Argon mendengus. botol wine yang masih dia pegang, dia letakkan di atas meja, tangannya kemudian beralih mengambil handuk kecil beserta air hangat untuk membersihkan luka yang ada dikedua lutut Delon. "Ayah, atau kau yang jahat, Delon? Ayah bahkan tidak bisa marah setelah melihat keadaanmu ini! Ayah jahat? kau tidak salah?!" sungutnya dengan tangan mengepal. segala emosi yang dia rasakan, tidak bisa dia lepaskan begitu saja. terlebih, setelah melihat tubuh putranya yang terluka.

"-----Ayah bahkan harus menahan diri agar tidak melukaimu, tapi kau sendiri?! lihat, apa yang kau lakukan, Delon? apa Ayah harus memenjarakanmu dulu agar kau tidak berbuat ulah? katakan! apa Ayah salah mendidikmu yang keras kepala ini dengan sabar? atau, kau ingin Ayah didik dengan kasar seperti dulu?!"

Delon diam. meski air mata terus meleleh membasahi kedua pipinya. kepalanya kemudian menunduk, menyayangkan jika dia harus berakhir terluka, malam ini. padahal, jika menang, dia sudah meniatkan jungkir balik untuk merayakan keahliannya dalam balapan yang masih seperti setahun lalu. namun, saat ini dia juga tidak bisa berkilah begitu mendengar kekesalan yang Ayahnya itu ucapkan.

"Delon tidak bisa dibilangin, abang. dia keras kepala, persis seperti abang!" sahut Kara yang dibalas senggolan di kepalanya oleh Neo yang masih berdiri di sisi sofa. "Ikat Delon seperti babi, abang. agar dia tidak bisa kabur!"

"Ta----tapi ... babi tidak diikat-------" balas Delon yang masih menunduk. detik itu juga ringisannya terdengar kian histeris saat Argon dengan sengaja menekan lukanya. dan, dia yang harus mati-matian menahan agar tidak mengumpati Ayahnya itu.

Neo menggeleng mendengar balasan Delon. anak angkat Kakak sulungnya itu masih sempatnya menjawab, padahal dia tengah berhadapan dengan Argon.

Delon kembali menunduk. kepalanya tidak kuasa untuk mendongak setelah melihat tatapan mematikan Argon. Ayahnya itu benar-benar marah, namun harus mati-matian menahan amarah. terlihat dari cara Ayahnya yang mengobati lukanya dengan amat sangat pelan, meskipun rasa perih masih bisa dia rasakan. "Ma-----maaf, Ayah.."

Argon tidak merespon. dia tetap fokus mengobati luka yang ada di kedua lutut Delon, meniupnya berkali-kali, sampai terakhir mengoleskan salep antibiotik dan menutup luka putranya dengan kasa steril. dia sudah mengambil langkah salah dengan menyiram luka putranya dengan alkohol, emosinya tidak terkontrol. anggap saja itu sebagai hukuman kecil. karena, untuk bermain tangan seperti setahun lalu, di saat jiwa Delon masih berada di raga Kara, itu tidak akan pernah dia ulangi.

Different, D.A || Selesai ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang